Sunday, December 7, 2008

Samakah Demokrasi dengan Demonstrasi

Di indonesia saat ini sedang bergulir proses pembelajaran berdemokrasi.
Iklim demokrasi mulai bergulir setelah orde reformasi yang menggantikan orde baru.
pergantian orde baru ke orde reformasi terjadi dengan didukung demonstrasi besar besaran oleh kalangan mahasiswa se Indonesia pada waktu itu. Dan hal itu sudah terjadi 10 tahun yang lalu, dengan konsep demokrasi yang lebih nyata, karna dianggap terjadi pengkebirian demokrasi pada rezim orde baru sehingga kebebasan berpendapat tidak terjadi.
Pada orde reformasi ini memang sudah mulai nampak kebebasan berpendapat, tapi semakin hari kebebasan berpendapat itu semakin melampaui batas dan bahkan cenderung menjadi anarki.
Seharusnya kebebasan berpendapat ini juga memperhatikan dan menghormati pendapat orang lain, tapi yang semakin nampak saat ini adalah kebebasan berpendapat dan memaksa orang lain untuk sependapat, kalau tidak sependapat maka akan terjadi demonstrasi dengan alasan demokrasi.
Bahkan demonstrasi dengan alasan demokrasi ini tidak sedikit yang merusak fasilitas umum, dimana fasilitas itu dibangun dengan uang rakyat. Nah bila fasilitas itu rusak maka pemerintah harus menganggarkan kembali untu perbaikan dimana anggaran tersebut juga dari uang rakyat, padahal demonstrasi yang dilakukan tersebut adalah dengan alasan kepentingan rakyat, rakyat yang manakah yang diwakili?
Kalau kita telaah kejadian-kejadian melalui media masa, mahasiswa berdemonstrasi dijalanan menyebabkan lalulintas macet, kemudian mahasiswa berkelahi antar kampus, bahkan antar jurusan didalam satu kampus, dengan alasan juga demonstrasi demi demokrasi.
Calon kepala Daerah baik tingkat propinsi maupun Kabupaten Kota tidak menerima kekalahan Pilkada sehingga pendukungnya berdemo tiada henti sampai merusak fasilitas umum juga, juga dengan alasan demokrasi.
Semudah itukan orang memaksakan kehendak dengan demonstrasi menggunakan alasan demokrasi, sesederhana itukah sebuah demokrasi?
Apakah demi Demokrasi orang harus melakukan demonstrasi?
Sedangkal itukah pengertian sebuah Demokrasi?
Yang diinginkan rakyat sekarang bukan demonstrasi tapi sebuah demokrasi, sehingga timbul rasa aman dan tentram bukan keresahan dan kekalutan serta rasa ketakutan.
Mungkin hal itu akan terjadi bila orang bisa membedakan arti demonstrasi dan demokrasi
Mungkin juga hal itu akan terjadi bila orang menilai kebebasan tidak kebabablasan.
Tapi kapan itu terjadi?
Kita cuman bisa berdoa mudah mudahan .....................
Allah mengabulkan doa kita.

Wednesday, November 19, 2008

PENDIDIKAN GRATIS

Kembali Pendidikan menjadi pembicaraan yang sangat hangat, apalagi setelah beberapa politikus mengangkat pendidikan gratis ini sebagai salah satu bumbu penyedap di dalam kampanye politiknya.
Tapi bisakah diwujudkan isu pendidikan gratis ini?
Sebenarnya pendidikan gratis ini sudah ada sejak lama, semenjak adanya pendidikan luar sekolah yang kemudian berubah nama pendidikan non formal. Jadi kalau kemudian kaum politikus mengangkat pendidikan gratis ini sebagai pokok program kerjanya adalah menjadi barang yang usang.
Tetapi kemudian menjadi timbul pertanyaan kenapa sampai masyarakat kurang mengetahui adanya pendidikan gratis ini?
Ada beberapa sebab diantaranya adalah kurang tersosialisasikannya program pendidikan non formal ini di masyarakat, atau bisa jadi karna mutu pendidikan non formal ini yang masih dipertanyakan.
Jadi sebenarnya pendidikan gratis ini sudah ada dan jalan yang yang seharusnya ditempuh adalah bagaimana pendidikan non formal ini menjadi benar benar setara baik kualitas hasilnya maupun proses pembelajarannya, sehingga pendidikan non formal ini menjadi pendidikan grastis yang tidak termarjinalkan.
Bahkan pada konsep dasarnya pendidikan non formal ini sejak awal sudah bertumpu ke pendidikan kesetaraan dengan berbasis keterampilan hidup disesuaikan dengan muatan lokal daerah.

oleh: Dwi Sarmulyanto (pemerhati Pendidikan nonformal dan informal)

