Friday, July 15, 2011

Guru Menjadi Model Bagi Anak

Perhatikan anak-anak kita, ia selalu memiliki kecenderungan untuk meniru. Tidak heran ketika ada tayangan TV yang begitu menarik, dalam waktu singkat sudah bisa ditiru. Misalnya saja tayangan film naruto, dora, spongbob, dll. anak-anak yang baru berusia dua tahun sudah minta baju, tas sesuai dengan apa yang dilihat di TV. Mereka ingin meniru gaya jagoan yang disukai..

Itulah memang dunia anak, dunia bermain dan dunia meniru. Apa yang ada di sekelilingnya akan ditiru habis-habisan.nak-anak kita belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Anak-anak kita ingin selalu menjadi bintang yang dilihat di TV.

Ketika melihat sesuatu yang ditiru oleh anak itu positif, maka perlu terus dipompa sehingga apa yang menjadi keinginan anak bisa tercapai. Misalnya saja si anak ingin menjadi dai cilik sebagaimana yang diidolakan di TV. Mungkin saja anak ingin menjadi penyanyi cilik sebagaimana Debo yang menjadi penyanyi melalui kontes idola cilik. Namun ketika anak sudah mulai berperilaku dengan menyontoh yang negatif, maka segeralah untuk diperbaiki.

Adi W Gunawan di dalam buku, ”Manage Your Mind For Success” menjelaskan tentang tahap pemrograman anak-anak kita. Fase pertama adalah usia 0-7, fase ini disebut fase tanam. Apapun yang dilihat, yang didengar, yang dikatakan orang pada anak kita sangat mudah untuk diterima anak. Anak belum mempunyai filter untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Usia-usia ini lebih banyak menerima dan disimpan dalam memori jangka panjang. Sepenuhnya apa yang diterima masuk ke pikiran bawah sadar. Tahun ini sangat penting dalam pembentukan anak. Orang tua sangat berperan, begitu juga jika di sekolah, guru TK memiliki peran yang cukup besar.

Fase kedua adalah usi 7-14 tahun yang disebut fase model. Pada usia ini anak-anak selalu ingin meniru tokoh yang dikagumi. Usia ini mulai memasuki pendidikan formal di SD sampai SMP atau pendidikan dasar. Masa ini merupakan m asa-masa penting bagi anak untuk membentuk kepribadinnya. Anak akan menjadi hebat, sukses, dan mulia jika yang ditiru adalah hal-hal yang positif. Sebaliknya, anak bisa salah melangkah jika apa yang dilihat dan dijadikan model itu salah, contoh-contoh negatif. Peran guru di sekolah sangat berpengaruh.

Fase ketiga adalah usia 14-21 tahun, yang disebut fase sosial. Pada fase ketiga ini anak-anak cenderung melakukan interaksi sosial. Mereka lebih senang melakukan pertemanan. Fase ketiga banyak ditentukan oleh fase pertama dan kedua. Jika fase tanam dan model yang didapatkan melalui pengalaman itu positif, maka dalam fase sosial akan mengalami interaksi yang positif. Sebaliknya, jika pengalaman pada fase pertama dan kedua negatif, maka dalam interaksi sosial pun akan negatif.

Sekolah sebenarnya bisa dijadikan satu kekuatan untuk melakukan perbaikan. Sekolah seharusnya bisa berfungsi sebagi filter pembentuk perilaku positif bagi anak. Mungkin pada saat masa tanam terjadi konsep yang salah pada orang tua. Maka sekolah bisa untuk mengubahnya.

Fungsi sekolah bukan hanya untuk tranferknowladge, tetapi juga sebagai agen perubahan. Untuk menjadi agen perubahan, dibutuhkan guru-guru yang berkualitas, guru-guru yang profesional dan mempunyai visi serta misi ke depan dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas.

Guru sebagaimana orang tua sudah seharusnya bisa menjadi model bagi anak-anak. Perilaku keseharian bisa menjadi tauladan bagi anak-anak didik. Guru bisa menjadi figur sentral dalam pembentukan kepribadian anak.

Jujur, saat ini banyak anak kehilangan figur sentral. Banyak anak yang lebih cenderung untuk menjadikan tontonan sebagai model. Bisa saja hal ini terjadi karena orang tua yang mestinya bisa sebagai model jarang ditemui karena sibuk. Sehingga anak-anak mencari figur lainnya. Misalnya saja model itu bisa ditemukan pada diri pembantu, pada tokoh sinetron yang dikagumi, atau mungkin sahabatnya yang dijadikan figur.

Di sinilah guru dituntut untuk menjadi model. Berikan yang terbaik buat anak-anak kita. Banyak anak-anak yang sukses karena melihat figur gurunya yang bersahaja, tegas, dan berwibawa.

Anak-anak adalah mata rantai pewaris perjuangan dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran. Anak-anak adalah pengawal negeri tercinta. Dialah yang akan menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya yang telah dibangun dengan susah payah.

Dalam proses transfering values and knowladge guru senantiasa mengajar dan berkomunikasi. Guru tidak bisa meninggalkan nilai-nilai dalam mendidik putra-putrinya. Sekali lagi, sebagai agen perubahan, guru bukan hanya transfer knowledge, tetapi transfer nilai-nilai. Hal-hal yang tidak baik segera diganti dengan nilai-nilai yang baik.

Berbagai teori telah menyebutkan bahwa apa yang sudah diterima anak di masa tanam akan masuk dalam memori jangka panjang atau tersimpan pada alam bawah sadar. Namun demikian, kita tidak boleh berputus asa, tidak boleh hawatir untuk melakukan perubahan. Masa model bisa untuk memperbaiki kondisi yang pernah terjadi di masa tanam.

Kita bisa melihat cara kerja komputer. Ketika masih baru dan mulai diisi kemudian disimpan, maka itulah yang akan tersimpan terus. Namun suatu saat apa yang tersimpan itu harus kita delet untuk diganti dengan yang lebih baik, maka yang sudah didelet itu akan hilang. Berbeda jika ada file baru yang masuh dan tersimpan, maka sejauh mana file yang tersimpan itu terbuka kembali.

Di sinilah peran guru sebagai agen perubahan. Guru berperan sebagi model yang bisa diteladani oleh anak-anak. Banyak model yang dilihat oleh anak-anak di luar sekolah. Namun di sekolahlah yang diharapkan model itu bisa ditemukan oleh anak. Sekolah setidaknya mampu menjadi filter terhadap pengaruh yang terjadi di luar rumah.

Oleh: Irma Hariyatik SAg
Guru TK Aisyiyah Bustaul Athfal (ABA) 31 Wiyung, Surabaya
sumber : http://suaraguru.wordpress.com/

0 comments: