Wednesday, May 30, 2012

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN KECERDASAN SPIRITUAL ANAK USIA DINI

Menurut Syamsu Yusuf (2002: h.136) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan keadaan spiritual anak, yaitu faktor pembawaan (internal) dan lingkungan (ekstrnal) adapaun penjelasannya yaitu:

1. FAKTOR PEMBAWAAN (INTERNAL)

Secara hakiki perbedaan manusia dengan binatang adalah manusia mempunyai fitrah beragama. Oleh sebab itu manusia disebut juga dengan homo religius. Fitrah beragama ni tidak memilih kapan manusia tersebut itu berada dan dilahirkan. Dari zaman yang masih primitif sampai modern, bahkan sejak Nabi adam sampai akhir jaman, maupun setiap anak yang lahir dari rahim orangtua yang baik ataupun jahat, bahwasanya secara kodrati setiap manusia memiliki kepercayaan terhadap sesuatu yang berada di luar kekuasaannya yang memiliki kekuatan untuk mengatur kehidupan alam semesta.

Dalam masyarakat primitif sering kita jumpai melalui bukti-bukti peninggalan prasejarah. Adanya kepercayaan terhadap roh-roh gaibyang dapat memberikan kebaikan atau kejahatan. Semua hal tersebut diperlihatkan melalui pemberian saji-sajian (bahasa sunda sesajen) yang dibuat untuk mengusir ataupun meminta tolong kepada roh-roh yang mereka percayai. Selain itu benda-benda yang dianggap keramat, seperti keris, atau batu juga seringkali mereka percayai sebagai benda yang memiliki kekuatan-kekuatan yang dapt mendatangkan kebaikan bagi dirinya sendiri. Tidak heran jika mereka mengeramatkannya. Bahkan, dikalangan mesyarakat modern pun masih ada yang percaya terhadp hal-hal yang bersifat takhayul tersebut.

Melihat kenyataan di atas maka tidak bisa dipungkiri bahwa setiap manusia yang lahir telah memiliki kepercayaan terhadap suatu zat yang mempunyai kekuatan untuk mendatangkan kebaikan ataupun kemudhoratan (mencelakakan). Seperti yang telah difirmankan Allah. SWT, dalam Al Qur’an surat Ar-Rum ayat 30, yang artinya “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Namun dalam perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah, dan ada juga yang mendapat bimbingan dari para rasul Allah SWT, sehingga fitrahnya berkembang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

2. FAKTOR LINGKUNGAN (EKSTERNAL)

Fitrah beragam merupakan salah satu potensi yang memiliki kecenderungan untuk berkembang ke arah yang lebih baik lagi. Namun potensi tersebut tidak akan berkembang manakala tidak ada faktor luar (eksternal) yang turut serta mewarnai pertumbuhan dan perkembangan setiap individu. Jika kita menginginkan potensi beragama setiap anak berkembang ke arah yang lebih baik, tentu kita harus dapat menkondisikan situasi dan lingkungan yang ada disekitar mengarah kepada hal tersebut untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Disini lingkungan yang dimaksud menurut Syamsu Yusuf (2002: h.139) yaitu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Adanya keserasian antara keluarga, sekolah, dan masyarakat akan dapat memberikan dampak positif bagi anak, termasuk dalam pembentukan jiwa keagamaan dalam diri anak. Aapun penje;asana dari masing-masing lingkungan adalah sebagai berikut :

a. Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi setiap anak. Tentunya dalam hal ini orangtua menjadi orang yang paling bertanggungjawabdalam menumbuhkembangkan kecerdasan beragam pada anak. Para orangtua dibebankan tanggungjawab untuk membimbing potensi keagamaan anak sehingga diharapkan akan terbentuk kesadaran beragama (religious consciousness) dan pengalaman agama (religious experience) dalam diri anak-anak secara nyata dan benar. Anak-anak diberi bimbingan sehingga mereka tahu kepada siapa mereka harus tunduk dan bagaimana tatacara sebagai bentuk pernyataan dan sikap tunduk tersebut.

