Awalnya memang dari gagasan pengusahaan papan atas Ciputra yang serius untuk menyebarluaskan semangat kewirausahaan atau entrepreneurship. Keyakinannya, bangsa ini bakal maju jika banyak orang berjiwa dan bersemangat entrepreneur.
Entrepreneur bukan berarti pedagang. Namun, mereka yang punya semangat untuk kreatif, inovatif, berani mengambil risiko, serta mampu mengubah ”sampah” menjadi ”emas”.
Antonius Tanan, yang bekerja di Grup Ciputra sejak tahun 1987, dipercaya Ciputra untuk menyusun silabus serta mengembangkan entrepreneur atau kewirausahaan dalam pendidikan di Indonesia.
Ia sukses menerjemahkan pendidikan kewirausahaan di sekolah-sekolah di bawah naungan Grup Ciputra, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Antonius yang kemudian diangkat sebagai Presiden Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC) mendampingi Ciputra melakukan road show ke sejumlah kota dan kampus di seluruh Indonesia untuk menyebarluaskan semangat kewirausahaan. Ia bertemu juga dengan pejabat tinggi pemerintah dan tokoh masyarakat untuk meyakinkan mereka pentingnya entrepreneurship bagi masa depan bangsa.
Kesibukan Antonius bersama Tim UCEC terus meluaskan kerja sama dengan beragam institusi guna menyebarluaskan pendidikan kewirausahaan. Dimulai dari Campus Entrepreneur Program di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) September 2007, kemudian berlanjut ke Surabaya dan kota-kota lainnya di Tanah Air.
Diselenggarakan pula Training of Trainers untuk dosen-dosen kewirausahaan. Lalu, Training of Trainers Entrepreneurship Educator selama tiga bulan untuk mereka yang akan menjadi entrepreneur sekaligus pelatih atau pendidik entrepreneurship.
Di lingkungan keluarganya, Antonius Tanan juga menumbuhkan semangat kewirausahaan. Misalnya, anaknya yang masih sekolah dasar diminta untuk memberikan hadiah ulang tahun sesuatu yang tak ada di toko. Akhirnya, dengan kreativitasnya sendiri, anaknya menyusun sebuah lagu lengkap dengan aransemen musik ciptaannya sendiri.
Mengapa pendidikan kewirausahaan perlu dilakukan di Indonesia?
Saya sangat gelisah membayangkan anak-anak generasi sekarang kalau nanti 20 tahun lagi tidak mampu menciptakan pekerjaan bagi diri sendiri. Apakah semua orang akan jadi entrepreneur? Tentu tidak. Kalaupun mereka menjadi pegawai, akan menjadi pegawai yang baik. Karena pendidikan entrepreneurship mengajarkan inisiatif, kreatif, yang sifatnya holistik.
Tidak semua orang mau jadi pengusaha. Apa tetap perlu memperkenalkan pendidikan kewirausahaan lewat sekolah?
Saya melihat di masyarakat punya pandangan yang keliru tentang pendidikan entrepreneurship. Pertama, ada yang berkata kalau memasukkan pendidikan entrepreneurship berarti membuat kurikulum baru. Sebenarnya tidak perlu. Pendidikan entrepreneurship itu memperkaya dan mempertajam kurikulum yang sudah ada.
Kedua, ada juga anggapan mengajarkan entrepreneurship itu mengajarkan dagang. Itu terlalu sempit. Pendidikan entrepreneurship lebih luas dari itu. Ketiga, kita menganggap berpikir belajar entrepreneurship itu kalau sudah besar. Itu keliru. Benih-benih inspirasinya mesti dimulai sejak dari kecil. Ini bisa dimulai dari mengembangkan kreativitas.
Saya membayangkan dan merindukan Indonesia menciptakan produk-produk hebat setaraf Google, Microsoft, dan sebagainya. Tidak sekarang mungkin, tetapi benihnya kenapa enggak kita siapkan sekarang. Pendidikan kewirausahaan menuntut adanya kreativitas. Belajar jangan memori, tapi harus kreatif!
Bagaimana mewujudkan pendidikan entrepreneurship di Indonesia?
Ketika diminta menerapkan pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi dengan mendirikan Universitas Ciputra tahun 2006, buat saya masuk akal. Banyak perguruan tinggi bisnis, tetapi tidak mengajarkan secara spesifik masalah kewirausahaan.
Saat saya diminta mengajarkan kewirausahaan sejak dari taman kanak-kanak, saya gamang dan kaget. Apa mungkin? Saya coba cari informasi di internet.
Tahun 2006 saya ke Amerika Serikat. Saya kaget, ternyata ada konferensi di tentang pendidikan entrepreneurship untuk guru-guru di Arizona. Konferensi itu sudah yang ke-24. Tidak heran jika entrepreneur muda banyak lahir dari Amerika Serikat karena mereka mengembangkan entrepreneurship sudah sangat lama. Mereka kini tinggal memetik hasilnya.
Sebenarnya apa yang bisa didapat dari pendidikan entreprenership?
Di balik pendidikan kewirausahaan adalah kreativitas. Kita tahu, saat anak-anak mereka sangat kreatif. Namun saat mereka sekolah hingga selesai, kreativitas mereka hilang menjadi semangat pekerja. Di mana hilangnya? Tentu ada yang kurang dalam sistem pendidikan, lingkungan, serta kehidupan keluarga.
Bagaimana menjalankan pendidikan entrepreneurship di setiap level pendidikan?
Sebenarnya bisa dibuat strukturnya. Kalau di TK itu harus mulai pikirkan kreativitas. Kreativitas itu anugerah yang luar biasa. Hidup itu jauh lebih mudah kalau kita kreatif. Kreativitas mesti terpelihara. Di SD, anak-anak di-explor dengan beragam keunikan dan keberbakatan.
Di SMP diharapkan mereka sudah tahu keberbakatannya. Pada saat ini, pendidikan entrepreneurship bisa masuk ke life skill. Saat SMA keberbakatan itu sudah pernah dicoba di pasar. Kalau kita bisa gabungkan keberbakatan dan entreprenuership, itu powerful.
Bagaimana pengembangan pendidikan entrepreneurship ke depannya?
Lewat pendidikan kewirausahaan ini Pak Ciputra ingin lahir empat juta entrepreneur baru. Entrepreneur ini tersebar mulai dari pesisir sampai pegunungan, dari desa sampai kota besar, anak-anak semua kalangan. Jika entrepreneur sudah menjadi semangat bersama, yakinlah bangsa ini pasti akan maju.
Oleh Ester Lince Napitupulu
Sumber: http://edukasi.kompas.com
Saturday, January 1, 2011
PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Posted by dwee pasmah on 2:20 AM
0 comments:
Post a Comment