BERSAMA GURU MENUJU SURGA
guru akan mendapatkan manfaat tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Hadis Riwayat Muslim menyebutkan, seluruh amal perbuatan seorang manusia akan terputus jika meninggal dunia, kecuali tiga hal, yaitu ilmu yang bermanfaat, amal sedekah, dan anak yangg shaleh
Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
BELAJAR SIAP MENANG DAN SIAP KALAH SEJAK USIA DINI
Dalam setiap event apapapun, selalu saja orang berkata siap untuk menang dan siap untuk kalah, untuk mewujudkan ha tersebut, maka diperlukan pendidikan karakter sehingga Warga Indonesia dapat mewujudkan filosofi siap menang dan siap kalah sedini mungkin.
Sunday, December 7, 2014
PENILAIAN PERKEMBANGAN PADA ANAK USIA DINI
Posted by dwee pasmah on 6:02 PM
PENDAHULUAN
Perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini
menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel sel tubuh, jaringan tubuh, organ
organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing masing
dapat memenuhi fungsinya.
Sejak dahulu masalah perkembangan
anak telah mendapat perhatian. Berbagai tulisan mengenai perkembangan anak
telah dibuat. Menurut ilingworth, ulasan yang pertama kali dibuat mengenai perkembangan
anak adalah yang dibuat oleh tiedeman dari jerman (1787) yang mencatat
perkembangan dari seorang anak. Kemudian charles darwin (1877) mempublikasikan secara
detail perkembangan salah satu dari 10 anaknya pada tahun 1931 shirley
melaporkan perkembangan 25 anak secara lengkap.
Pada saat ini berbagai metode
deteksi dini untuk mengetahui gangguan perkembangan anak telah dibuat. Demikian
pula dengan skrining untuk mengetahui penyakit penyakit yang potensial dapat
mengakibatkan gangguan perkembangan anak. Karena deteksi dini kelainan perkembangan
anak sangat berguna, agar diagnosis maupun pemulihannya dapat dilakukan lebih awal,
sehingga tumbuh kembang anak dapat berlangsung seoptimal mungkin. Sayangnya
banyak ahli kesehatan yang percaya bahwa tidak banyak yang dapat dikerjakan
untuk mengatasi kelainan ini dan mereka percaya pula bahwa kelainan yang ringan
dapat normal dengan sendirinya. Sikap seperti ini dapat menghambat
pemulihannya, bahkan pada kasus kasus tertentu dapat mengakibatkan cacat yang
permanen, yang seharusnya dapat dihindari.
Penting untuk dipahami bahwa
dengan skrining dan mengetahui adanya masalah pada perkembangan anak, tidak
berarti bahwa diagnosis pasti dari kelainan tersebut telah ditetapkan. Skrining
hanyalah prosedur rutin dalam pemeriksaan tumbuh kembang anak sehari hari, yang
dapat memberikan petunjuk kalau ada sesuatu yang perlu mendapat perhatian.
Sehingga masih diperlukan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti
dan pemeriksaan penunjang lainnya agar diagnosis dapat dibuat, supaya
intervensi dan pengobatan dapat dilakukan sebaik baiknya.
Periode penting dalam tumbuh
kembang adalah masa anak usia dini. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang
akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada usia anak
usia dini ini perkembangan kemampuan bahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional
dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya.
Perkembangan moral beserta dasar dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini.
Sehingga setiap penyimpangan perkembangan sekecil apapun pada masa ini akan
mempengaruhi kualitas sumber daya manusia kelak dikemudian hari.
Pada perkembangan anak terdapat
masa kritis, dimana diperlukan rangsangan/stimulasi yang berguna agar potensi berkembang, sehingga
perlu mendapat perhatian. Perkembangan psikososial sangat dipengaruhi
lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tua dewasa lainnya.
Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan
anak pada berbagai tahap perkembangannya, bahkan sejak bayi masih dalam kandungan.
Sedangkan lingkungan yang tidak mendukung akan menghambat perkembangan anak.
TUJUAN PENILAIAN PERKEMBANGAN
Tujuan dari penilaian
perkembangan anak adalah :
1. Mengetahui kelainan
perkembangan anak dan hal hal lain yang merupakan resiko terjadinya
kelainan
perkembangan tersebut.
2. Mengetahui berbagai masalah
perkembangan yang memerlukan pengobatan konseling genetik.
3. Mengetahui kapan anak perlu
dirujuk ke senter yang lebih tinggi.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERKEMBANGAN ANAK
Masa enam tahun pertama merupakan
masa terbentuknya dasar dasar kepribadian manusia, kemampuan berfikir,
pengindraan, keterampilan berbahasa dan berbicara, bertingkah laku sosial dan
lain-lainnya.
Ada dua faktor yang mempengaruhi
proses tumbuh kembang optimal seorang anak, yaitu:
Faktor Internal
Yaitu faktor faktor yang ada pada
diri anak itu sendiri baik faktor bawaan maupun faktor yang
diperoleh, termasuk
disini antara lain:
Hal hal yang diturunkan dari
orang tua, kakek nenek atau generasi sebelumnya. Misalnya warna
rambut dan
bentuk tubuh.
Unsur berfikir dan kemampuan
intelektual. Misalnya kecepatan berfikir.
Keadaan kelenjar zat-zat dalam
tubuh. Misalnya: kekurangan hormon yang dapat menghambat
pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Emosi dan sifat-sifat
(temperamen) tertentu. Misalnya: pemalu, pemarah, tertutup, dan lain lain.
Faktor Eksternal
Keluarga, Sikap dan kebiasaan
keluarga dalam mengasuh dan mendidik anak, hubungan orang
tua dengan anak, hubungan antara
saudara, dan lain-lain.
Gizi, Kekurangan gizi dalam
makanan menyebabkan pertumbuhan anak terganggu yang
akan mempengaruhi perkembangan
seluruh dirinya.
Budaya setempat, Asuhan dan
kebiasaan dari suatu masyarakat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Misalnya kebersihan lingkungan, kesehatan, pendidikan.
Teman bermain dan sekolah, Ada
tidaknya teman bermain. Tempat dan alat bermain, kesempatan pendidikan disekolah,
akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
ASPEK PERKEMBANGAN ANAK
Pencapaian suatu kemampuan pada
setiap anak bisa berbeda beda, namun demikian ada patokan umur tentang
kemampuan apa saja yang perlu dicapai seorang anak pada umur tertentu. Adanya
patokan tersebut dimaksudkan agar anak yang belum mencapai tahap kemampuan tertentu
itu perlu dilatih berbagai kemampuan untuk dapat mencapai perkembangan yang optimal.
Ada 4 aspek yang perlu dibina dalam menghadapi masa depan anak, yaitu:
1. Perkembangan motorik kasar dan
motorik halus
Yang dimaksud gerakan (motorik)
adalah semua gerakan yang mungkin dilakukan oleh seluruh tubuh. Perkembangan
motorik diartikan sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian
gerak tubuh, dan perkembangan tersebut erat kaitannya dengan perkembangan pusat motorik anak. Pada
anak, gerakan ini dapat secara lebih jelas dibedakan antara gerakan motorik
kasar dan halus.
Disebut motorik kasar bila
gerakan yang dilakukan melibatkan sebagian besar bagian tubuh dan biasanya
memerlukan tenaga karena dilakukan oleh otot otot yang lebih besar. Contohnya
gerakan telungkup, gerakan berjalan, gerakan berlari.
Disebut motorik halus bila hanya
melibatkan bagian bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot otot
kecil, karena itu tidak begitu memerlukan tenaga. Gerakan halus ini memerlukan
koordinasi yang cermat. Contohnya gerakan mengambil benda dengan hanya ibu jari
dan telunjuk, gerakan memasukkan benda kecil ke dalam lubang, membuat prakarya.
Melalui latihan latihan yang
tepat gerakan gerakan kasar dan halus ini dapat ditingkatkan dalam hal
keluwesan, kecepatan dan kecermatan. Sehingga secara bertahap seorang anak akan
bertambah terampil dan mahir melakukan gerakan gerakan yang diperlukan guna penyesuaian
dirinya.
1. Komunikasi aktif dan pasif
Sebagai mahluk sosial anak akan
selalu berada diantara atau bersama orang lain, agar dicapai saling pengertian
maka diperlukan kemampuan berkomunikasi. Pada bayi kemampuan berkata kata atau
komunikasi aktif ini belum dapat dilakukan, ia menyatakan perasaan dan
keinginannya melalui tangisan dan gerakan. Meskipun demikian, komunikasi dengan
orang lain tetap dapat terjadi karena ia mengerti ucapan ucapan orang lain.
Kesanggupan mengerti dan melakukan apa saja yang diperintahkan oleh orang lain
disebut sebagai komunikasi pasif. Komunikasi aktif dan komunikasi pasif perlu
dikembangkan secara bertahap, anak dilatih untuk mau dan mampu berkomunikasi
aktif (berbicara, mengucapkan kalimat kalimat, bernyanyi dan bentuk ucapan
lisan lainnya) dan komunikasi pasif (anak mampu mengerti orang lain).
2. Perkembangan kecerdasan
(kognisi)
Pada anak usia dini kemampuan
berfikir mula mula berkembang melalui kelima indra, misalnya melihat warna
warna, mendengar suara atau bernyanyi, mengenal rasa. Melalui kata kata yang
didengar dan diajarkan, ia mengerti bahwa segala sesuatu itu ada namanya. Daya
fikir dan pengertian mula mula terbatas pada apa saja yang konkrit, yang dapat
dilihat, dipegang atau dimainkan. Melalui bermain main serta latihan latihan
yang diberikan oleh orang tua atau orang lain, setahap demi setahap anak akan
mengenal, mengerti lingkungannya dan memiliki kemampuan
merencanakan persoalan. Semua
konsep atau pengertian ini kemudian meningkat sehingga memungkinkan anak untuk
melakukan pemikiran pemikiran ke tingkat yang lebih tinggi, lebih abstrak, dan
lebih majemuk, misalnya mengerti dan menggunakan konsep sama berbeda, bertambah
berkurang, sebab akibat dan lain lain.
3. Perkembangan kemampuan
menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial Pada awal kehidupannya seorang
anak bergantung pada orang lain dalam hal pemenuhan kebutuhannya (misalnya
makanan, pakaian, kesehatan, kasih sayang, pengertian rasa aman dan kebutuhan
akan perangsangan mental, sosial dan emosional).
Kebutuhan kebutuhan anak berubah
dalam jumlah maupun derajat kualitasnya sesuai dengan bertambahnya umur anak.
Dengan makin mampunya anak melakukan gerakan motorik, anak terdorong melakukan
sendiri berbagai hal dan terdorong untuk bergaul dengan orang lain selain
anggota keluarganya sendiri. Orang tua harus melatih usaha mandiri anak, mula
mula dalam hal menolong kebutuhan anak itu sendiri sehari hari, misalnya makan
minum, buang air kecil dan sebagainya.
Kemampuan kemampuan ini makin
ditingkatkan sesuai dengan bertambahnya usia, anak perlu berkawan, luas
pergaulan harus dikembangkan pula, dan anak perlu diajar untuk aturan aturan
disiplin, sopan santun dan sebagainya agar tidak canggung dalam memasuki lingkungan
baru.
PENYIMPANGAN PERKEMBANGAN ANAK
Meskipun beberapa keterlambatan
perkembangan pada perkembangan milestone bahasa, motorik, atau sosial adaptif
dapat bersifat sementara, keterlambatan perkembangan pada usia dini sangat erat
hubungannya dengan diagnosis dari disabilitas perkembangan seperti retardasi mental,
serebral palsi, gangguan bicara, autis dan kesulitan belajar pada perkembangan
anak lebih lanjut. Terlebih lagi, adanya bukti bahwa identifikasi dini dan
penanganan anak dengan kondisi perkembangan yang terganggu dapat meningkatkan
hasil akhir secara fungsional dan menurunkan resiko dari masalah tingkah laku
sekunder
Kemampuan berbicara dan berbahasa
telah dipertimbangkan oleh para ahli sebagai indikator yang baik terhadap perkembangan
anak secara keseluruhan dan kemampuan kognitif yang berhubungan dengan
keberhasilan pendidikan. Identifikasi anak dengan keterlambatan perkembangan
atau masalah yang berkaitan dapat mengarahkan kepada intervensi ketika usia dini
dimana kemungkinan untuk perbaikan paling baik. Penilaian perkembangan anak
meliputi identifikasi masalah-masalah perkembangan anakdengan screening
(skrining/penapisan/penjaringan) dan surveillance ukuran standart atau non standart,
yang juga digabungkan dengan informasi tentang perkembangan sosial, riwayat keluarga,
riwayat medik dan hasil pemeriksaan mediknya.
Tolak ukur perkembangan meliputi
motorik kasar, motorik halus, berbahasa, dan prilaku sosial. Dikatakan terdapat
penyimpangan apabila kemampuan anak tidak sesuai dengan tolak ukur (milestone)
anak normal. Dalam survei diperoleh informasi kepedulian orang tua terhadap perkembangan
dan prilaku anaknya. Kategori kepedulian orang tua dalam deteksi penyimpangan
perkembangan anak :
1. Emosi Dan Perilaku
2. Berbicara Dan Berbahasa
3. Keterampilan Sosial Dan
Menolong Diri Sendiri
4. Motorik Kasar
5. Motorik Halus
6. Membandingkan Dengan
Lingkungan
7. Masalah Anak Yang Orang Tuanya
Tidak Mengeluh
Masalah penyimpangan tumbuh
kembang anak yang terjadi di masyarakat memang sangatlah bervariasi, sebagai
ilustrasi dapat dikaji sepuluh macam kasus yang terbanyak pada penderita baru
rawat jalan klinik tumbuh kembang RS dr.Soetomo tahun 2005 pada tabel 1.
TAHAP TAHAP PENILAIAN
PERKEMBANGAN ANAK
1. Anamnesis
Tahap pertama adalah melakukan
anamnesis yang lengkap, karena kelainan perkembangan dapat disebabkan oleh
berbagai faktor. Dengan anamnesis yang teliti maka salah satu penyebabnya dapat
diketahui.
2. Skrining gangguan perkembangan
anak.
Pada tahap ini dianjurkan
digunakan instrumen-instrumen untuk skrining guna mengetahui kelainan
perkembangan anak, misalnya dengan menggunakan DDST, tes IQ, atau tes
psikologik lainnya.
3. Evaluasi lingkungan anak
Tumbuh kembang anak adalah hasil
interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan biofisikopsikososial. Oleh
karena itu untuk deteksi dini, kita juga melakukan evaluasi lingkungan anak
tersebut.
4. Evaluasi penglihatan dan
pendengaran anak
Tes penglihatan misalnya untuk
anak umur kurang dari 3 tahun dengan tes fiksasi, umur 2 ½ tahun – 3 tahun
dengan kartu gambar dari allen dan diatas umur 3 tahun dengan huruf E. Juga
diperiksa apakah ada tanda strabismus dan selanjutnya periksa kornea dan retinanya.
Sedangkan skrining perkembangan anak, melalui anamnesis atau menggunakan audiometer
kalau ada alatnya. Disamping itu dilakukan juga pemeriksaan bentuk telinga, hidung,
mulut dan tenggorokan untuk mengetahui adanya kelainan bawaan.
5. Evaluasi bicara dan bahasa
anak
Tujuan pemeriksaan ini adalah
untuk mengetahui apakah kemampuan anakberbicara masih dalam batas batas normal
atau tidak. Karena kemampuan berbicara menggambarkan kemampuan SSP, endokrin,
ada atau tidaknya kelainan bawaan pada hidung, mulut dan pendengaran, stimulasi
yang diberikan, emosi anak dan sebagainya.
6. Pemeriksaan fisik
Untuk melengkapi anamnesis
diperlukan pemeriksaan fisik, untuk mengetahui apakah terdapat kelainan fisik
yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak.misalnya berbagai sindrom, penyakit
jantung bawaan, tanda tanda penyakit defisiensi dan lainnya.
7. Pemeriksaan neurologi
Dimulai dengan anamnesis masalah
neurologi dan keadaan keadaan yang diduga dapat mengakibatkan kelainan
neurologi, seperti trauma lahir, persalinan yang lama, asfiksia berat dan
sebagainya. Kemudian dilakukan tes neurologi yang teliti, maka dapat membantu
dalam diagnosis suatu kelainan, misalnya kalau ada lesi intrakranial, serebral palsi,
neuropati perifer, dan penyakit degeneratif lainnya.
Untuk mengetahui secara dini
adanya cerebral palsi, dianjurkan menggunakan pemeriksaan neurologi menurut
milani comparetti, yang merupakan cara untuk evaluasi perkembangan motorik dari
lahir sampai umur 2 tahun.
1. Evaluasi penyakit penyakit
metabolik
Salah satu penyebab gangguan
perkembangan pada anak adalah disebabkan oleh penyakit metabolik. Dari
anamnesis dapat dicurigai adanya penyakit metabolik, apabila ada anggota
keluarga lainnya yang terkena penyakit yang sama. Adanya tanda tanda klinis
seperti rambut yang pirang dicurigai adanya PKU (phenylketouria), ataksia yang
intermitten dicurigai adanya hiperamonemia dan sebagainya. Disamping itu
diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan kecurigaan kita.
2. Integrasi dari hasil penemuan
Berdasarkan anamnesis dan semua
pemeriksaan tersebut diatas, dibuat suatu kesimpulan diagnosis dari gangguan
perkembangan tersebut. Kemudian ditetapkan penatalaksanaannya, konsultasi
kemana dan prognosisnya.
SKRINING PERKEMBANGAN
Skrining perkembangan merupakan
prosedur yang didesain untuk mengidentifikasi anak yang harus mendapatkan
penilaian yang lebih intensif. Skrining digunakan untuk mendeteksi deviasi yang
tak terduga dari perkembangan normal yang tidak seharusnya ada. Tujuan utama dari
skrining adalah untuk mengidentifikasikan secepatnya disabilitas perkembangan
pada anak yang beresiko tinggi sehingga penanganan dapat dilakukan pada usia
dini dimana penanganan paling efektif. Skrining bukan merupakan tes yang hanya
dilakukan pada satu waktu, tetapi lebih merupakan proses dan prosedur yang
digunakan pada periode waktu tertentu.
Tes skrining yang ideal harus
mempunyai sensitivitas (mendeteksi hampir semua masalah pada anak) dan
spesifitas (dapat mendeteksi anak dengan keterlambatan) yang tinggi. Tes tersebut
juga harus dapat mengukur apa yang seharusnya terukur (validitas), memberikan
hasil yang sama pada penggunaan berulang oleh pemeriksa yang berbeda, murah dan
cepat digunakan.
Skrining perkembangan yang ideal
tidak sepenuhnya ada. Tabel 2 mencantumkan beberapa tes skrining perkembangan
yang sering digunakan dan keterbatasannya. Perlu dipisahkan antara skrining perkembangan,
penilaian perkembangan maupun survailans perkembangan. Penilaian perkembangan
ditujukan kepada pemeriksaan yang lebih detail dari perkembangan yang tertunda.
Di satu sisi, survailans perkembangan merupakan tes yang berkelanjutan,
fleksibel, dan proses yang komprehensif dimana termasuk aktifitas yang berhubungan
pada deteksi dari masalah perkembangan dan promosi perkembangan selama kunjungan
primer kesehatan anak. Survailans perkembangan termasuk identifikasi dari
keadaan keluarga, observasi anak, skrining, dan imunisasi.
Terdapat tiga pendekatan pada
proses skrining, yaitu skrining perkembangan informal, skrining perkembangan
rutin dan skrining perkembangan terfokus. Skrining perkembangan informal
berdasarkan observasi pada saat pemeriksaan rutin anak dan menanyakan orang tua
mengenai perhatian mereka terhadap perkembangan anaknya. Ahli anak,
bagaimanapun juga perlu membiasakan diri dengan berbagai variasi milestone
perkembangan anak pada berbagai tingkat usia. Hal ini bukanlah tugas mudah
untuk para klinisi umum. Nilai batas atas normal telah dipergunakan sebagai
panduan untuk mengidentifikasikan keterlambatan. Sebagai tambahan, beberapa
penelitian juga melaporkan bahwa ahli anak seringkali tidak akurat dalam memprediksikan
status perkembangan anak. Hampir setengah dari keterlambatan perkembangan tidak
teridentifikasi oleh ahli anak. Terlebih lagi, pengetahuan orang tua mengenai perkembangan
anak sangat mempengaruhi, dikarenakan orang tua tidak mengindahkan pentingnya
keterlambatan perkembangan. Daya ingat orang tua dari milestone perkembangan seringkali
tidak akurat dan telah dilaporkan bahwa orang tua terlihat terlalu berlebihan
dalam menilai perkembangan bahasa dari anak dan tidak mengindahkan kemampuan
motorik halus dari anak. Didalam permasalahan ini seorang ahli penyakit anak
tidak mungkin mampu mengidentifikasi secara benar anak yang mempunyai keterlambatan
perkembangan pada mayoritas anak dengan keterlambatan perkembangan melalui
metode skrining informal.
Skrining perkembangan formal
dilakukan secara sistematis dengan menggunakan insrumen skrining yang telah
terstandarisasi. Bagaimanapun juga pendekatan ini membutuhkan waktu yang banyak
dan orang yang terlatih. Dan tidak dapat pula menjamin untuk dapat menurunkan insiden
dari masalah perkembangan pada populasi anak dengan resiko rendah. Meskipun di negara
berkembang, kegunaan dari skrining perkembangan rutin masih tetap
dipertanyakan. Di swedia, dimana telah mempunyai sistem skrining yang sangat
terorganisasi pada pusat pusat kesehatan anak, penelitian telah membuktikan
bahwa pemeriksaan rutin pada pusat kesehatan hanya membuat perbedaan kecil dalam
deteksi dini cerebral palsi.
Skrining perkembangan yang terfokus
melibatkan dua kelompok anak, yaitu (a) anak dengan orang tua yang memberi perhatian
yang lebih pada perkembangan anak dan guru atau dokter yang mencurigai adanya masalah,
(b) neonatus dengan kondisi resiko tinggi untuk terjadinya keterlambatan perkembangan,
contohnya:
BBLR (<1500 g="" p="">
Kondisi neurologis
Perdarahan intraventrikular Gr.
III or IV
Periventricular leukomalacia
Hipoksia iskemik ensefalopati
Apgar skor 0-3 pada menit 10,
15 and 20
Meningitis
Kejang persistent
Apnea
Hyperbilirubinemia
Kejang dengan hipoglikemi
Septikemia
MEMILIH INSTRUMEN TES
PERKEMBANGAN
Meskipun semua instrument tes
perkembangan didesain untuk mengidentifikasi anak yang potensial untuk keterlambatan perkembangan,
masing masing instrumen mempunyai pendekatan yang berbeda beda dalam
mengidentifikasi. Tidak ada instrument yang secara universal dapat diterima
untuk semua populasi dan usia. Tes skrining yang ada bervariasi dari yang
menilai perkembangan secara umum sampai yang terfokus pada area yang spesifik,
seperti kemampuan motorik dan komunikasi. Tes skrining secara luas harus
menilai berbagai aspek perkembangan, termasuk motorik kasar, motorik halus,
bahasa, komunikasi, tingkah laku dan kemampuan personal sosial. Terdapat
berbagai macam tes skrining, dan pilihan untuk memakai instrument yang mana
bergantung pada populasi yang akan di skrining, tipe masalah yang di skrining
pada populasi tersebut, waktu penilaian dan biaya dari instrument.
Tes skrining juga harus valid dan
dapat diandalkan, dengan sensitifitas dan spesifitas yang baik. Realibilitas merupakan kemampuan dari
suatu pengukuran untuk dapat menghasilkan hasil yang konsisten, validitas dari tes skrining
perkembangan berhubungan dengan kemampuan untuk memisahkan antara anak yang
normal atau anak dengan keterlambatan perkembangan, sensitifitas merupakan
keakuratan dari tes tersebut untuk dapat mengidentifikasi anak dengan perkembangan
yang terlambat, spesifitas merupakan keakuratan dari tes skrining untuk mengidentifikasi
anak tanpa keterlambatan perkembangan. Jika tes skrining salah mengindentifikasikan
anak yang normal sebagai anak yang terlambat dalam perkembangan maka akan
menghasilkan yang disebut overreferrals, dan jika suatu tes salah
mengidentifikasikan anak yang terlambat sebagai anak yang normal maka itu akan
menghasilkan yang disebut sebagai underreferrals. Untuk tes skrining
perkembangan, system penilaian harus dibuat untuk meminimalkanunderreferrals
dan overreferrals. Terdapat pertukaran nilai antara sensitifitas dan spesifitas
ketika memperbaiki sistem penilaian tersebut, sensitifitas dan spesifitas pada
level 70% sampai 80% telah dapat diterima untuk tes skrining perkembangan.
INSTRUMEN TES PERKEMBANGAN
Ahli penyakit anak sekarang
mempunyai banyak instrumen perkembangan yang dapat dipilih. Instrumen yang
paling baik adalah yang mempunyai data psikometrik yang baik, termasuk
sensitifitas, spesifitas, validitas, dan realibilitas yang baik, dan telah
distandarisasi pada populasi luas. Instrumen yang dipakai oleh orang tua anak,
seperti Parents’ Evaluation of Developmental Status, Ages and Stages
Questionnaires, dan Child Development Inventories Mempunyai data psikometrik
ysng baik dan mempunyai keunggulan dimana untuk melakukannya membutuhkan waktu
yang singkat bila dibandingkan dengan instrument yang membutuhkan pemeriksaan
langsung oleh ahli penyakit anak. Instrument seperti Denver-II screening test,
Bayley Infant Neurodevelopmental Screener, Battelle Developmental Inventory,
Early Language Milestone Scale, dan Brigance Screens melibatkan pemeriksaan langsung
terhadap kemampuan anak. The CAT-CLAMS merupakan tes yang didesain khusus untuk
dapat digunakan oleh ahli penyakit anak untuk menilai kemampuan kognitif dan
bahasa dari anak.
Setiap tes skrining mempunyai
kekuatan dan kelemahannya masing masing. Contohnya the Denver-II screening test
yang telah digunakan secara luas, namun mempunyai sensitifitas dan spesifitas
yang rendah tergantung dari interpretasi hasilnya. Setiap tes juga harus
dilakukan sesuai instruksi yang ada, jika tidak maka hasilnya akan tidak valid.
Skrining untuk psikososial dan
tingkah laku pada anak terdapat beberapa tantangan, anak dengan perkembangan
yang terhambat mempunyai resiko yang tinggi untuk memiliki masalah tingkah laku.
Kebanyakan instrument skrining perkembangan tidak dapat menilai pada area ini
secara adekuat. Instrument tes seperti the Temperament and Atypical Behavior
Scale, Child Behavioral Checklist, The Carey Temperament Scales, Eyberg Child
Behavior Inventory, Pediatric Symptom Checklist, and Family Psychosocial
Screening, dapat membantu dalam mendeteksi masalah tingkah laku. Akhir akhir
ini terdapat peningkatan ketertarikan dalam skrining anak untuk autistic
spectrum disorders karena terdapatnya peningkatan pada prevalensi dan kemampuan
untuk diagnosis dan intervensi dini. Instrument skrining spesifik seperti the Checklist
for Autism in Toddlers (CHAT), dapat membantu ahli penyakit anak untuk
diagnostik, tetapi dapat terjadi kesalahan karena mempunyai sensitifitas yang
rendah dan spesifitas yang tinggi.
Tes yang paling sering digunakan
adalah Denver Developmental Screening Test-II (Denver II). Bagaimanapun juga,
dibalik kepopularannya, DDST II tidak berfungsi baik sebagai tes skrining, karena
mempunyai sensitifitas yang terbatas dan validitas yang rendah. Tetapi tes ini
tetap bernilai karena kemudahannya untuk digunakan. Skrining yang mempunyai
sensitifitas dan spesifitas yang baik dengan menggunakan 10 set dari pertanyaan
yang terstruktur yang dapat diperhatikan oleh orang tua di berbagai area
perkembangan, pendekatan ini telah diformalkan sebagai Parents’ Evaluation of
Developmental Status (PEDS) questionnaire. Cara ini merupakan cara yang akurat
karena secara umum orang tua merupakan pengamat yang akurat dari tingkah laku
dan perkembangan anak.
Lebih jauh lagi efisiensi dari
skrining dapat ditingkatkan dengan menggunakan skrining level kedua untuk anak
yang dicurigai bermasalah dengan menggunakan The Ages and Stages Questionnaires
(ASQ). Tes ini terdiri dari seri 11 pertanyaan yang didesain untuk dapat dilakukan
dirumah dari usia 4 sampai 48 bulan, dan mempunyai validitas dan realibilitas
yang baik sebesar 76-91%, meskipun ASQ mungkin gagal untuk mengidentifikasikan
hampir 13% anak dengan keterlambatan perkembangan. Penilaian dan interpretasi
dapat dilakukan dengan cepat, dimana sangat cocok untuk seseorang yang sibuk.
Skrining untuk keterlambatan
bahasa sangat penting, dikarenakan terdapat hubungan yang kuat antara bahasa
dan perkembangan kognitif dan kemampuan pendidikan. Early Language Milestone
(ELM) membutuhkan waktu pengerjaan 2-3 menit, sensitifitas untuk bahasa dan kognitif
sangat tinggi bila dibandingkan dengan tes diagnostik standar baku. Masalah
psikiatri dan tingkah laku sangat sering terjadi dan sering bersamaan dengan
keterlambatan perkembangan. Skrining untuk masalah tingkah laku dapat dengan
menggunakan Pediatric Symptom Checklist, yang sederhana dan validitas yang
baik.
PERANGKAP DALAM INTERPRETASI
PERKEMBANGAN ANAK
Kesalahan kesalahan yang sering
dibuat dalam menginterpretasikan perkembangan anak adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan motorik
Pada tahun pertama seringkali
tenaga kesehatan/orangtua lebih menfokuskan pada perkembangan motorik kasar
saja. Sehingga sering terkecoh pada perkembangan motorik yang dianggap normal
tersebut dengan suatu harapan yang semu terhadap kemampuan intelektual anak.
bebrapa penelitian menemukan bahwa kemampuan motorik bukanlah prediksi dari
intelektualitas, dan didapatkan juga bahwa anak dengan retardasi mental yang sedang
sampai berat tidak memperlihatkan keterlambatan dalam kemampuan motorik.Kemampuan
intelektual anak dapat dilihat pada perkembangan bahasa dan pemecahan masalah.
Selain itu perhatian juga kurang diberikan pada perkembangan motorik halus.
Padahal perkembangan motorik halus merupakan indikator yang lebih baik daripada
motorik kasar, dalam diagnosis gangguan motorik pada anak. Perkembangan motorik
halus yang paling awal adalah jari jari tangan yang tidak menggenggam lagi pada
bayi umur 3 bulan. Bila masih menggenggam setelah umur 3 bulan dicurigai adanya
cerebral palsi.1,2
2. Intelegensi: penampilan
superfisial
Suatu konsep bahwa anak yang
retardasi mental ditandai dengan muka yang khas. Pendapat ini tidak selamanya
benar, karena itu kita seringkali terlambat membuat diagnosis pada anak yang
retardasi mental dengan penampilan fisik seperti anak normal atau dengan kemampuan
motorik kasar yang baik. Begitu pula sebaliknya, anak dengan raut wajah yang
dysmorphic mungkin tidak memiliki defisiensi intelektualitas. Anak yang
autistik sering dikatakan sebagai anak yang manis dan lain sebagainya.1,2
3. Perkembangan bahasa
Kesalahan yang sering dibuat
adalah pandangan yang mengatakan bahwa perkembangan bahasa belum dimulai sampai
anak umur satu tahun dan tidak perlu kuatir akan adanya kelainan bahasa sampai
anak umur 2 tahun. Hal penting untuk diingat ialah kemampuan bahasa, yang
diukur dari ekspresif dan reseptif, merupakan salah satu prediktor yang baik
terhadap intelegensia anak. Untuk mencegah kesalahan tersebut, diperlukan
kemampuan dalam mendapatkan anamnesis yang akurat dan pengetahuan tentang
milestone perkembangan bahasa.1,2
4. Pendengaran
Kesalahan yang sering dibuat
adalah pandangan bahwa ketulian sangat jarang pada anak. Sehingga sering tidak terdiagnosis
sampai anak berumur lebih dari satu tahun.Ternyata 1 dari 1000 kelahiran adalah
anak dengan ketulian berat. Rata rata diagnosis tuli kongenital baru dibuat
pada saat anak berumur 2-2,5 tahun. Oleh karena itu anamnesis yang baik pada
orang tuanya sangat penting, apakah anak ada respons terhadap bunyi bunyian,
kapan anak mulai bisa mengoceh dan sebagainya. Oleh karena itu skrining perkembangan
anak dengan menggunakan instrumen yang sudah baku, merupakan prosedur yang rutin
yang harus dilaksanakan dalam melakukan pemeriksaan anak sehari
hari.