Tentunya pembentukan jiwa keagamaan ini haruslah dimulai sejak anak dalam kandungan sampai ia lahir. Dalam mengembangkan fitrah beragama anak, agama islam mengajarkan kepada orantua khususnya ibu untuk lebih meningkatkan amal ibadahnya kepada Allah, seperti melaksanakan sholat, berdoa, berdzikir, membaca Al-Qur’an dan memberi sedekah ketika anak sedang berada dalam kandungan. Hal inipun didukung dengan pengamatan para ahli jiwa terhadap orang-orang yang mengalami gangguan jiwa; ternyata mereka itu dipengaruhi oleh keadaan emosi atau sikap orangtua terutama ibu pada masa mereka dalam kandungan.

Begitu juga saat anak lahir, agama islam telah mensyariatkan kepada setiap orangtua untuk mengumandangkan azan ditelinga kanan dan iqamat di telinga kiri. Hal tersebut dimaksudkan agar suara yang pertama kali didengar oleh anak adalah kalimat-kalimat seruan kepada Allah sebagai tanda pengajaran kepada anak yang baru memasuki dunia baru. Lalu ada usia ketujuh hari sebaiknya anak di aqiqahkan dan diberi nama yang baik sebagai salah satu doa agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah.

Kemudian Islampun mengajarkan kepada setiap orangtua untuk selalu memberikan anak makanan dan minuman yang halal dan baik yaitu makanan dan minuman yang tidak diharamkan oleh agama serta bersih, bergizi dan berprotein. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 88, “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik ....”. Dan pada periode selanjutnya anak harus diperlakukan engan kasih sayang, dan orangtua harus dapat memberikan kketeladanan melalui perkataan, sikap dan perbuatan yang direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari secara konsisten.

Bahkan nabi Muhammad SAW. Juga mengajarkan dan mencontohkan secara langsung kepada umatnya untuk selalu memberikan kasih sayang kepada setiap anak dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu Al-Qur’an pun mengabadikan kisah Luqmanul Hakim dalam surat Luqman ayat 12-19 yang berisi tentang pengajaran Luqman kepada anaknya yaitu:

- Luqman menanamkan tauhid yang sebersih-bersihnya, yaitu iman kepada Allah SWT, dan tidak memersekutukanNya (QS. Luqman: 13)

- Luqman menanamkan kesadaran kepada anaknya untuk bersyukur kepada Allah SWT dan bersyukur kepada kedua orangtuanya dengan berbuat baik dan berbakti kepadanya (QS. Luqman: 14)

- Luqman menanamkan kesadaran pada anaknya bahwa segala gerak-gerik perilaku dan perbuatan manusia, yang nampak maupun yang tersembunyi tidak lepas dari pengetahuan dan pengawasan ALLAH SWT. (QS. Luqman: 16)

- Luqman menanamkan kesadaran pada anaknya untuk beribadah kepada Allah SWT, dengan mengerjakan sholat berbuat baik, dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar (QS. Luqman: 17)

- Luqman mendidik kepada anaknya agar berbuat baik dan hormat kepada orang lain, bergaul secara baik, serta berperilaku baik, tidak sombong dan angkuh (QS. Luqman: 18-19)

Dari kisah Luqman inilah jelas Al-Qur’an gambarkan bagaimana kewajiban orangtua dalam mendidik dan menanamkan kesadaran beragam pada diri anak dalam setiap keluarga. Tentu hal ini bukanlah hal yang dapat diabaikan oleh orangtua sebagai pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrati ibu dan bapak diberikan anugrah oleh Allah berupa naluri orang tua. Dengan naluri itulah maka timbul kasih sayang dihati mereka sehingga ada rasa tanggung jawab dalam merawat, mengasihi, dan memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya. Dengan demikian pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan anak. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Tahrim ayat 6 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka.”

b . Lingkungan Sekolah

Lingkungan sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak setelah keluarga. Karena hampir setengah hari anak menghabiskan waktunya bersama teman dan gurunya di sekolah. Tentunya segala sesuatu yang ada di sekolah akan menjadi model bagi anak untuk ditiru. Seperti yang diungkapkan Hurlock(1959: h.561) bahwa pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan subtitusi dari keluarga dan guru-guru subtitusi dari orangtua.

