Saturday, November 26, 2011

Konsep Pendidikan Karakter

Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada kecerdasan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah sekolah yang ada masih disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid, ujian akhir hingga ujian nasional. Ditambah latihan-latihan soal harian dan pekerjaan rumah untuk memecahkan pertanyaan di buku pelajaran yang biasanya tak relevan dengan kehidupan sehari hari para siswa.

Saatnya para pengambil kebijakan, para pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka angka. Hendaknya institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan pengalaman pengalaman bagi siswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul.

Pengertian Pendidikan Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Konsep Pendidikan Karakter
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.

Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.

Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.

Kofigurasi Karakter
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

sumber : http://kabar-pendidikan.blogspot.com

Thursday, November 24, 2011

Pentingnya PAUD

Pendahuluan

Pendidikan adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa.oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti jenjang pendidikan, baik jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah maupun tinggi.

Kebanyakan anak-anak Indonesia dalam memulai proses masuk ke lembaga pendidikan, mengabaikan pendidikan anak usia dini, padahal untuk membiasakan diri dan mengembangkan pola pikir anak pendidikan sejak usia dini mutlak diperlukan. Saat ini sudah ada kesadaran kearah sana, namun dengan luas dan jumlah penduduk Indonesia yang besar dan lembaga pendidikan anak usia dini masih bersifat seadanya dan banyak yang belum memenui keriteria pendidikan anak usia dini, apalagi pos PAUD yang merupakan perkembangan dari posyandu terintegrasi, dimana awalnya lembaga ini diarahkan untuk mengadakan timbangan badan dan memberikan makanan sehat, yang ahirnya difungsikan untuk memberi stimulasi pendidikan.

Peran ganda ini akan menjadi masalah karena para pengajar tidak dipersiapkan sebelumnya, dimana para kader di pos PAUD adalah berasal dari kader posyandu yang notabene tidak memiliki latar belakang pendidikan yang memadai, sehingga seiring dengan pesatnya perkembangan PAUD maka sudah menjadi tuntutan bagi kader untuk terus mengembangkan pendidikan masing-masing.

Secara krusial perhatian pemerintah adalah tercermin didalam undang-undang sistem pendidikan nasional khususnya yang tertera didalam UU no 20 tahun 2003. khususnya yang terdapat di dalam pasal 28. Dalam salah satu ayat dalam pasal 28 tersebut dikatakan bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan sebelum pendidikan dasar, dan dalam ayat yang lain dikatakan bahwa pendidikan anak usia dini bukan merupakan prasarat untuk masuk pendidikan dasar. Dan dalam pasal yang lain disebutkan bahwa pendidikan dimulai dari pendidikan dasar,menengah dan pendidikan tinggi.Dengan pasal ini jelas bahwa pendidikandikan di Indonesia tidak dimulai dari pendidikan anak usia dini(PAUD),sehingga banyak kebijakan pemerintah sampai dengan sekarang tidak menyentuh pada PAUD,misalnya tentang ketentuan tentang wajib belajar,dan bantuan yang sifatnya financial;padahal dari aspek lain kita mengakui tentang pentinya pendidikan anak usia dini yang disebut masa mas,bukan masa perak.

Dengan adanya beberapa pasal dan ayat didalam UU no 20 tahun 2003, maka perkembangan dari pendidikan anak usia dini baik dalam bentuk formal maupun non formal secara yuridis tidak mendukung perkembangan PAUD.Bahkan banyak pasal dalam undang undang No 20 tahun 2003 yang saling bertentangan terutama yang terkait dengan PAUD(yang masa terdahulu disebut dengan pendidikan pra sekolah)

Padahal masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pndidikan yang optimal

Masalah

Bagaimanakah pendidkan anak usia dini dalam konteks pendidkan nasional ?

Pembahasan

Periode emas bagi perkembangan anak adalah dimaksudkan untuk memperoleh proses pendidikan, dan periode ini adalah tahun-tahun yang sangat berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannnya sebagai stimulus terhadap perkembangan kepribadian , psikomotor, kognitif maupun sosialnya.

Berdasarkan hasil penelitian sekitar 50% kapabilitaas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun,8 0% telah terjadi perkembangan yang pesat tentang jaringan otak ketika anak berumur 8 tahun dan mencapai puncaknya ketika anak berumur 18 tahun, dan setelah itu walaupun dilakukan perbaikan nutrisi tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan kognitif.

Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya. Sehingga periode ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewatkan berarti habislah peluangnya.

Untuk itu pendidikan anak usia dini seharusnya memberikan rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat adalah sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.Pemerintah dalam hal jangan sekai-kali melakukan pendekatan yang sangat diskriminatif terutama dalam pengambilan kebijakan terhadap PAUD (baik paud forma,non formal mupun paud informal) terutama pada pos paud,karena UU No 20 tahun 2003 tidak mengenal istilah pos paud (secara tersurat),sekali lagi pemerintah tidak boleh berlaku deskriminatif.

Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan panduan stimulasi dalam program

Bina Keluarga Balita (BKB) sjak tahun 1980, namun implementasinya belum memasyarakat. Hasil penelitian Herawati ( 2002) di Bogor menemukan bahwa dari 265 keluarga yang diteliti hanya 15% yang mengetahui program BKB, factor lain adalah rendahnya partisipasi orang tua dalam program BKB.

Berbagai satuan pendidikan anak usia dini yang merupakan pendidikan PAUD yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun, terdapat berbagai lembaga PAUD yang selama ini telah dikenal oleh masyarakat luas :

1. TAMAN KANAK- KANAK DAN RAUDATUL ATFAL (RA)

Pengerian : TK / RA adalah asalah satu bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan fprmal yng menyeleggelarakan program pendidikan bagi anak usia 4 tahun sampai 6 tahun .

Sasaran, pendidikan TK adalah anak usia 4-6 tahun ,yang dibagi kedalam dua kelompok belajar berdasarkan usia yaitu kelompok A untuk anak usia 4-5 tahun dan kelompok B untuk anak didik usia 5-6 tahun .

Layanan program : TK minimal dilaksanakan 6 hari dalam seminggu dengan jam layanan minimal 2,5 jam per hari.jumlah layanan dalam satu tahun mnimal 160 hari atau 34 minggu

Tenaga pendidik : guru

Persyaratan tenaga pendidik di TK sebagi berikut :

- Memiliki tenaga pendidik dengan kualifikasi akademik sekurang-kurangnya D-IV atau sarjana (S-1) di bidang Pendidikan Anak Usia Dini, Kependidikan lain atau psikologi dan memiliki sertifikasi profesi guru PAUD.

- Memiliki tenaga kependidikan meliputi sekurang-kurangnya minimal satu kepala Taman kanak-kanak, tenaga administrasi dan tenaga kebersihan.

- Menyediakan tenaga kesehatan dan atau psikolog yang telah memiliki izin praktek.

Rasio, antara pendidik dan anak dalam standar pelayanan minimal (SPM) adalah 1:25, sedangkan rasio ideal satu orang pendidik melayani 10/12 anak.

Persyaratan administrasi :
Memiliki lembaga yang berbadan hukum dan terdaftar di Dinas Sosial
Memiliki izin penyelenggaraan dari Suku Dinas Kotamadya
Memiliki kurikulum TK dan perangkatnya
Memiliki sarana bermain, meliputi Outdoor dan Indoor.
Memiliki prasarana dan sarana sesuai dengan SPM dan SK Gubernur tentang penyelenggaraan PAUD
Memiliki sumber pembiayaan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu lima tahun.

Struktur Kurikulum, TK dan RA memiliki dua bidang pengembangan, yaitu

1. Pembiasaan (pengembangan diri), yang terdiri : moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional dan kemandirian

2. Pengembangan kemampuan dasar, yang terdiri dari bidang pengembangan berbahasa, kognitif, fisik/motorik dan seni.

2. KELOMPOK BERMAIN

Pengertian, kelompok Bermain (KB) adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun.

Tujuan, penyelenggaraan KB bertujuan untuk menyediakan pelayanan pendidikan, gizi dan kesehatan anak secara holistic dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak sesuai dengan potensi anak yang dilaksanakan sambil bermain.

Peserta didik, di KB diprioritaskan bagi anak usia 2 s.d 4 tahun dengan jumlah anak sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) anak. Selain itu anak usia 5 s.d 6 tahun yang karena sesuatu hal (terpaksa) tidak mendapat kesempatan terlayani di lembaga PAUD formal dapat dilayani di Kelompok Bermain dengan jumlah minimal 10 anak.