Daftar Pustaka
1. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh
kembang anak. EGC. Jakarta.
2. Mallhi P, Singhi P. Screening
Young Children for Delayed Development. Indian Pediatrics; 1999
36:569-577
3. narendra MB, suryawan A,
irwanto. 2006. Naskah lengkap continuing education ilmu kesehatan
anak XXXVI
penyimpangan tumbuh kembang anak. bag/SMF ilmu kesehatan anak FK UNAIR.
Surabaya
4. Behrman RE., Kliegman RM.,
Jenson HB. 2004. Nelson textbook of pediatrics 17th ed. Saunders.
Philadelphia.
5. bakti husada. 1989. pedoman
deteksi dini kelainan tumbuh kembang. Direktorat bina kesehatan
keluarga.
Jakarta
6. American Academy of
Pediatrics. Identifying Infants and Young Children With Developmental
Disorders
in the Medical Home: An Algorithm for Developmental Surveillance and Screening.
Pediatrics Volume 118, Number 1, July 2006.
7. American Academy of
Pediatrics. Developmental Surveillance and Screening of Infants and
Young
Children.Pediatrics Vol. 108 No. 1 July 2001.
8. Sices L, Feudtner C,
McLaughlin J et al. How Do Primary Care Physicians Manage Children With
Possible Developmental Delays? A National Survey With an Experimental Design.
Pediatrics
2004;113;274-282
9. Nelson HD, Nygren P, Walker M
et al. Screening for Speech and Language Delay in Preschool
Children:
Systematic Evidence Review for the US Preventive Services Task Force.
Pediatrics
2006;117;e298-e319
Oleh : Jamaluddin
sumber : downlot here
1500>Sunday, November 30, 2014
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA
Posted by dwee pasmah on 9:16 PM
Seperti menanam pohon, untuk
memperoleh pohon yang bagus, tak hanya harus memilih bibit yang bagus, tetapi
juga harus diberi pupuk dan dipelihara dengan baik. Seperti itulah yang harus
kita lakukan untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa.
Semua ornag tentu setuju, anak
yang cerdas dan berkarakter baik adalah aset bangsa yang harus dipersiapkan
dengan sebaik-baiknya agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Pendidikan
merupakan salah satu aspek penting dalam mempersiapkan masa depan anak. Agar
memperoleh hasil yang diinginkan, Pendidikan anak harus dimulai sejak usia
dini. Mengapa? Setiap manusia dilahirkan dalam pola pikir positif, punya rasa
ingin tahun dan ingin belajar.
Anak berusia satu sampai lima
tahun sering disebut dengan golden Age. Dimasa ini anak menyerap segala sesuatu
dari lingkungan. Meniru apa yang mereka lihat dan mereka dengar. Oleh sebab
itu, anak harus diperlihatkan, diperdengarkan dan diajarkan segala sesuatu yang
baik. Masa ini merupakan waktu yang pas untuk membentuk karakter anak.
Sejatinya karakter harus dimulai
sejak dini. Di sini peran orang tua tentunya sangat besar. Karena orang tua
adalah guru pertama bagi anak. Orang tua harus menyadari perannya. Orang tua harusnya
menanamkan nilai-nilai kebajikan dan agama sejak usia dini. Sehingga selain
cerdas juga memiliki akhlak yang mulia. Orang tua tidak bisa sepenuhnya
menyerahkan pendidikan anak kepada guru di sekolah. Karena kenyataannya waktu
anak lebih banyak dihabiskan dirumah atau dilingkungannya. Bisa dibayangkan apa
jadinya bila yang mereka lihat dan mereka dengar adalah hal-hal yang buruk dari
orang-orang disekitarnya?
Kemiskinan kerap menjadi akar
penyebab anak-anak dari kelompok marjinal tidak bisa mencicipi pendidikan.
Namun asa itu masih ada. Jaminan perlindungan hak-hak anak merupakan komitmen
nasional dan internasional. Pun di Indonesia komitmen ini senantiasa
digelorakan. Pemerintah dan masyarakat terus mengupayakan anak-anak yang
terpinggirkan ini bangkit dari jerat marjinalisasi.
Sekalilagi anak adalah modal
utama dalam pembangunan bangsa. Sehingga ia harus benar-benar dipersiapkan
dengan sebaik-baiknya sejak dini. Agar kelak menjadi sosok yang berkualitas dan
berguna bagi diri serta lingkungannya.
Kita boleh bersyukur, pemerintah
telah mencanangkan gerakan pendidikan karakter untuk membangun keadaban bangsa.
Gerakan ini bertujuan agar pendidikan menjadi motor penggerak untuk
memfasilitasi pembangunan karakter, sehingga anggota masyarakat mempunyai
ikesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis.
Gerakan ini harus dilaksanakan
semua elemen bangsa mulai dari tingkat atas hngga satuan terkecil di keluarga.
Generasi muda perlu contoh yang
bisa menjadi panutan. Para pemimpin bangsa hingga pemimpin keluarga harus betul
betul bisa menunjukkan ketokohannya yang pantas menjadi panutan.
Sumber: Bulettin Akasara edisi 5
tahun 2013
Sunday, November 16, 2014
MENULISLAH ANDA AKAN ABADI
Posted by dwee pasmah on 2:52 PM
"Jika anda meninggalkan warisan harta benda, tidaklah kekal. Tetapi bila anda mewariskan karya tulisan, nama anda akan Abadi." (Ahmad Syauqi, Mesir)
Menulis memang terlihat sepele dan sederhana. Namun, di balik guratan pena, susunan kata, dan kesatuan kalimat. atau rentetan angka dan huruf, berbagai peradaban datang silih berganti. Sebagiannya tumbang, menyisakan informasi dan identifikasi yang akurat, sebagian yang lain musnah begitu saja, sebab tak ada data, nihil informasi tulis.
Berbeda dengan bahasa lisan yang merupakan bakat sejak lahir, tetapi kemampuan menulis dan munculnya ulisasn itu sendiri dalam sejarah muncul melalui proses yang cukup panjang. Menulis adalah bagian dari evolusi intelektualitas manusia sepanjang sejarah peradaban. Tradisi menulis tidak begitu saja ada berbarengan dengan kehadiran sebuah peradaban. Ia datang lebih akhir.
Ada Puluhan ribu bahasa yang pernah beredar di muka bumi, tetapi sebagian besar punah lantaran tidak ada bukti tertulis. Dari sejumlah itu yang tersisa hanya sekitar 3000 bahasa. Itupun bila dikerucutkan lagi yang memang benar-benar terstruktur dan terdokumentasikan rapi melalui beragam media, baik yang berbentuk formal maupun tidak, sekira 100 bahasa saja.
Apa jadinya dunia tanpa adanya aktivitas menulis?. Tulis menulis menjadi penyambung antar generasi melintasi peradaban. Dan sunah yang ditentukan Oleh ALLAH , SWT, peradaban satu dan lainnya seling mengisi dan melengkapi. Meski terkadang kemalangan berada di salah satunya. begitulah aturan mainnya. Peradaban ada yang maju, ada yang terbelakang, dan tidak sedikit telah bertumbangan.
"Dan masa kejayaan dan kehancuran itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikanNya (gugur sebagai) saksi-saksi." (Qs. Ali Imran [3]:140).
Islam sebagai bagian dari estafet peradaban itu kuat dan berjaya melalui aktivitas tulis menulis. Geliat penulisan dan penerjemahan buku-buku yang bersumber dari barat begitu masif pada masa keemasan Islam selama dinasti Abbasiyyah (750-1258 M) berkuasa.
Pada abad ke - 10, baghdad memiliki sekitar 300 sekolah. Dua yang paling terkenal adalah Bait Al-Hikmah dai Baghdad (820 M) dan Dar Al-Ilm di Kairo (998 M). Islam tumbuh sebagai pusat peradaban dunia hingga pecahnya perang salib.
Allah berkehendak pula melalui aktivitas tulis-menulis untuk menjaga kemurnian Al-Quran. Skenario yang menjadi titik tolak itu tentu seperti yang diungkap oleh As-suyuti dalam "Majma' al-Lughat", bermula ketika Abu Bakar menerima usulan Umar Bin Khatab yang prihatin dengan banyaknya para penghafal Al-Quran yang gugur di Perang Yamamah. Kodifikasi Al-Quran dapat dilakukan merujuk ke para pencatat wahyu, seperti Zaid bin Tsabit.
Meski embrio inisiatif Abu Bakar tersebut erat kaitannya dengan skenario dasar pencatatan wahyu pada era Rasulullah. SAW yang berlangsung sporadis ketika Ayat-Ayat Al-Quran ditulis diberbagai media, semisal pelepah qurma dan kulit binatang. Dari skenario inilah muncul istilah mushaf yang dipopulerkan oleh Abu Bakar.
Peristiwa berikutnya yang tek kalah penting dan menunjukkan tulis- menulis begitu penting dalam peradaban Islam tentu upaya standarisasi penulisan mushaf oleh Utsman bin Affan. Aktivitas ini dilatar belakangi oleh ketidak seragaman dan potensi kesalahan, baik dalam pembacaan maupun penulisan ayat-ayat Alquran. Tercetuslah mushaf standar Utsman yang dikenal dengan Rasm Utsmani.
Skenatio tersebut ada pula yang bersifat individual, muncul dari para ulama dan cendekiawan. Abu Aswad Ad-Duali (603-688M) merupakan tokoh yang cukup berjasa dalam membuat tanda baca (harakat) Al-Quran.
Sosok yang bernama lengkap Dzalam bin Amru bin Sufyan bin Jandal bin Yu'mar bin Du'ali mencetuskan sistem penempatan titik tinta berwarna merah sebagai tanda baca, seperti satu titik untuk tanda fathah (a) dan satu titik dibawah huruf untuk bunyi (i) atau kasrah. Meski upayanya tersebut akhirnya disempurnakan oleh para muridnya, seperti Nashr bin Ashim (w 707 M) dan Yahya bin Ya'mur (708 M)
Selanjutnya ada pula aktivitas tulis menulis yang meski tidak berkorelasi langsung dengan kodifikasi Al-Quran sangat mendukung agenda besar umat Islam tersebut. Apa yang dilakukan oleh Abu Umar Utsman Said Ad-Dani dengan bukunya yang berjudul al-Muhkam di Naqth al-Mushahifi berkontribusi besar dalam rekonstruksi sejarah kodifikasi Alquran.
Kehidupan modern yang kita pijak sekarang adalah buah dari aktifitas tulis-menulis. Tulis menulis menghubungkan manusia pada masa lalu, sekarang dan esok. Beragam peradaban tumbuh dan berkembang dan bertahan melalui tulisan. Tanpa tulisan, kata Ahmad Syauqi anda akan menjadi lenyap bersamaan dengan fananya masa dan raibnya dunia, maka menulislah sebab dengan menulis maka anda akan abadi.
oleh: Nashih Nasrullah
sumber : harian umum Republika 16 November 2014
Wednesday, November 12, 2014
PENDIDIKAN KEORANGTUAAN UNTUK MENINGKATKAN PERAN ORANGTUA SEBAGAI PILAR UTAMA PENDIDIKAN
Posted by dwee pasmah on 8:31 PM
Keluarga adalah pilar pertama dan utama pendidikan, sedangkan orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam proses pendidikan.
Disebut pilar pertama karena proses pendidikan dimulai dari keluarga sejak anak dalam kandungan, proses ini merupakan proses pendidikan informal yang dilakukan orang tua dan orang sekitar keluarga dalam kehidupan sehari hari sang anak.
Disebut pilar utama karena pendidikan atau pembelajaran utama lahir dari rumah atau keluarga, meskipun nantinya anak akan mengenyam pendidikan persekolahan, tetapi porsi terbesar pendidikan masih lahir dari rumah atau keluarga. pendidikan persekolahan diperkirakan sekitar 8 jam sehari atau 30% dari waktu dalam sehari. Selebihnya anak berada pada lingkungan rumah atau keluarga.
Oleh karena itu pengetahuan dan wawasan orang tua menjadi penting kalau kita kaitkan dengan peran orang tua dan keluarga dalam proses pendidikan anak, sehingga pendidikan dan wawasan orang tua tersebut harus terus ditingkatkan dengan pendidikan keorang tuaan (parenting education) karena disitulah pengetahuan dan wawasan orang tua diasah kemampuan dan kecakapannya untuk menjalankan peran memberikan pendidikan yang memadai dan berkualitas bagi anak-anaknya.
Dengan meningkatnya pengetahuan dan wawasan orang tua tersebut maka orang tua mampu memberikan pendidikan dan wawasan terhadap anak sejak dalam kandungan hingga mereka mampu mandiri.
Beberapa hal yang diharapkan mampu lahir dalam pendidikan di rumah adalah : peningkatan kapasitas dan perkembangan fisik, emosi, sosial dan intelektual anak .
Oleh sebab itu dengan adanya pendidikan keorang tuaan tersebut orang tua diharapkan bisa membina dan mengasuh anaknya sehingga anak anak tersebut bisa meningkat kapasitas dan perkembangan fisik, emosi, sosial dan intelektual anak, melalui interaksi antara orang tua dan anak yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (makan, minum, dll) kebutuhan psikologis (rasa aman, kasih sayang) serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar dapat hidup selaras dengan lingkungannya.
oleh : Dwi Sarmulyanto,
(Pemerhati Pendidikan anak Usia Dini, Pendidikan Non Formal dan Informal)
Disebut pilar pertama karena proses pendidikan dimulai dari keluarga sejak anak dalam kandungan, proses ini merupakan proses pendidikan informal yang dilakukan orang tua dan orang sekitar keluarga dalam kehidupan sehari hari sang anak.
Disebut pilar utama karena pendidikan atau pembelajaran utama lahir dari rumah atau keluarga, meskipun nantinya anak akan mengenyam pendidikan persekolahan, tetapi porsi terbesar pendidikan masih lahir dari rumah atau keluarga. pendidikan persekolahan diperkirakan sekitar 8 jam sehari atau 30% dari waktu dalam sehari. Selebihnya anak berada pada lingkungan rumah atau keluarga.
Oleh karena itu pengetahuan dan wawasan orang tua menjadi penting kalau kita kaitkan dengan peran orang tua dan keluarga dalam proses pendidikan anak, sehingga pendidikan dan wawasan orang tua tersebut harus terus ditingkatkan dengan pendidikan keorang tuaan (parenting education) karena disitulah pengetahuan dan wawasan orang tua diasah kemampuan dan kecakapannya untuk menjalankan peran memberikan pendidikan yang memadai dan berkualitas bagi anak-anaknya.
Dengan meningkatnya pengetahuan dan wawasan orang tua tersebut maka orang tua mampu memberikan pendidikan dan wawasan terhadap anak sejak dalam kandungan hingga mereka mampu mandiri.
Beberapa hal yang diharapkan mampu lahir dalam pendidikan di rumah adalah : peningkatan kapasitas dan perkembangan fisik, emosi, sosial dan intelektual anak .
Oleh sebab itu dengan adanya pendidikan keorang tuaan tersebut orang tua diharapkan bisa membina dan mengasuh anaknya sehingga anak anak tersebut bisa meningkat kapasitas dan perkembangan fisik, emosi, sosial dan intelektual anak, melalui interaksi antara orang tua dan anak yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (makan, minum, dll) kebutuhan psikologis (rasa aman, kasih sayang) serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar dapat hidup selaras dengan lingkungannya.
oleh : Dwi Sarmulyanto,
(Pemerhati Pendidikan anak Usia Dini, Pendidikan Non Formal dan Informal)
Monday, November 3, 2014
BELAJAR SIAP MENANG DAN SIAP KALAH SEJAK USIA DINI
Posted by dwee pasmah on 8:01 PM
Dalam setiap event apapapun, selalu saja orang berkata siap untuk menang dan siap untuk kalah, sebelum event itu terjadi, apakah itu event antar RT, antar kampung atau bahkan event nasional.
hal tersebut bukan saja terjadi pada pertandingan pertandingan baik pertandingan olah raga, maupun pertandingan lain dimana terjadi persaingan untuk menjadi juara atau pemenang event.
Akan sangat membanggakan bila filosofi siap menang dan siap kalah itu dapat pula di wujudkan sebagaimana mestinya.
Tetapi apa yang nampak di mass media baik elektronik maupun cetak, semuanya cuman sekedar filosofi semata tanpa ada bukti nyata.
Pertandingan sepak bola antar kampung berubah menjadi tawuran bila salah satu tim ada yang kalah, dengan alasan di curangi dan sebagainya.padahal semua orang tahu bahwa setiap event pasti akan ada yang menang dan ada yang kalah.
Untuk mencegah hal tersebut mungkin diperlukan pendidikan karakter sehingga Warga Indonesia dapat mewujudkan filosofi siap menang dan siap kalah sedini mungkin. Hal itu menjadi tugas dari orang tua maupun pendidik untuk memberikan penjelasan makna filosofi siap menang dan siap kalah dalam berbagai masalah
Beberapa hal yang perlu disampaikan kepada anak agar dapat menerima kekalahan/kegagalan diantaranya :
1. Memaknai arti kekalahan/kegagalan:
Memberikan pengertian kepada anak bahwa dalam hidup ini ada kalanya kita menang atau sukses dan ada kalanya kita kalah atau gagal, sebagaimana Allah menciptakan alam ini ada siang ada malam, ada sehat ada sakit dan sebagainya sehingga anak mendapat keyakinan bahwa tidak selamanya seseorang akan sukses dan tidak selamanya sesorang akan gagal tergantung dari usaha dari masing masing orang tersebut untuk meraih kemenangan/kesuksesan ataupun bangkit dari kekalahan/kegagalan.
2. Tidak berlebihan dalam menanggapi peristiwa kemenangan/kesuksesan maupun kekalahan/kegagalan
Untuk memberikan edukasi agar anak tidak terlalu bangga karena kemenangan/kesuksesan dan tidak begitu malu atau menjadi minder karena sedang mengalami kekalahan/kegagalan, orang tua maupun pendidik tidak boleh memberikan penghargaan yang terlalu berlebih-lebihan, sehingga menimbulkan menjadikan anak tersebut menjadi sombong atau besar kepala, begitu juga sebaliknya jangan memberikan teguran yang berlebihan atau bahkan kadang memberikan hukuman atas kegagalan/kekalahan sehingga membuat anak menjadi malu untuk mengakui kekalahan/kegagalan tersebut, bahkan kadang menimbukan rasa minder dan frustasi terhadap anak tersebut. Tetapi sebaiknya sama sama mengevaluasi penyebab kemenangan maupun kekalahan tersebut sehingga kemenangan/kesuksesan dapat dipertahankan dan kegagalan bisa dihindari atau bangkit darui kegagalan/kekalahan tersebut
3. Membelajarkan bahwa tidak semua keinginannya selalu dapat dituruti
Salah satu cara memberikan edukasi agar anak dapat menerima kekalahan sejak dini adalah dengan tidak menuruti segala kemauan anak, dalam artian bahwa harus bisa memberikan pengertian terhadap prioritas setiap keinginan dari anak tersebut, sehingga anak bisa memahami mana yang harus didahulukan sehingga anak tidak memaksakan kehendak untuk selalu dapat memperoleh segala keinginannya.
4. Memberikan pengertian berdasarkan agama yang dianut tentang kegagalan tersebut. (dalam hal ini penulis menyampaikan beberapa pendapat tentang kegagalan sesuai ajaran Islam)
a. Seorang muslim harus bersabar dalam menerima kegagalan sebagaimana tercantum dalam QS. An Nisa ayat 19 yang artinya : "Maka bersabarlah kamu, sebab jika kamu mendapat apa yang tidak kamu sukai, maka sesungguhnya di dalamnya terdapat suatu kebaikan yang banyak", dan (Q.S. An-Nahl : 96) yang artinya "Dan kami pasti akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
b. Memahami bahwa selama manusia hidup itu akan selalu di uji baik ujian dalam hal kesuksesan maupun kegagalan sebagaimana tercantum dalam Q.S Al-Ankabut ayat 2-3 “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
c. Mengingat bahwa setelah kegagalan pasti ada kesuksesan tercantum dalam Q.S Asy Syarh ayat 5 yang artinya “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” dan diulang lagi pada QS. Asy Syarh ayat 6 yang artinya: “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
oleh : Dwi Sarmulyanto (pemerhati pendidikan anak usia dini, pendidikan nonformal dan informal)
Sunday, November 2, 2014
MENUMBUHKEMBANGKAN TAMAN BACAAN MASYARAKAT MELALUI PENDEKATAN NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA
Posted by dwee pasmah on 11:01 PM
PENGANTAR
Membangun manusia menjadi masyarakat utuh mulai dari membangun pendidikan. Pendidikan berperan utama membangun masyarakat karena pendidikan dapat membawa manusia menjadi masyarakat yang cerdas, mandiri, dan berkarakter mulia. Dengan pendidikan, masyarakat dapat mengubah pola pikirnya; dari pola pikir masyarakat mekanik menjadi masyarakat organik; atau dari pola pikir tradisional menjadi moderen.
Amanat undang-undang dalam memenuhi hak warga negara untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan dapat terwujud melalui peningkatan minat baca masyarakat. Salah satu metode untuk menyadarkan dan meningkatkan minat baca masyarakat adalah mendirikan taman bacaan masyarakat, yang disingkat dengan nama TBM.