Hal ini menggambarkan bahwa guru merupakan orangtua kedua bagi anak-anak. Peran guru di sekolah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi seluruh perkembangan anak, baik kognitif, sosial, emosi maupun afektif. Sayangnya masih banyak sekolah yang lebih menitikberatkan perkembangan anak secara akademik dengan mengukur kecerdasan setiap anak melalui deretan angka sebagai salah satu ukuran perbandingan antara anak yang satu dengan yang lainnya.

Tentunya hal tersebut harus dijadikan bahan pemikiran bagi seluruh guru sebagai penanggungjawab pendidikan bagi anak untuk tetap menggali seluruh potensi dan kecerdasan anak sesuai dengan tahapan perkembangannya. Karena sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang mempunyai program sistemik dalam melaksanakan pengajaran, bimbingan dan latihan kepada anak agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya.

Dalam kaitan mengembangkan fitrah keagamaan dalam diri anak, maka gur waji memberikan keteladanan dan perkataan, sikap maupun perbuatan yang baik serta cara berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu akan lebih efektif jika semua guru dan staf di sekolah dapat merefleksikanya melaui pembiasaan yang dimulai dari diri sendiri. Selain itu diperlukan juga guru agama yang memiliki kepribadian yang mantap (akhlak mulia), menguasai disiplin ilmu agama islam, dan memahami ilmu-ilmu yang lain yang menunjang kemampuannya dalam mengelola proses belajar mengajar. Namun bukan berarti pengembangan kecerdasan beragama hanyalah menjadi tanggungjawab guru agama saja. Melainkan juga menjadi tanggungjawab guru bidang studi laing dengan cara tetap menyisipkan nilai-nilai agama dalam seluruh proses belajar mengajar setiap hari.

c. Lingkungan Masyarakat.

Selain faktor keluarga dan sekolah, lingkungan masyarakat jua turut mempengaruhi perkembangan kecerdasan beragama pada anak. Lingkunan masyarakat yang dimaksud meliputi lingkungan rumah sekitar anak sebagai tempat bermain, televisi, serta mediacetak seperti buku cerita maupun komik yang paling banyak digemari oleh anak-anakusia dini. Menurut syamsu Yusuf (2002: h. 141) lingkungan masyarakat adalah situasi atau kondisi interaksi sosial dn sosiokultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama atau kesadaran beragama individu. Dalam msayarakt akan terbentuk suatu perilaku yang dominan pada setiap individu karena adanya interaksi sosialyang terjadi antara teman sebaya maupun dengan anggota masyarakat lainnya. Pada diri anak akan muncul perilaku baik ataupun tidak baik tergantung seberapa besar lingkungan sekitarna mempengaruhi dalam pergaulan sehari-hari. Karena pada dasarnya anak cepat sekaliterpengaruh oleh hal-hal yang ia lihat, dengar dan rasakan.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hurlock (dalam Syamsu Yusuf, 2006) yang mengemukakan bahwa standar atau aturan-aturan ‘gang’ (kelompok bermain) memberikan pengaruh kepada pandangan moral dan tingkah laku para anggotanya”. Disini dapat dikemukankan bahwa kualitas perkembangan kesadaran beragama bagi anak sangat bergantung pada kualitas perilaku atau pribadi orang dewasa atau warga masyarakat. Jika anak sering bergaul dengan lingkungan yang kurang baik, maka bukan tidak mungkin anak akan berperilaku sama dengan apa yang ia lihat dan dengar dalam kehidupan sehari-harinya.