Tenaga pendidik, KB dipersyaratkan memenuhi kualifikasi, yaitu : berpendidikan minimal SLTA/ sederajat, sehat jasmani dan rohani, mendapatkan pelatihan PAUD, memiliki kemampuan mengelola kegiatan / proses pembelajaran PAUD, memahami dan menyayangi anak, memahami tahapan tumbuh kembang anak, memahami prinsip-prinsip PAUD dan diangkat secara sah oleh Pengelola Kelompok Bermain.

Hak dan kewajiban, Hak : Pendidik KB berhak mendapat insentif baik dalam bentuk materi, penghargaan maupun peningkatan kinerja sesuai dengan kemampuan dan kondisi setempat (baik melalui APBN, APBD I dan II serta melalui masyarakat ; Kewajiban : pendidik KB berkewajiban untuk membimbing anak, menyiapkan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan semua potensi anak dan pembentukan sikap serta perilaku anak.

Tenaga Pengelola, KB hendaknya memiliki kualifikasi sebagai berikut : pendidikan minimal SLTA/sederajat, memiliki kemampuan dalam mengelola dalam mengelola program KB secara professional, memiliki kemampuan dalam melakukan koordinasi dengan tenaga pendidik, instansi terkait dan masyarakat, memiliki kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat dan anak didik serta orang tuanya, memiliki tanggung jawab moral untuk mempertahankan dan meningkatkan keberlangsungan KB yang dikelolanya.

Hak dan Kewajiban, Hak : mendapat pengakuan tentang pengelolaan KB dari Pemerintah Daerah setempat, mendapat kesempatan untuk meningkatkan mutu Pengelola kelompok bermain, mendapat insentif baik dalam bentuk materi, penghargaan maupun peningkatan kinerja sesuai dengan kemampuan dan kondisi setempat, Kewajiban : melakukan pendataan, mengajukan perizinan, menyiapkan sarana dan prasarana, melakukan koordinasi dengan lintas sector terkait, melakukan fungsi manajemen terkait.

Teknis Penyelenggaraan, secara umum dapat diselenggarakan tanpa terkait waktu, tempat, sarana dan prasarana dengan mengutamakan potensi yang ada di lingkungan AUD serta adanya kepedulian lingkungan terhadap pendidikan anak usia 2-6 tahun, khususnya anak usia 2-4 tahun.

Persyaratan Pendirian, setiap pendirian/penyelenggaraan baik perorangan, lembaga maupun organisasi ataupun lembaga swadaya masyarakat harus memenuhi syarat penyelenggaraan sebagai berikut :

Memiliki temapat yang layak untuk menyelengarakan kegiatan KB
Memiliki anak didik
Memiliki tenaga pendidik
Memiliki tenaga pengelola
Memiliki sarana dan prasarana
Memiliki sarana dan prasarana
Memilki alat permainan Edukatif (APE)
Memiliki program pembelajaran

Prosedur Perizinan, setiap pendiri/penyelenggaraan program KB baik perorangan, lembaga, maupun organisasi ataupun lembaga swadaya masyarakat mengajukan permohonan izin penyelenggaraan ke Dinas Pendidikan kabupaten/Kota yang membidangi PAUD dijalur pendidikan nonformal.

- Prosedur, setelah 6 (enam) bulan kegiatan KB berjalan, penyelenggara/pengelola mendaftar untuk minta izin operasional KB ke Dinas Pendidikan Kabupaten /Kota dengan membawa laporan tertulis yang berisi tentang gambaran KB dalam memenuhi syarat minimal penyelengggaraan.

- Penetapan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah laporan diterima, Dinas Pendidikan setempat menilai kelayakan penyelenggaraan program KB, dan apabila dinilai telah layak menyelenggarakan program maka KB dimaksud berhak mendapt izin pendirian. Apabila dinilai belum layak, maka harus diadakan perbaikan-perbaikan terlebih dahulu sampai dinilai layak mendapat izin pendirian.

3. TAMAN PENITIPAN ANAK

Pengertian, TPA adlah salah satu bentuk PAUD ini jalur pendidikan non-formal yang menyelenggaran program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. Atau dengan perkataan lain, TPA adalah wahana pendidikan dan pembinaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain, (Depdiknas, Program Belajar TPA, Depdiknas, Jakarta 2001).

Bentuk TPA, beragam kondisi masyarakat dengan cirri khas masing-masing di daerah, menjadikan bentuk TPA bervariasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat, ada 5 pengelompkkan TPA, yaitu TPA Perkantoran, TPA Pasar, TPA Lingkungan (perumahan), TPA perkebunan dan TPA rumah sakit.

Peserta didik, adalah :

anak usia 0-4 tahun yang orang tuanya bekerja (prioritas)
anak usia 0-6 tahun yang tidak mendaptkan layanan pendidikan AUD
peserta didik yang sekurang-kurangnya berusia 3 bln-6 th dan berjumlah 5 orang atau lebih (kecuali anak yang berkebutuhan khusus).

Pendidik, dengan kualifikasi-kualifikasi dasar sebagai berikut :

memiliki kualifikasi akademik minimal SLTA sederajat
mendapat pelatihan PAUD
memahami dan menyayangi anak
memahami tahapan tumbuh kembang anak
memahami prinsip-prinsip PAUD
memiliki kemampuan mengelola (merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, membuat laporan ) kegiatan / proses pembelajaran pendidikan AUD.
Diangkat secara sah oleh pengelola TPA.
Sehat jasmani dan rohani

Hak dan kewajiban pendidik, kewajiban : pendidik di TPA berkewajiban untuk membimbing anak dan menyiapkan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan semua potensi anak dan pembentukan sikap serta perilaku anak yang :

Sesuai dengan nilai agama dan budaya setempat
Berdisiplin mematuhi aturan yang berlaku
Bertanggung jawab dalam memelihara lingkungan san sarana bermain
Saling mneghirmati antar teman dan kepada orang yang lebih tua
Saling menyayangi teman, keluarga dan masyarakat
Mencintai dan memelihara lingkungan
Membuat laporan berkala tentang tumbuh-kembang anak.

Hak, pendidik TPA berhak mendapat :

1. Insentif, baik dalam bentuk materi maupun penghargaan

2. Pelatihan untuk peningkatan kinerja sesuai dengan kemampuan dan kondisi setempat.

3. Magang untuk meningkatkan wawasan dan pengalaman dalam mengasuh dan membelajarkan anak-anak yang tergabung dalam TPA.

4. Workshop, semiloka atau kegiatan sejenis untuk menambah pengetahuan yang berhubungan dengan kemajuan PAUD di bidang IPTEK.

Pengelola, dengan kualifikasi dasar sebagai berikut : Lulusan SLTA dan atau sederajat, sehat jasmani dan rohani, memiliki ketrampilan tentang dasar-dasar manajemen, memiliki wawasan tentang pendidikan anak usia dini, memiliki pengalaman dalam mengelola suatu lembaga, diangkat secara sah oleh pengurus Yayasan dan atau Pemilik TPA.

Hak dan kewajiban Pengelola TPA, kewajiban : pengelola berkewajiban mendukung kegiatan proses pembelajaran dengan memfasilitasi sarana dan prasarana di TPA dalam meletakkan dasar-dasar kepribadian, kecerdasan, lingkungan sosial anak dan menjaga kesehatan, serta memberikan rasa aman agar anak mampu mengikuti pendidikan labih lanjut ; Hak : pengelola TPA berhak mendapat insentif baik dalam bentuk materi, penghargaan maupun peningkatan kinerja sesuai dengan kemapuan dan kondisi setempat.

Pengasuh / perawat, dengan kualitas dasar sebagai berikut : lulusan SLTA sederajat yang telah mendapat pelatihan PAUD, sehat jasmani dan rohani, memiliki ketrampilan di bidang perawatan dan pengasuhan anak (pramubalita), diangkat secara sah oleh pengelola TPA.

Hak dan Kewajiban Pengasuh TPA, kewajiban : pengasuh berkewajiban mendukung kegiatan proses pembelajaran di TPA dalam meletakkan dasar-dasar kepribadian, kecerdasan, lingkungan sosial anak dan menjaga kesehatan, serta memberikan rasa aman agar anak mampu mengikuti pendidikan lebih lanjut ; hak : pengasuh di TPA berhak mendapat insentif baim dalam bnetuk materi, penghargaan maupun peningkatan kinerja sesuai dengan kemampuan dan kondisi setempat.

Rasio pendidik/ pengasuh : peserta didik, yang tergabung dalam TPA dibagi menurut usia :

0-12 bulan = 1 orang : 2 bayi
13-36 bulan = 1 orang : 4 anak
37-60 bulan = 1 orang : 8 anak
61-72 bulan =1 0rang : 10 anak

Teknis penyelenggaraan, persyaratan :

Lingkungan TPA
Tempat Belajar
Ruangan
Perabot
Sarana belajar.