Kemampuan minat baca masyarakat Indonesia masih tergolong rendah, sementara disisi lain jumlah TBM yang ada secara kuantitatif sebanyak 4.729 dengan jumlah desa kurang lebih 72.000. Di Sulawesi Selatan TBM yang sudah berdiri sebanyak 373 dengan jumlah desa 2.893 (Dinas Pendidikan Prov. Sulsel, 2008). Kondisi ini cukup memprihatinkan baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif. Dari segi kualitatif berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan TBM yang selama ini
dilaksanakan masih jauh dari standar minimal sehingga TBM masih terkesan sebagai tempat buku menumpuk.
Atas keprihatinan tersebut, penulis memberikan solusi terhadap masalah TBM melalui penyelenggaraan TBM yang berbasis nilai-nilai sosial budaya masyarakat dimana TBM itu tumbuh dan berkembang.
PEMBAHASAN
Penumbuhan dan Pengembangan
Istilah menumbuhkembangkan TBM terisnpirasi dari konsep tumbuh kembang anak dalam disiplin ilmu psikologi. Konsep penumbuhan dan pengembangan yang dimaksudkan dalam pengembangan model TBM ini adalah agar TBM dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Istilah penumbuhan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berkaitan dengan masalah perubahan dalam ukuran baik besar, jumlah, atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu. Namun dalam menumbuhkembangkan TBM, istilah penumbuhan terkait dengan pengorganisasian, karakteristik, keanggotaan, penyelenggaraan, dan struktur organisasi TBM.
Sedangkan, istilah pengembangan terkait dengan pengembangan yang menitikberatkan pada aspek perubahan bentuk atau fungsi TBM, termasuk pula perubahan pada aspek nilai sosial budaya masyarakat di wilayah TBM. Faktor-faktor tersebut merupakan modal dasar TBM dalam mencapai proses pengembangan TBM yang baik. Bentuk fisik TBM yang menarik dapat memotivasi masyarakat untuk mengunjungi TBM. Faktor Lingkungan berpengaruh terhadap pengembangan TBM.
Faktor perilaku sangat terkait dengan prilaku pengelola TBM, masyarakat, dan pemerintah. Prilaku pengelola TBM yang ramah dapat mendorong menarik masyarakat untuk mengunjungi TBM. Perilaku masyarakat yang sadar akan pentingnya membaca mendorong dirinya untuk mengunjungi TBM. Begitu pula dengan perilaku pemerintah yang menyadari peranan TBM dalam membelajarkan masyarakat akan mendorong dan memotivasi masyarakatnya untuk belajar di TBM.
Taman Bacaan Masyarakat
Pada awal tahun lima puluhan telah berdiri dan berkembang Taman Pustaka Rakyat (TPR) yang didirikan oleh Pendidikan Masyarakat. TPR bertujuan untuk meningkatkan minat dan kegemaran membaca masyarakat dengan memberikan pelayanan bahan bacaan. Pada tahun 1992/1993, TPR ini kemudian berkembang menjadi Taman Bacaan Masyarakat yang disingkat menjadi TBM. Tugas pokoknya adalah menyediakan berbagai jenis bahan bacaan dalam membangun masyarakat
gemar membaca dan gemar belajar (Direktorat Pendidikan Masyarakat, 2006:1). TBM merupakan lembaga pembudayaan kegemaran membaca masyarakat yang menyediakan ruangan untuk membaca, diskusi, bedah buku, menulis, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang sejenis. TBM dilengkapi dengan bahan bacaan berupa buku,
majalah, tabloid, koran, komik, dan bahan multi media lain, serta didukung oleh pengelola yang berperan sebagai motivator (Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat Ditjen PAUDNI, 2011: 6).
TBM dapat didirikan, dikelola, serta dibiayai baik oleh masyarakat, pemerintah daerah, atau masyarakat bekerja sama dengan pemerintah daerah. Seperti namanya, lokasi TBM ini biasanya berada dekat dengan pemukiman atau kegiatan masyarakat. Persyaratan pembentukannya yang tidak ketat, tata cara pengelolaannya yang luwes dan tidak terlalu formal merupakan ciri yang membedakan TBM dengan perpustakaan.
Pembudayaan masyarakat menjadi tidak hanya gemar membaca, bahkan gandrung membaca memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat sendiri. Mengingat pengembangan dan peningkatan kegemaran membaca terkait dengan bahan pustaka, maka gerakan nasional gemar membaca menjadi tugas dan tanggung jawab Perpustakaan Nasional (RUU Perpustakaan, Pasal 17).
Data Kemdikbud menunjukkan bahwa di era milenium ini ternyata angka buta huruf masih 8,3 juta orang. Sedangkan angka minat baca di Indonesia berdasarkan data dari Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) tahun 2006 yang melibatkan siswa SD menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel penelitian. Sedangkan data tentang perbandingan jumlah buku yang dibaca siswa SMA di 13 negara yang dikeluarkan oleh CSM,
seperti Amerika Serikat jumlah buku yang wajib dibaca 32 buku; Belanda 30 buku; Prancis 30 buku; Jepang 22 buku; Swiss 15 buku; Kanada 13 buku; Rusia 12 buku; Brunei 7 buku; Singapura 6 buku; Thailand 5 buku, dan Indonesia 0 buku (Direktorat Penmas, 2010).
Mewujudkan masyarakat berbudaya baca berarti turut mendorong tumbuhnya minat baca masyarakat. TBM merupakan salah satu program yang dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan membaca masyarakat. Masyarakat yang sudah mampu dan terampil membaca akan melahirkan minat dan kebiasaan membaca, yang pada akhirnya menjadikan masyarakat sebagai masyarakat berbudaya baca.
Apabila membaca sudah menjadi budaya masyarakat, maka masyarakat itu akan menjadi masyarakat melek informasi. Tercapainya masyarakat melek informasi akan mampu mencari dan mengumpulkan informasi; memilih dan mengolah informasi; dan memanfaatkan informasi untuk meningkatkan kemandirian dan produktivitas kehidupannya.
Pendekatan Nilai Sosial Budaya
TBM yang menggunakan pendekatan nilai sosial budaya dalam penyelenggaraan program-programnya dapat didukung oleh masyarakat pengunjungnya. Hal ini terjadi karena masyarakat merasa memiliki TBM itu. Identitas nilai sosial budaya yang ada dalam program TBM sudah menjadi identitas budaya pada masyarakat pengunjung TBM. Konsep keanekaragaman nilai budaya tersebut menurut Koentjaraningrat(1981: 63) adalah pertama, manusia itu tidak hidup sendiri di dunia ini tetapi dikelilingi oleh komunitasnya, masyarakatnya, dan alam semesta sekitarnya. Di dalam sistem makrokosmos itu ia merasakan dirinya hanya sebagai unsur kecil saja yang ikut terbawa oleh proses peredaran alam semesta yang mahabesar; kedua, segala aspek kehidupan manusia pada hakikatnya tergantung kepada sesamanya; ketiga, manusia harus selalu berusaha untuk sedapat mungkin memelihara hubungan baik dengan sesamanya yang terdorong oleh jiwa sama rata sama rasa; dan keempat, manusia sedapat mungkin untuk bersifat menyesuaikan diri, berbuat sama dan bersama dalam komunitasnya, yang terdorong oleh rasa sama tinggi sama rendah.
Dengan memperhatikan keempat konsep tersebut, maka keretakan bangsa yang diakibatkan konflik antaretnis dapat diminimalisir.
Pengintegrasian nilai sosial budaya dalam program TBM berperan amat penting bagi sebuah TBM untuk menuju kepada TBM yang menyenangkan. Diakui bahwa masyarakat Indonesia telah menjadikan nilai-nilai sosial budaya sebagai salah satu unsur tujuan dari bangsa ini, sebagaimana telah termaktub dalam dasar negara, yakni sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna bahwa keadilan sosial dapat tercapai apabila tercipta keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan masyarakat. Apabila nilai sosial itu terwujud dalam diri pribadi masyarakat, maka keseimbangan kehidupan masyarakat dapat tercapai.
Kniker mengemukakan bahwa nilai sosial sebagai suatu standar atau aturan dalam suatu masyarakat yang bersifat abstrak. Nilai tersebut berfungsi sebagai alat mencapai kehidupan masyarakat yang harmonis, sebagaimana dikemukakannya “Social values as the standards or rule of society. This definition is abroad enough to encompass both the abstract (justice, honesty) and the specific (laws and virtues, such as punctuality). Advocates of this definition would see human beings as rule-following animals who basically wish to life in harmony with fellow human beings” (Kniker, 1977: 30).
Pendekatan nilai sosial budaya dalam aktivitas TBM dapat menjadikan TBM tumbuh dan berkembang. Hal ini didukung oleh konsep nilai sosial selalu berorientasi terhadap peningkatan kualitas hidup manusia. Nilai sosial memiliki hubungan sangat erat dengan jati diri manusia sehingga nilai sosial sangat dijunjung tinggi oleh orang banyak atau masyarakatnya. Apabila nilai sosial sudah disepakati melalui konsensus orang banyak, maka nilai tersebut dipandang sebagai hal yang menyangkut
kesejahteraan bersama. Nilai itu kemudian melekat pada etika dan moral masyarakat sehingga apa yang menjadi kebutuhan atau cita-cita yang dianggap baik oleh masyarakat luas menjadi pedoman dalam hidup di masyarakat tersebut. Nilai sosial menurut Woods (2008: 1) adalah sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Terpelihara dan terimplementasinya nilai sosial pada setiap program TBM
menjadi TBM dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, dan akan dapat merealisasikan tujuan-tujuan program yang mereka inginkan. Untuk mencapai TBM yang dapat tumbuh dan berkembang, maka ada empat nilai sosial di mana penyelenggara harus mewujudkannya: (1) kerjasama, (2) solidaritas, (3) tolong menolong, dan (4) loyalitas (Mahmud, 2004: 96).
Metode Menumbuhkembangkan TBM
Metode menumbuhkembangkan TBM melalui pendekatan nilai sosial budaya dapat dilihat sebagaimana gambar berikut:
Gambar di atas menunjukkan bahwa nilai sosial budaya yang diintegrasikan dalam menumbuhkembangkan TBM adalah nilai sosial budaya Bugis. Nilai-nilai sosial budaya tersebut adalah nilai sipakainge, sipakalebbi, dan sipakatau. Tiga konsep nilai-nilai tersebut menjadi pilar bagi TBM untuk mewujudkan masyarakat menjadi masyarakat yang sadar baca, cerdas, dan religius. Konsep sipakainge bermakna adanya saling ingat mengingatkan dalam kebaikan antara pengelola TBM dengan masyarakat di wilayah TBM. Kata sipakainge adalah kata yang berasal dari bahasa Bugis yang berarti saling mengingatkan. Nilai sipakainge ini masih terpelihara dalam kehidupan masyarakat Bugis.
Selain nilai sipakainge, nilai sipakalebbi dan sipakatau juga menjadi pegangan pengelola dalam menjalin hubungan harmonis dengan masyarakat di wilayah TBM. Secara etimologi, sipakalebbi berarti saling memuliakan, dan sipakatau berarti saling menghargai. Konsep sipakalebbi menjadi konsep yang harus dimplementasikan oleh pengelola TBM terhadap pengunjungnya. Semua orang senang akan dimuliakan oleh orang lain. Dengan sifat memuliakan ini, pengunjung TBM akan merasa tenang dan senang duduk berlama-lama di TBM. Disamping dimuliakan, pengunjung TBM perlu dihargai atas waktunya berkunjung ke TBM. Sifat menghargai pengunjung yang ditampakkan oleh pengelola merupakan implementasi dari konsep sipakatau. Peranan nilai-nilai budaya dalam membudayakan budaya baca masyarakat merupakan faktor pendukung yang tidak boleh diabaikan. Untuk menumbuhkembangkan TBM yang berbasis nilai sosial budaya Bugis, Pengelola hendaknya menerapkan tiga konsep nilai dalam pelayanan: (1) mabbere warekkada madeceng, (2) manyameng kininnawa, dan (3) fada siobbi-obbi lao ri gau madecengnge. Tiga nilai itu harus ada dalam jiwa setiap pengelola TBM. Pengelola TBM hendaknya memiliki sifat senang menyapa pengunjung dengan sapaan yang menyejukkan, menanyakan bagaimana kabar pengunjung, ramah, dan sopan. Secara etimologi, mabbere warekkada madeceng, manyameng ininnawa, dan fada siobbi-obbi lao rianu madecengnge adalah bahasa Bugis dengan arti bertutur sapa yang baik, menyenangkan, dan saling mengajak dalam kebaikan. Pengunjung yang disapa dengan penuh kesopanan, disambut dengan raut wajah gembira dan disertai dengan senyum lalu diundang ke TBM akan tergerak hatinya untuk mendatangi TBM.
Konsep menumbuhkembangkan TBM yang menekankan pada peranan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat Bugis dapat tetap lestari. Nilai-nilai tersebut diharapkan menjadi pendorong dan perekat masyarakat untuk mendatangi TBM. Kegiatan melalui pendekatan nilai sosial budaya masyarakat yang dilakukan di TBM mendapat dukungan dari masyarakat. Selain strategi tersebut, pengelola TBM harus menjalin sinergitas antara pemerintah, masyarakat, dan pengelola TBM dalam menumbuhkembangkan TBM.
Pelibatan orang-orang tersebut terhadap kegiatan program TBM ternyata cukup baik dan efektif. Orang-orang tersebut adalah ketua RT/RW, Kades/Lurah, dan tokoh masyarakat setempat. Karena mereka memiliki pengaruh yang kuat di mata masyarakat sehingga mudah mengajak masyarakat untuk mengunjungi TBM.
Kesuksesan TBM dalam mengajak masyarakat untuk datang membaca tidak terlepas dari strategi pengembangan yang dilakukan oleh pengelola TBM. Tiga strategi yang digunakan pengelola TBM untuk menjadikan TBM tetap tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat: (1) strategi kekuasaan, yang meliputi ketua RT/RW, kepala dusun, kepala Kelurahan, camat, dan tokoh-tokoh masyarakat; (2) strategi persuasif, yakni melalui media massa, keterampilan produktif,
dan kegiatan nilai-nilai sosial budaya masyarakat; dan (3) strategi reedukatif normatif, yakni pendidikan formal, nonformal dan informal. Strategi persuasif dilakukan oleh TBM Ujung Tape dalam rangka menghidupkan TBM. Masyarakat harus diyakinkan bahwa TBM bukan hanya sebagai
tempat membaca, tetapi juga tempat mendapatkan keterampilan, termasuk kegiatan adat dan budaya masyarakat setempat. Wujud dari strategi persuasif tersebut adalah pengelola TBM Ujung Tape mengharapkan media lokal untuk mempublikasikan kegiatannya. Hal ini dimaksudkan untuk memperkenalkan TBM dikalangan masyarakat luas. Kegiatan produktif dilakukan untuk memberikan bekal keterampilan seperti resep masakan bagi ibu-ibu rumah tangga. Sedangkan kegiatan nilai sosial budaya tampak pada peranan masyarakat dalam menyukseskan program lomba yang diadakan di wilayah TBM.
Strategi reedukatif normatif merupakan strategi yang melibatkan masyarakat pendidikan, baik jalur pendidikan formal maupun nonformal dan informal. Pelibatan semua jalur pendidikan tersebut dimaksudkan agar setiap warga negara dapat mengakses pendidikan, dalam hal ini TBM sebagai sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan kegiatan bagi pendidikan formal diperuntukkan kepada anak SD hingga SMA atau yang sederajat dan pendidikan nonformal diperuntukkan kepada warga belajar pendidikan anak usia dini non formal dan informal.
KESIMPULAN
TBM dengan pendekatan nilai sosial budaya dalam implementasi programnya mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat. Hal ini terjadi karena nilai sosial budaya sudah menyatu dengan diri masyarakatnya. Dengan demikian, TBM dengan basis nilai sosial budaya menjadikan TBM itu dekat dengan masyarakat. Disamping itu, masyarakat merasa memiliki TBM.
TBM yang berbasis pada kegiatan nilai sosial budaya masyarakat dalam pelaksanaan progran dan pelayanan kepada masyarakat telah terbukti efektif dan efisien memberikan motivasi membaca dan layanan pendidikan kepada masyarakat.
REFERENSI
Direktorat Pendidikan Masyarakat. (2006). Pedoman Pengelolaan TBM. Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat.
--------- (2010). Taman Bacaan Masyarakat Kreatif. Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat.
---------- (2009). Media Informasi Pendidikan Nonformal & Informal: “Menumbuhkan Minat Baca Sejak Usia Dini.” Vol. 78. Edisi XI.
Kniker, C.R. (1977). You and Values Education. Columbus. Ohio: Charles E. Merril Publishing Company.
Mahmud, A.A.H. (2004). Akhlak Mulia. (Terjemahan). Jakarta: Gema Insani.
Raven, J. (1977). Education, Values, and Society: The Objectives of Education and the Nature and Development of Competence. London:HK Lewis & Co. Ltd.
Sumadi. (1987). Hubungan Minat Baca dan Bakat Bahasa dengan Prestasi Membaca Pemahaman Siswa SMA Kodya Malang. Thesis. Malang: PPs IKIP Malang.
Yasil, S. (2002). Ensiklopedi: Sejarah dan Kebudayaan Mandar. Makassar: Forum Studi dan Dokumentasi Sejarah dan Kebudayaan Mandar.
Oleh : Dr. Muhammad Fardus
sumber : bpplsp-reg5.go.id
>>> Ini file file nya broo <<<
Saturday, November 1, 2014
BUAH MANIS DARI KETELADANAN
Posted by dwee pasmah on 1:53 AM
Guru, di gugu lan ditiru.
Guru adalah panutan. Ucapan dan tindakannya menjadi acuan murid.
Ketua Yayasan Pesantren Al Azhar Jakarta, Ustadz Muhammad Suhadi, mengatakan murida akan menjadikan guru sebagai teladan, figur dalam hidup. Sampai akhir hayat, keteladanan guru akan selalu diingat. " Guru harus memberikan keteladanan," tuturnya.
Tidak hanya itu, kata dia harus didukung dengan ikhlas. akan beda hasilnya antara proses pendidikan yang dijalankan dengan ikhlas dan mana yang tidak.
Pendidikan dengan ikhlas akan terasa manfaatnya bagi banyak orang, sedangkan yang setengah hati, bahkan tidak ikhlas, hanya akan menimbulkan kerugian. "Ini selalu saya tekankan kepada guru-guru di sini," kata Suhadi.
Ia selalu mengingatkan guru-guru dilembaganya untuk selalu ikhlas dalam menjalankan amanah yang di emban. Jadi Guru berarti harus mendidik anak sepenuh hati, "Jangan setengah-setengah," ujarnya
Ketika guru ikhlas mendidik, maka anak-anak akan diperhatikan seperti memperhatikan diri sendiri. Mereka bukan dianggap orang lain. Anak akan mendapatkan kasih sayang yang cukup. Sehingga mereka tumbuh menjadi dewasa dengan baik.
Mengajar siswa mesti pula dengan kasih sayang., " Kasih sayang ada di hati," kata dosesn Universitas Al-Azhar Jakarta selatan Ustadz Ahmad ahidin..
Dosen agama Islam Universitas Yarsi Andian Parlindungan menyatakan bahwa para guru hendaknya menyadari mereka memiliki peran yang sangat penting dan strategis. Mereka bukan hanya sebagai pengajar, melainkan juga pendidik. Pengajar hanya memikirkan bagaimana mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik.
Adapun pendidik bukan hanya berkewajiban mengajar melainkan mendidik anak didik dari tiga spek penting manusia yaitu, akal, hati, dan jiwa. Kesemuanya merupakan organ spiritual yang berfungsi menyimpan dan menghayati ilmu dari Allah, sekalipun sumber dan dasar manusia berperilaku. Jika tetanam disana adalah keburukan maka niscaya perilakua anak didik akan buruk juga, "dan begitu pula sebaliknya," ujar Andian.
Jika para guru memahami tugas pendidikan bukan hanya pengajaran, guru juga memahami pentingnya sifat sifat mulia yang harus mereka miliki. Pertama adalah dedikasi yang tinggi terhadap anak didik. Kedua, memiliki rasa tanggung jawab, bukan hanya menjadikan anak didik cerdas melainkan juga berakhlak.
Kemudian, Andian menjelaskan, guru harus memiliki semangat yang tinggi untuk mewujudkan pendidikan yang komprehensif. Mereka memiliki integritas yang tinggi terhadap dunia pendidikan. Juga memiliki visi dan cita cita mulia dalam menjalankan tugas pendidikan.
Dia memberikan tips kesuksesan mendidik, pertama adalah keikhlasan, guru yang ikhlas dan punya wawasan pendidikan yang mumpuni akan lebih ikhlas mengajar. Tidak seperti guru yang banyak bekerja sekedar untuk mendaatkan gaji.
selain itu, guru harus menyadari peran aktifnya dan kesadaran akan pendidikan. Mereka harus mengerti dan memahami kurikulum pendidikan yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan jaman, terutama berbasis pendidikan karakter.
Lembaga pendidikan yang baik dan kondusif juga menentukan kesuksesan pendidikan, jangan sampai lembaga pendidikan hanya sibuk mengurus proposal mencari donatur pendanaan, sedangkan anak didik dibiarkan terlantar.
Guru memainkan perannya dengan memaksimalkan diri untuk menjadikan anak lebih baik dari diri sendiri. Jangan sampai dibiarkan begitu saja. sementara guru sibuk dengan kegiatannya sendiri
oleh : Erdy Nasrul
Sumber: harian Republika 29 november 2013
BERSAMA GURU MENUJU SURGA
Posted by dwee pasmah on 1:37 AM
"Sebaik-baik kalian adalah yang mengajarkan Alqur'an (HR. Muslim)
Ilmu yang diajarkan guru bernilai sedekah
Islam memuliakan guru. Orang yang berilmu dan mengamalkannya memiliki kedudukan yang utama daripada ibadah.