Selain manusia sebagai faktoryang mempengaruhi perkembangan beragama anak, media cetak dan televisi juga turut serta memberikan andil besar dalam mewarnai pertumbuhan anak dalam lingkungannya.

PENGEMBANGAN KECERDASAN BERAGAMA ANAK USIA DINI

Dalam mengembangkan kecerdasan beragama diperlukan sebuah strategi, dimana strategi tersebut tentunya ada tujuan yang ingin dicapai. Dengan tujuan, pembelajaran dapat dilaksanakan secara terarah. Karena merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam merancang sebuah program pembelajaran. Adapun tujuan penggunaan strategi pembelajaran diantaranya yaitu : (Hapidin, 2006: h.6)

a. Memahami dan memetkan kemampuan atau tingkah laku awal (entering behavior) anak didik sebelum pembelajaran dilaksankan

b. Memahami dan mengidentifikasi tingkat dan gaya belajar (level and learning style) anak didik yang diperlukan untuk menyesuaikan berbagai nsur dalam pembelajaran.

c. Memilih dan mengembangkan suatu model pembelajaran yang seuai dengan karakteristik perkembangan dan situasi yang dihadapi, terutama yang terkait dengan pemberdayaan sarana dan prasarana yang ada di dalam kelas (calssroom management) maupun sarana dan prasarana yang ada diluar kelas.

d. Memilih dan menggunakan berbagai bentuk pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai dengan gaya belajar anak didik.

e. Menyusun dan mencitakan berbagai proses pembelajaran yang memungkinkan anak belajar sendiri secara kreatif, efektif dan efisien.

f. Meningkatkan mutu proses dan hasil belajar anak didik.

Tentunya hal ini dapat dilakukan sebelum anak mulai proses kegiatan belajar mengajar. Biasanya guru sudah menyiapkan langkah-langkah yang dapat memenuhi prosedur yang sudah ditetapkan. Dengan media, serta lingkungan yang sudah disesuaikan, guru dapat memetakan kemampuan setiap anak sebagai individu yang biasa disebut assesment. Dimana assesmen ini dilakukan guna memetakan perkembangan serta program selanjutnya yang akan dilaksanakan untuk mengembangkan setiap potensi anak seuai dengan kebutuhan perkembangannya.

Adapun tahapan penggunaan strategi pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Memetakan kurikulum yang dijadikan acuan generic dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

2. Memetakan kebutuhan anak dalam program dan proses pembelajaran, baikdengan acuan kurikulum maupun perkembangan anak.

3. Memetakan dan mengelompokkan hasil analisis kebutuhan anak

4. Menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan masing-masing kelompok anak.

5. Memilih pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang sesuai

6. Menentukan media dan sumber belajar yang tepat

7. Menyusun langkah-langkah pembelajaran yang sesuai

8. Melakukan penataan ruang kelas yang mendukung proses penciptaan situasi pembelajaran yang kondusif.

Sebagai sebuah sistem, proses pembelajaran terdiri dari beberapa komponen yang satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan. Adapun komponen yang dimaksud yaitu : (Hapidin, 2006: H.21)

1. Analisis tujuan pembelajaran

Tujuan artinya seuatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu kegiatan atau usaha. Suatu kegiatan akan berakhir, bila tujuannya sudah tercapai. Kalau tujuan itu bkan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan dimulai untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai kepada tujuan akhir (Zakiah Daradjat, 2001: h.72)

Kegiatan pengajaran harus mempunyai tujuan, karena setiap kegiatan yang tidak mempunyai tujuan akan berjalan meraba-raba. Tujuan yang jelas dan berguna akan membuat orang lebih giat, terarah, dan sungguh-sungguh. Semua kegiatan harus berorientasi pada tujuannya. Bahan pengajaran, metode dan teknik pelaksanaan kegiatan pengajaran, sarana dan alat yang digunakan harus dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran dengan efektif dan efisien.

