"Jika anda meninggalkan warisan harta benda, tidaklah kekal. Tetapi bila anda mewariskan karya tulisan, nama anda akan Abadi." (Ahmad Syauqi, Mesir)
Menulis memang terlihat sepele dan sederhana. Namun, di balik guratan pena, susunan kata, dan kesatuan kalimat. atau rentetan angka dan huruf, berbagai peradaban datang silih berganti. Sebagiannya tumbang, menyisakan informasi dan identifikasi yang akurat, sebagian yang lain musnah begitu saja, sebab tak ada data, nihil informasi tulis.
Berbeda dengan bahasa lisan yang merupakan bakat sejak lahir, tetapi kemampuan menulis dan munculnya ulisasn itu sendiri dalam sejarah muncul melalui proses yang cukup panjang. Menulis adalah bagian dari evolusi intelektualitas manusia sepanjang sejarah peradaban. Tradisi menulis tidak begitu saja ada berbarengan dengan kehadiran sebuah peradaban. Ia datang lebih akhir.
Ada Puluhan ribu bahasa yang pernah beredar di muka bumi, tetapi sebagian besar punah lantaran tidak ada bukti tertulis. Dari sejumlah itu yang tersisa hanya sekitar 3000 bahasa. Itupun bila dikerucutkan lagi yang memang benar-benar terstruktur dan terdokumentasikan rapi melalui beragam media, baik yang berbentuk formal maupun tidak, sekira 100 bahasa saja.
Apa jadinya dunia tanpa adanya aktivitas menulis?. Tulis menulis menjadi penyambung antar generasi melintasi peradaban. Dan sunah yang ditentukan Oleh ALLAH , SWT, peradaban satu dan lainnya seling mengisi dan melengkapi. Meski terkadang kemalangan berada di salah satunya. begitulah aturan mainnya. Peradaban ada yang maju, ada yang terbelakang, dan tidak sedikit telah bertumbangan.
"Dan masa kejayaan dan kehancuran itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikanNya (gugur sebagai) saksi-saksi." (Qs. Ali Imran [3]:140).
Islam sebagai bagian dari estafet peradaban itu kuat dan berjaya melalui aktivitas tulis menulis. Geliat penulisan dan penerjemahan buku-buku yang bersumber dari barat begitu masif pada masa keemasan Islam selama dinasti Abbasiyyah (750-1258 M) berkuasa.
Pada abad ke - 10, baghdad memiliki sekitar 300 sekolah. Dua yang paling terkenal adalah Bait Al-Hikmah dai Baghdad (820 M) dan Dar Al-Ilm di Kairo (998 M). Islam tumbuh sebagai pusat peradaban dunia hingga pecahnya perang salib.
Allah berkehendak pula melalui aktivitas tulis-menulis untuk menjaga kemurnian Al-Quran. Skenario yang menjadi titik tolak itu tentu seperti yang diungkap oleh As-suyuti dalam "Majma' al-Lughat", bermula ketika Abu Bakar menerima usulan Umar Bin Khatab yang prihatin dengan banyaknya para penghafal Al-Quran yang gugur di Perang Yamamah. Kodifikasi Al-Quran dapat dilakukan merujuk ke para pencatat wahyu, seperti Zaid bin Tsabit.
Meski embrio inisiatif Abu Bakar tersebut erat kaitannya dengan skenario dasar pencatatan wahyu pada era Rasulullah. SAW yang berlangsung sporadis ketika Ayat-Ayat Al-Quran ditulis diberbagai media, semisal pelepah qurma dan kulit binatang. Dari skenario inilah muncul istilah mushaf yang dipopulerkan oleh Abu Bakar.
Peristiwa berikutnya yang tek kalah penting dan menunjukkan tulis- menulis begitu penting dalam peradaban Islam tentu upaya standarisasi penulisan mushaf oleh Utsman bin Affan. Aktivitas ini dilatar belakangi oleh ketidak seragaman dan potensi kesalahan, baik dalam pembacaan maupun penulisan ayat-ayat Alquran. Tercetuslah mushaf standar Utsman yang dikenal dengan Rasm Utsmani.
Skenatio tersebut ada pula yang bersifat individual, muncul dari para ulama dan cendekiawan. Abu Aswad Ad-Duali (603-688M) merupakan tokoh yang cukup berjasa dalam membuat tanda baca (harakat) Al-Quran.
Sosok yang bernama lengkap Dzalam bin Amru bin Sufyan bin Jandal bin Yu'mar bin Du'ali mencetuskan sistem penempatan titik tinta berwarna merah sebagai tanda baca, seperti satu titik untuk tanda fathah (a) dan satu titik dibawah huruf untuk bunyi (i) atau kasrah. Meski upayanya tersebut akhirnya disempurnakan oleh para muridnya, seperti Nashr bin Ashim (w 707 M) dan Yahya bin Ya'mur (708 M)
Selanjutnya ada pula aktivitas tulis menulis yang meski tidak berkorelasi langsung dengan kodifikasi Al-Quran sangat mendukung agenda besar umat Islam tersebut. Apa yang dilakukan oleh Abu Umar Utsman Said Ad-Dani dengan bukunya yang berjudul al-Muhkam di Naqth al-Mushahifi berkontribusi besar dalam rekonstruksi sejarah kodifikasi Alquran.
Kehidupan modern yang kita pijak sekarang adalah buah dari aktifitas tulis-menulis. Tulis menulis menghubungkan manusia pada masa lalu, sekarang dan esok. Beragam peradaban tumbuh dan berkembang dan bertahan melalui tulisan. Tanpa tulisan, kata Ahmad Syauqi anda akan menjadi lenyap bersamaan dengan fananya masa dan raibnya dunia, maka menulislah sebab dengan menulis maka anda akan abadi.
oleh: Nashih Nasrullah
sumber : harian umum Republika 16 November 2014
0 comments:
Post a Comment