Ketua Departemen Dakwah Pimpinan Pusat Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Ustadz Ahmad Kusyairi Suhail mengatakan guru yang memiliki keistimewaan merupakan guru yang memiliki semangat mengajarkan ilmunya.
Ilmu yang bermanfaat yang dimiliki seorang guru merupakan bukti bahwa dia temasuk orang yang beriman. "Allah SWT suka yang belajar dan mengamalkannya, " tutur dia.
Kusyairi menegaskan, guru akan mendapatkan manfaat tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Hadis Riwayat Muslim menyebutkan, seluruh amal perbuatan seorang manusia akan terputus jika meninggal dunia, kecuali tiga hal, yaitu ilmu yang bermanfaat, amal sedekah, dan anak yangg shaleh.
Menjadi seorang guru artinya memiliki ilmu yang bermanfaat karena telah diamalkan dan diajarkan kepada muridnya. Sehingga, ilmu yang pernah diajarkan akan terus menerus digunakan dan mendapatkan pahala yang tak pernah trputus, bahkan sampai dia meninggal.
Kusyairi menambahkan, Islam sangat menghormati kedudkan guru karena guru merupakan penerus misi nabi dan rasul. Estafet risalah yang diterima oleh Rasulullah SAW diteruskan oleh para guru itu, pada hakikatnya. Sehingga, Rasul pun menyerukan agar memosisikan guru dalam kedudukan yang terhormat. "Berkat guru, yang semula tidak tahu menjadi tahu," ujar dia.
Di dunia, tutur Kusyairi, gurusejatina juga memberikan kebahagiaan. Ini berkat ilmu pengetahuan yang mereka transfer. Bedakan dengan seorang yang luput dari sentuhan guru, tak memiliki ilmu, dan menjadi manusia "buta"
Namun ungkap dia ada kriteria seorang guru dikategorikan ideal. Di antaranya mengajarkan kebaikan dan mampu mengarahkan perilaku anak didik dari yang semula kurang baik menjadi baik.
Kedua, seorang guru harus memiliki akhlak yang mulia. Untuk menjadi teladan yang baik dan dapat dijadikan contoh, guru harus berakhlak mulia. "Bagaimana murid baik bila si guru tak pernah baik". kata dia.
Guru juga harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya dan anak didiknya.Karena, guru tidak semata-mata hanya mentrasnfer ilmu, tetapi juga mendidik dan menjaga anak agar tetap berbuat baik.
Sebagai guru, dia harus mampu mngemban amanah dan dapat mengajarka ilmu untuk membedakan mana perkara yang makruf dan apa sajakah urusan yang munkar. Sehingga, si anak dapat membedakan hal baik dan hal yang buruk.
Dosen pasca sarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Ustadz Mulyadi Kosim mengatakan, Islam memandang guru sangat mulia. Ilmu yang disampaikan seorang guru akan mendapatkan nilai nilai kebaikan bahkan hingga akhirat.
Kedudukan guru sampai bermacam-macam sesuai dengan sebutannya. Seorang guru tidak hanya menjadi rang yang bertugas mentransfer ilmu. Guru adalah seorang mualim yang memberikan ilmu dan mencerdaskan anak didiknya. guru bertugas sebagai muaddib yang bertugas untuk menjadikan manusia yang beradab.
Guru juga bertugas untuk menyebarkan ta'dzim uluhiyah. Artinya guru juga dapat menyampaikan akhlak dan pensucian jiwa. Sebagai Mursyid, guru juga menjadi pembimbing dan memberikan petunjuk kebenaran.
Sedangkan keistimewaan seorang guru, menurut Mulyadi yang juga sebagai kepala sekolah International Islamic High school Jakarta adalah sebagai pewaris kenabian.Artinya seorang guru membawa anak didik dari kegelapan kepada cahaya.
Guru disebut istimewa karena dia telah melanjutkan tongkat estafet perjuangan Rasulullah. Allah SWT juga menjadi 'guru' pertama bagi Adam AS. Mengajarkan perkara yang belum diketahui, lalu menjadi tahu. Guru menjadi sumber perubahan bagi murid yang tidak baik menjadi baik.
Qosim pun menyebutkan sejumlah kriteria guru ideal, antara lain amanah, memiliki hubungan yang dekat dengan muridnya, memiliki akhlak yang mulia dan wawasan yang luas. Guru di tuntut pula memiliki ilmu kejiwaan dan ilmu cara untuk mendidik."Guru mesti bisa berkomunikasi dari hati ke hati," papar dia.
Guru, kata Qosim harus menjadi contoh teladan baik bagi anak-anak dan menjadi teman pada saat anak-anak mengalami masalah. Sehingga anak didik dapat menghormati mereka. Hubungan antar keduanya tidak hanya formalitas, tapi juga saling menghargai dengan mendengarkan segala nasihat dan menerapkan ilmu yang diajarkan.
Oleh : Ratna Ajeng Tejomukti
Sumber: harian Republika 29 november 2013
Tuesday, October 28, 2014
“Pendidikan Nonformal”
Posted by dwee pasmah on 6:49 PM
Pada dasarnya ada tiga jenis pendidikan yaitu: pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini (TK/RA), pendidikan
dasar (SD/MI), pendidikan
menengah (SMP/MTs dan SMA/MA), dan pendidikan
tinggi (Universitas). Pendidikan formal terdiri
dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah
melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal
diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Kita sebagai masyarakat yang peduli akan dunia
pendidikan wajib hukumnya tahu apa dan bagaimana peran ketiga jenis pendidikan
ini. Dari ketiga jenis pendidikan ini, Saya hanya ingin mengulas sedikit
tentang pendidikan nonformal yang turut berperan dalam upaya peningkatan
kualitas dunia pendidikan.
Jenis dan Sasaran
Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal adalah salah satu bentuk layanan
pendidikan yang bertujuan sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Adapun jenis
pendidikan nonformal dapat berupa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,
pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.
Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan
lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar,
majelis taklim, sanggar, dan lain
sebagainya, sertapendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Dengan bermunculannya pendidikan nonformal di sekitar
kita maka diharapkan anak akan mendapatkan nilai dan ilmu lebih dari apa yang
telah mereka dapatkan di sekolah dan lingkungan keluarganya. Sesungguhnya
pendidikan nonformal adalah pendukung dari pendidikan formal yang anak-anak
wajib hukumnya dapatkan di sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta. Pendidikan Nonformal juga pendukung dari pendidikan
informal yang anak-anak harus terima dari lingkungan keluarga. Dalam hal ini
menyangkut pendidikan agama, budi pekerti, etika, sopan santun, moral dan
sosialisasi yang seharusnya diperkenalkan perdana sekali oleh kedua orang tua
mereka. Terkadang tidak sedikit orang tua yang melupakan peran pentingnya dalam
mengutamakan pendidikan informal melalui tangan mereka sendiri. Mereka lebih
puas jika pendidikan informal itu menjadi tugas rangkap para pendidik di
pendidikan nonformal. Lihat saja sekarang, anak usia dibawah 3 tahun saja sudah
banyak yang dididik di PAUD padahal sudah menjadi peran penting orang tua lah
pendidikan anak usia dini. Segala sesuatu harus berawal dari keluarga karena
hal itulah yang akan menciptakan kepribadian anak nantinya. Intinya, pendidikan
nonformal hanyalah pendukung dari segala jenis pendidikan.
Peran
Pendidikan Nonformal
Kehadiran berbagai
PAUD dan lembaga pendidikan nonformal yang kian beredar di sekitar kita
menunjukkan betapa pedulinya oknum pendidik nonformal terhadap dunia pendidikan
nonformal. Ini akan sangat membantu para orang tua yang menginginkan nilai
lebih yang dihasilkan anak-anak mereka sebagai bentuk pendukung pendidikan
formal yang anak terima di sekolah. Dalam hal ini peran penting pendidikan
nonformal sebagai salah
satu bentuk layanan pendidikan yang bertujuan sebagai pengganti, penambah, dan
pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat
bergerak sebagaimana mestinya. Masyarakat patut bersyukur dengan keberadaan
pendidikan nonformal maka kebutuhan anak-anak dalam mengganti, menambah dan
melengkapi pendidikan formal mereka bisa terpenuhi. Sebut saja berbagai contoh
yang ada di sekitar kita saat ini; dengan adanya Sanggar Kegiatan Belajar yang
menawarkan pembelajaran seperti di sekolah formal tapi dengan keringanan jam
belajar membantu anak-anak untuk tetap bersekolah di waktu mereka yang mungkin
tidak sefleksibel anak-anak di sekolah formal. Pengadaan Program Paket A, B dan
C oleh pendidikan nonformal membantu semangat anak-anak yang tidak lulus
sekolah formal kembali berkobar karena peraturan pemerintah yang menyatakan
ijazah mereka setara dengan anak-anak yang menimba ilmu di sekolah formal.
Kemunculan banyaknya PAUD cukup meringankan beban orangtua yang mungkin
sebagian besar waktunya terkurasakan dunia karir mereka. Di PAUD, anak-anak
dipastikan mendapatkan dasar pendidikan formal sebagai bekal mereka sekolah
nanti dan tambahan pendidikan informal sebagai pelengkap pendidikan informal
yang mereka dapatkan di lingkungan keluarga. Banyaknya Lembaga Kursus dan
Bimbingan Belajar yang kian marak di sekitar kita dapat menjadi penambah dan
pelengkap ilmu yang anak-anak peroleh di sekolah formal. Sungguh besar peran
dunia pendidikan nonformal.
Bersikap
selektif
Menilik banyaknya
PAUD, lembaga kursus dan bimbingan belajar yang berlomba-lomba menawarkan
keunggulan dari masing-masing lembaga, banyak orang tua berbondong-bondong
mengantarkan anak-anaknya ke lembaga pelayanan pendidikan nonformal tersebut
berharap buah hati mereka mendapatkan pendidikan tambahan yang tepat dan baik
untuk melengkapi kebutuhan pendidikan formal mereka. Oleh karena itu sudah
selayaknya orang tua bersikap selektif dalam memilih PAUD, lembaga kursus dan
bimbingan belajar yang tepat untuk anak-anak mereka mengingat kian maraknya
keberadaan layanan pendidikan nonformal yang hanya berasas manfaat. Jadi,
meninjau betapa banyak kelebihan yang ditawarkan pendidikan nonformal dalam
rangka melengkapi pendidikan formal dan informal sudah sepantasnya lah kita
sebagai masyarakat yang peduli akan pendidikan generasi penerus bangsa memilih
yang terbaik dan sesuai kualitas yang ditawarkan. Jangan lupa untuk menjadi
saksi keberhasilan anak-anak akan proses belajar yang dilakukan selama
anak-anak dalam masa pembelajaran di PAUD, Lembaga Kursus dan Bimbingan Belajar
di sekitar kita. Buat anak, jangan coba-coba. Apalagi menyangkut pendidikan
yang bersifat mendidik sepanjang hayat. Jadilah pendidik sejati yang berawal
dari pendidikan di lingkungan keluarga, masyarakat dan bangsa.
sumber : http://edukasi.kompasiana.com/
sumber : http://edukasi.kompasiana.com/