Perizinan TPA, merupakan suatu ketetapan pemerintah yang diberikan kepada setiap TPA, setelah memenuhi persyaratan administrasi dan dinilai kelayakannya untuk menyelenggarakan program pembelajaran bagi anak usia dini yang dititipkan pada TPA tersebut. Izin ini berlaku pada kurun waktu tertentu dan dapat diperpanjang kembali. Izin ini dikeluarkan oleh Dinas yang ditunjuk oleh pemerintah Daerah (PEMDA) setempat dalam hal ini Dinas Pendidikan (bidang pendidikan non formal dan informal/subdin PNFI) dan atau Dinas Sosial di tingkat kabupaten / kota dan atau lembaga lain yang ditunjuk pemerintah kabupaten / kota.

Pembiayaan, yayasan /badan/perorangan penyelenggara TPA bertanggung jawab atas pembiayaan yang diperlukan bagi pengelolaan program di TPA bersangkutan; Pemerintah Daerah /Pusat agar member bantuan kepada TPA yang diselenggrakan oleh yayasan/ perorangan dalam bentuk dana dan atau sarana pendidikan. Pendidik dan bantuan lain disesuaikan dengan anggran yang diperuntukkan bagi pengembangan PAUD.

POS PAUD

Peserta didik, di pos PAUD adalah anak usia 0-6 tahun yang tidak terlayani PAUD lainnya. Orang tua wajib memperhatikan kegiatan anak selama di pos PAUD agar dapat melanjutkan di rumah.

Pendidik pos PAUD, dapat disebut kader atau sebutan lain yang sesuai dengan kebiasaan setempat ; jumlah kader paud sesuai dengan jumlah usia anak yang terlayani.

Persyaratan kader pos PAUD ; latar belakang pendidikan SLTA atau sederajat, menyayangi anak kecil, bersedia berkerja secara sukarela, memilki waktu untuk melaksanakan tugasnya, dapat bekerja sama dengan sesame kader.

Tugas kader kelopok anak usia 0-2 tahun :

- Menyiapkan administrasi kelompok, yaitu : daftar Hadir, buku Rencana kegiatan anak, buku catatan perkembangan anak, dan kartu deteksi dini tumbuh kembang anak (DDTK).

Menyiapkan kegiatan anak sesuai dengan rencana hari ini.
Menyiapkan tempat dan APE untuk pengasuhan bersama.
Menyambut kedatangan anak dan orang tua.
Mengisi daftar hadir
Mendampingi orang tua dalam pengasuhan bersama.
Mencatat perkembangan anak yang terjadi hari itu (bila ada).
Melakukan deteksi dini dengan menggunakan kartu DDTK kepada anak yang saatnya dideteksi.

Tugas kader kelompok anak usia 2-6 tahun :
Menyiapkan adminstrasi kelompok : Daftar hadir anak, buku rencana kegiatan anak, buku catatan perkembangan anak, buku-buku panduan pos PAUD, dan kartu deteksi dini tumbuh kembang anak (DDTK).
Menyiapkan kegiatan anak sesuai rencanan hari itu.
Menata kegiatan untuk main bebas sebelum kegiatan dimulai.
Menyambut kedatangan anak.
Bersama kader lain memandu anak-anak dalam kegiatan pembukaan (main gerakan kasar) di halaman.
Mengisi daftar hadir anak.
Memandu kegiatan anak di kelompok yang dibinanya.
Mencatat perkembangan anak.
Melakukan deteksi dini dengan menggunakan kartu DDTK kepada anak yang saatnya dideteksi)

KEBIJAKAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)

Berbagai kebijakan terkait dengan keberadaan PAUD di Indonesia telah ditetapkan dalam dokumen resmi Negara, seperti :

Dalam pembukan UUD 1945 khususnya dalam alenia ke-4, …… kemudian dari pada kitu untuk membentuk suatu persatuan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat, mencerdaskan kehidupan banbsa,dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial ….”

Dari bunyi alinea ke 4 ini jelaslah bahwa mencerdaskan anak berarti membangun kwalitas SDM , yang berarti membangun kualitas SDM Negara.