Monday, January 28, 2008

SELAMAT JALAN PAK HARTO

Inalillahi Wa inailaihi Rajiun
Tanggal 28 Januari tahun 2007
Kembali Indonesia kehilangan salah seorang putra terbaiknya
Purnawirawan Jenderal Suharto, mantan Presiden Kedua Republik Indonesia telah berpulang ke Rahmatullah
Kepulangan beliau di iringi dengan tangisan kesedihan, haru biru tetapi diiringi pula dengan meledaknya kembali cacian kritikan demo anti suharto dan sebagainya.
Sebagai seorang rakyat Indonesia aku merasa sangat kehilangan, sedih dan prihatin dengan meninggalnya sang jenderal besar.
Sebagai manusia biasa Aku merasa kehilangan dan sedih karna kehilangan sosok ketokohan sang jenderal ini, tetapi aku merasa prihatin karna ternyata masih banyak orang yang tinggal di negara Indonesia kita tercinta tidak tahu mengucap terima kasih
Saat itu aku berpikir, apakah sudah tidak adalagi rasa hormat oknum oknum calon intelektual tersebut terhadap mantan presidennya?
Tidak adakah sama sekali perbuatan baik yang dilakukan pak harto pada saat beliau memerintah?
Benarkah bahwa seluruh perbuatan Pak Harto adalah kejahatan?
Sehingga tidak ada waktu sedikitpun dari para pendemo anti Suharto untuk ikut berbela sungkawa meski sejenak?
Kasian sekali Indonesiaku tercinta, memiliki beberapa rakyat yang tidak tau berbela sungkawa.
Aku sempat berpikir, apakah mereka yang anti suharto itu bener bener orang yang bersih tanpa pernah melakukan kesalahan sama sekali, nabikah mereka, malaikatkah mereka, benarkah demo yang mereka lakukan demi kepentingan rakyat Indonesia, Bangsa Indonesia tercinta, ataukah hanya sekedar ikut gejolak arus, ikut ramai, tidak adakah yang menunggangi mereka dengan berbagai kepentingan?
Bukankah sebaik baik manusia itu masih ada juga khilafnya dan sejahat jahat manusia pernah juga ada baiknya?
Akhirnya kita hanya bisa berdoa semoga amal bakti sang jenderal besar dapat di terima di sisiNya, dan segala kesalahan dan khilafnya sebagai manusia dapat di maafkan

oleh : Dwi Sarmulyanto

Saturday, January 19, 2008

PEMENANG BUKANLAH SANG PETARUNG

Sikap untuk siap menang dan tidak siap kalah dalam setiap event ternyata kadang menimbulkan keuntungan bagi pihak lain yang tidak pernah ikut bertarung dalam even itu.
Seperti contoh yang terjadi pada pilkada di propinsi sulawesi selatan, setelah adanya laporan tentang penggelembungan suara yang dilakukan pasangan Cagub dan Cawagub "SAYANG" oleh pasangan Cagub dan Cawagub "ASMARA" maka muncul hasil keputusan MA untuk melakukan pilkada ulang.
Tetapi kembali timbul pro dan kontra terhadap keputusan lembaga tinggi negara tersebut, sehingga kembali memanaskan suasana kota makassar yang memang sudah panas (berarti kepercayaan terhadaop lembaga hukum tertinggi negara sudah berkurang).
Akhirnya kemarin tanggal 19 Januari tahun 2007 dilantiklah Gubernur Careteker dari pihak yang bukan petarung (bahkan mungkin sang careteker tersebut tidak pernah bermimpi untuk menjabat sebagai gubernur propinsi sulawesi selatan), meski itu sifatnya hanya sementara, kalau di ambil hikmahnya jelas bahwa sikap siap menang dan tidak siap kalah ternyata menimbulkan keuntungan pada pihak bukan petarung.
Akhirnya kembali timbul pertanyaan kapankah warga Indonesia menjadi orang yang siap menang dan siap kalah baik dalam sikap maupun perkataan.

oleh : Dwi Sarmulyanto

Friday, January 18, 2008

SIAP MENANG DAN SIAP KALAH

Dalam setiap event apapapun, selalu saja orang berkata siap untuk menang dan siap untuk kalah, sebelum event itu terjadi, apakah itu event antar RT, antar kampung ato bahkan event nasional.
Sangat sangat membanggakan kalau perkataan itu dapat pula di wujudkan sebagaimana mestinya.
Tetapi apa yang nampak di mass media baik elektronik maupun cetak, semuanya cuman sekedar bicara tanpa ujung dan pangkal dan tidak tau siapa yang harus bertanggung jawab atas perkataan itu.
Pertandingan sepak bola antar kampung berubah menjadi tawuran bila salah satu tim ada yang kalah, dengan alasan di curangi dan sebagainya.(lha kalau ada yang menang tentu ada yang kalah dong)
Berita yang masih hangat di media cetak saya baca suporter sebuah kesebelasan membakar gawang karna timnya kalah padahal ini even nasional.
Berita hangat hasil pilkada di sulsel ditolak karena salah satu pihak merasa di curangi, jelas yang merasa dicurangi adalah pihak yang kalah, akhirnya setelah melalui proses hukum harus ada pilkada ulang, nah timbul kerusuhan karna pihak pendukung dari pemenang tidak ingin mengulang dan ingin segera dilantik cagub maupun cawagub sesuai hasil pilkada (inikah ujud siap menang dan siap kalah) akhirnya masyarakat juga yang menjadi korban, karna akibat demo yang biasanya merusak fasilitas umum, membakar ban dijalan sehingga merusak aspal. Pada saat aspal itu diperbaiki otomatis pake uang rakyat bukan uang pejabat iya toh?
Dulu pernah juga terjadi para yang mulia wakil rakyat berkelahi di dalam gedung wakil rakyat, yang notabene dibangun juga dengan uang rakyat untuk tempat memperjuangkan kepentingan rakyat, jelas hal itu terjadi karna siap menang dan tidak siap kalah (lha wong wakil rakyatnya aja berkelahi, jelas rakyatnya juga seperti diajari juga dong)
Oleh karena itu para pejabat maupun rakyat jangan dong ikut berlomba kalau cuman siap menang tapi tidak siap kalah, karna kalau ada pemenang pasti ada yang kalah, begitu juga sebaliknya kalau kata itu bukan sekedar hiasan bibir, rasa-rasanya berkurang deh kerusuhan di negeri Indonesia kita tercinta ini