Amandemen UUD 1945 khususnya pada pasal 28 C ayat 2 bahwa setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Sedangkan menurut UU perlindungan anak Nomor 23 tahun 2002, setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta dapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 4); setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan bakatnya (pasal 9 ayat 1) dan selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Khususnya bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan anak yang memiliki keunggulan juga mendapatkan pendidikan khusus (pasal 9 ayat 2). (Departemen Sosial RI, 2005 : 5).

Selanjutnya dalam Undang-undang no 20 tahun 2003 dikatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya yang dituukan bagi anak sejak lahir samapi dengan usia 6 tahun yang dialukan melalui pemberian rangsangan pendidikan membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani & rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Beberapa komitmen lain dari pemerintah Indonesia terhadap pengembangan anak usia dini dengan dikeluarkannya keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.051/0/2001 tentang didirikannya Direktorat PADU (Pandidikan Anak Dini Usia) di lingkungan Departemen Nasional yang selanjutnya direktorat ini berubah menjadi Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (Direktorat PAUD).

Selanjutnya Presiden mengeluarkan peraturan presiden No.14 th 2010 dimana dengan peraturan presiden ini Direktorat PAUD yang awalnya mngurusi PAUD non formal berubah menjadi Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal (dimana salah satu fungsinya menyelenggarakan pendidikan anak usia dini formal, non formal, dan informal).

Demikianlah berbagai ketentuan konstitusi negara republic Indonesia yang dimulai dari ketentuan UUD 1945, sampai dengan peraturan presiden,masihkah kita tidak mau untuk melaksanakan ketentun tersebut dengan murni dan konsekwen?kalau demikian berarti kita telah melakukan pelanggaran terhdap konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

sumber : http://posyandu.org/

Wednesday, November 23, 2011

PENDIDIKAN TOLERANSI

Ditengah kemajemukan kehidupan berbangsa, paham toleransi dengan sikap saling menghargai dan menghomati merupakan paham yang harus selalu diinjeksikan dalam tubuh dan pikiran masyarakat. Paham dan sikap toleransi yang terus dihidupkan akan dapat mengurai berbagai sekat dan petak-petak perbedaan suku, agama, ras, ataupun kepentingan kelompok yang melingkari. Kesadaran toleransi yang terbangun akan dapat membangkitkan semangat gotong royong, kekeluargaan, dan membangkitkan bangsa dari keterpurukan.
Toleransi sendiri berasal dari bahasa latin, yaitu tolerantia yang memiliki arti kelonggaran, kelembutn hati, keringanan, dan kesabaran. Yang artinya kemampuan dari kita untuk bisa menerma apa adanya setiap perbedaan yang terjadi sehingga melahirkan kehidupan yang damai.
Dalam konteks berbangsa dan beregara, pendidikan yang mengajarkan semangat toleransi memiliki peranan yang penting dalam membentuk dan membangun paradigma dalam masyarakat yang plural. Pembentuka nalar dan karakter toleran akan dapat membuka wawasan peserta didik tentang realitas sosial bangsa yang majemuk dan berbeda. Dengan demikian akan melahirkan masyarakat yang tulus dan ikhlas untuk hidup dalam keragaman.
Peserta didik yang dapat mengimplemantasikan kebinekaan dalam keekaan. Peserta didik yang memiliki pola pikir, pola sikap, dan pola laku yang tidak terjebak dalam kotak sempit keentingan sektoral. Karena itu, jangkar toleransi mesti ditanam dalam kerangka berpikir para peserta didik sejak dini.
Penanaman pendidikan otleransi sangat urgen untuk Indonesia yang memiliki beraneka ragam suku, adat, bahasa, aliran kepercayaan, kontur daerah hingga tekstur budaya. Keanekaragaman mestinya dapat dijadikan aset sosial politik untuk kebajikan dan kemaslahatan umat dan bangsa. Namun dalam kenyaaannya perbedaan tersebut seringkali menjadi malapetaka yang emyeret bangsa dalam jurang perpecahan.
Disinlah peran pendidikan yang harus digali dengan akar nilai bangsanya. Akar nilai tentang persaudaraan, kekeluargaan, dan gotong royong akan dapat mendorong terjadinya pembebasan manusia dari belenggu-belenggu ego sektoral.
Berkaitan dengan penanaman pendidikan toleransi, sekolah mempunyai peran strategis untuk keanekaragaman. Kesadaran yang akan melahirkan sikap untuk saling menghargai dan menghormati segala bentuk perbedaan.
Sekolah merupakan embrio bagi penyemaian ide-ide tentang toleransi. Dalam konteks inilah implementasi pedidikan toleransi membutuhkan pendidik yang bisa dijadikan role model sebagai contoh bagi siswa untuk bisa menerapkan sikap toleran, cinta damai, solutif, dan anti kekerasan.
Dalam aplikasinya pun penanaman pendidikan toleransi tidak bisa dibebankan pada satu ataupun dua mata pelajaran, seperti pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) ataupun mata pelajaran agama. Seluruh pendidik berkewajiban untuk menerangka pentingnya toleransi dalan kehidupan, baik saat bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa. Sebab perbedaan adalah keniscayaan yang tidak bisa kita pungkiri.
Selain, itu penanaman sel pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peranan keluarga, sebab dalam keluargalah penanaman nilai, moral dan akhlak untuk pertama kali dikenalkan. Dalam keluarga pendidikan akan tumbuh dari sikap saling asuh dan kasih sayang yang ditunjukkan orangtua pada anak. Oleh karena itu tidak salah bila menyebut keluarga merupakan lahan subur pengembangan mental anak dalam membangun pribadi yang utuh.
Dalam keluarga pendidikan akan dimulai dari pengetahuan instingtif dengan kasih sayang dan pelindungan yang diberikan oleh orang tua. Lalu, orangua akan memberikan pengetahuan kepada anak tentang empirik yang diperagakan dengan bimbingan. Percontohan dan arahan. Kemudian, orangtua akan memberikan pengetahuan pada anak dengan pengetahuan rasional, seperti mengatur kegiatan, menentukan pilihan, dan membentuk sikap percaya diri.
Dalam kaitan inilah keluarga mempunyai peran sangat menentukan dalam membangun kerakter anak. Dalam keluarga yang demokratis, yang memberi keleluasaan bagi anak untuk memilih dan menentukan, anak akan bertanggungjawab yang lebih tinggi dari pada keluarga yang memanjakan anaknya dengan fasilitas yang membuatnya tidak berfikir dan mengambil tanggung jawab.

Lapis Pertama
Peran sentral keluarga dalam pendidikan lepis pertama biasanya akan sangat mempengaruhi jalan kehidupan sang anak . Anak yang hidup dalan keluarga yang broken home, dimana si anak tidak mendapat sentuhan kasih sayang yang melimpah, perhatian yang penuh dari orang tua, serta situasi keluarga yang kacau dan tidak kondusif, senderung memiliki pribadi yang akan tidak terkendali, nakal, tidak bisa di atur, dan mencontoh berbagai tindak kekerasan yang ada dirumah.
Sebagai pendidikan lapis pertama, kondisi eluarga secara signifikan akan memperkenalkan stigma tentang kehidupan bagi si anak. Anak akan cenderung meniru dan menjiplak apa yang mereka lihat dilingkungan terdekatnya. Bila aneka kekerasan yang seringkali muncul, maka kecenderungan si anak untuk meniru perilaku lingkungan juga akan sangat besar. Demikian pula, bila situasi keluarga kndusif, memberikan ruang bagi anak untuk belajar, memompa dan memberikan motivasi, anak juga akan terdorong untuk meniru aktivitas lingkungannya.
Artinya, keluarga memiliki peran yang besar dalam memperkenalkan kehidupan nyata bagi sang anak.. Oleh karena itu, orang tua sudah seharusnya tahu bahwa keluarga memiliki peran dalam menentukan fondasi dasar pembentukan kepribadian anak. Karena pendidikan sejatinya berawal dari keluarga.
Kehidupan keluarga adalah tempat yang paling tepat bagi tumbuhnya kesadaran akan tujuan dan eksistensikehidupan. Urgen sekali bila pendidikan keluarga mampu membangun pencerdasan mentaldan spiritual sang anak, bukan sekedar mencerdaskan secara kognisi, melainkan juga sisi afeksi dan psikomotorik anak.
Melihat begitu besar perannya, keluarga sebagai lembaga pendidikan mula, mestinya mendapat perhatian yang lebih. Sebab, belum tentu semua orangtua tahu tentang begitu besarnya peran mereka dalam membentuk kepribadian sang anak hingga membangun mentalitas yang tangguh.
Utamanya dalam membangun karakter yang jujur, sopan, berakhlak, anti korupsi, ikhlas, sabar, dan selalu bisa mensyukuri setiap keadaan. Hingga, sang anak juga memiliki mimpi-mimpinya dan menggapainya dengan proses bukan menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya.
Pembangunan watak yang demikian tentunya akan sangat memerlukan peran keluarga sehat dan kondusif. Menurut Komarudin Hdayat, buah akan mencerminkan pohonnya. Hanya, akar dan pohon yang sehat yang akan melahirkan dedaunan yang rimbun dan buah sehat sehingga memberi berkah bagi lingkungannya. Keberhasilan orangtua akan dinilai dari bagaimana mereka mendidik putra-putrinya. Keluarga adalah school of love.

Oleh : Erna Trigayanti (Mahasiswa Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang)
Sumber : Harian Republika

Tuesday, November 22, 2011

Pendidikan Keluarga; Pendidik & Alat Pendidikan

Pendidikan menurut Langeveld adalah setiap usaha, bantuan, pengaruh, sarana dan perlindungan yang diberikan kepada anak untuk tujuan mendewasakan anak itu sendiri, atau lebih tepatnya adalah untuk memberikan bekal atau kecakapan kepada anak dalam menjalankan tugas hidupnya itu sendiri. Menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Satu lagi pengertian menurut J.J. Rousseau Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.

Dari semua pengertian pendidikan diatas bertujuan utama adalah perbekalan anak pada masa yang akan datang untuk menjalani tugas hidup baik bermasyarakat dan bersosial. Satu kata yang tepat pada pendidikan adalah memberikan kecakapan, ini menunjukkan bahwa pendidikan bukan membuat seseorang harus menjadi pintar tetapi memberikan kecakapan. Setiap pendidikan dimulai dengan tahapan dan proses memberikan pengaruh dan bantuan serta perlindungan. Yang paling pertama memberikannya adalah keluarga, karena itulah menurut Blog Keluarga dan yang namanya Pendidikan Keluarga.

Untuk bisa melaksanakan pendidikan keluarga diperlukan alat pendidikan dan pendidik untuk bisa memberikan yang namanya usaha, pengaruh, bantuan, perlindungan dan sarana yang diperlukan anak dalam pendidikan guna mendapatkan kecakapan yang sesuai dimasa mendatang.

Pendidik
Pendidik adalah orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik. Menurut Dwi Nugroho Hidayanto, menginventarisasi bahwa pengertian pendidik meliputi: Orang Dewasa, Orang Tua, Guru, Pemimpin Masyarakat, Pemimpin Agama. Maka bisa di kelompokkan dalam pendidikan keluarga pendidik meliputi orang yang lebih tua seperti ayah, ibu, dan kakak serta orang tua yang ada di rumah. Pendidik yang baik paling tidak memiliki karakteristik seperti kematangan diri yang stabil dan kematangan sosial yang stabil. Kematangan diri bertujuan memberikan contoh kemandirian sedangkan kemandirian sosial memberikan contoh dan sikap kepada orang lain. Kematangan mendidik dalam hal hubungannya dengan anak, cinta kasih dan membuat nyaman anak dalam menerima pendidikan. Kematangan utama adalah untuk memberikan teladan dan contoh yang baik.

Alat Pendidikan
Pada dasarnya alat pendidikan aspeknya sangat luas, tidak hanya merujuk pada alat yang berbentuk fisik saja, namun juga alat yang tidak berbentuk fisik sangat memberikan dampak yang lebih pada anak.

Alat Pendidikan Non Fisik
Alat disini tidak memiliki bentuk fisik yang terlihat tetapi dapat dirasakan. Berikut alat pendidikan non fisik yang didapat dalam keluarga:
Sebuah sikap dan aturan yang dibuat dalam keluarga, dalam aturan dan sikap ini bisa diberikan seperti hukuman, pujian, contoh bersikap, nasihat, teladan, larangan dan perintah.
Lingkungan dimana diberikan pendidikan, membuat lingkungan keluarga menjadi nyaman maka diharapkan pendidikan yang baik bisa dijalankan dengan nyaman juga.

Alat Pendidikan Fisik
Alat pendidikan fisik dalam keluarga adalah bentuk-bentuk benda fisik yang ada dirumah untuk dijadikan alat pendidikan. Misalkan pemotong kuku untuk mengajarkan kepada anak memotong kuku, sapu untuk mengajarkan anak membersihkan lantai dan alat alat yang lain.

sumber : http://henny-fmh.blogspot.com