Secara umum pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, SWT., serta berakhlak mulia dalam kehidupan probadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (GBPP PAI, 1994)

2. Materi Pembelajaran

Dalam sebuah sistem pembelajaran, isi atau materi pembelajaran merupakan komponen kedua yang harus disusun dan dikembangkan. Materi pembelajaran dalam konteks pendidikan anak usia dini dapat dianalisis berdasarkan standar perkembangan yang dicapai dengan berbagai ragam tema-tema pembelajaran.

3. Metode Pembelajaran

Metodologi adalah metodologi pembelajaran, yaitu cara-cara yang dapat digunakan guru untu menyampaikan pelajaran kepada murid. Cara-cara penyampaian yang dimaksud berlangsung dalam interaksi edukatif dan penggunaan berbagai cara itu merupakan upaya untuk mempertinggi mutu pendidikan/pengajaran yang bersangkutan. Metodologi berarti ilmu tentang metode, sementara metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatanguna mencapai tujuan yang ditentukan.

Dalam pengembangan kecerdasan beragama, ada beberapa metode pembelajaran yang sesuai dan efektif secara profesional dan komprehensif. Dengan tujuan agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik dan bentuk kegiatannya dapat berlangsung dalam suasana terbuka dan menyenangkan.

Adapun beberapa metode yang digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar dalam pengembangan kecedasan beragama pada anak antara lain yaitu bercakap-cakap, pemberian tugas, bercerita, bermain peran, demonstrasi, karyawisata, keteladanan, dan bernyanyi. (Otib satibi, : h. 11.6)

4. Teknik Pembelajaran

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya embelajaran. Dengan demikian teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan sesorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

5. Media dan Sumber Belajar

Kata media berasal dari bahasa latin “medius” yang secara harafiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘ pengantar’. Dalam bahasa arab, media adalah perantara (wasail) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Azhar, 2007. H.3). Gerlach & Ely (1971) dalam azhar juga mengemukakanbahwa media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang mebuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi arti media di sini tidaklah hanya berupa materi tetapi juga lingkungan sekitar anak yang mendukung terjadinya suatu proses pembelajaran. Selain itu AECT (Assocation of Education and Comunication Technology, 1977) juga membatasi arti mediasebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan informasi atau pesan, Hamidjojo dan Latuheru (1993) juga menambahkan media sebagai sebuah bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat shingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada peneriama yang dituju.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas , maka mediadaat dikatakan sebagai salah satu penunjang dalam sebuah proses pembelajaran yang sudah direncanakan sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan diterima oleh anak dengan mudah secara riil atau nyata. Dengan media, diharapkan tidak akan terjadi salah persepsi bagi anak tentang permasalahan yang sedang dibahas sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan keinginan.

Menurut Wina (2006: h.173) yang dimaksud dengan sumber beajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Beberapa sumber belajar yang bisa dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Beberapa sumber belajar yang visa dimanfaatkan oleh guru khususnya dalam setting proses pembelajaran adalah manusia sumber, alat, dan bahan pengajaran, serta berbagai aktifitas dan kegiatan. Adapun penjelasan dari masing-masing seumber belajar yaitu:

1. Manusia Sumber

Manusia merupakan sumber utama dalam proses pembelajaran. Dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran , manusia dapat dimanfaatkan dalam setting prosesbelajar mengajar. Penggunaan manusia sebagai sumber pembelajaran dapat dilakukan di dalam maupun diluar kelas. Dengan adanya manusia sumber secara langsung dapat memotivasi serta menambah wawasan dan dapat menghindari terjadinya salah persepsi pada diri anak. Dalam kecerdasan beragam, manusia sumber dapat dijadikan salah satu sumber belajar ketika guru ingin mengenalkan kepada anak secara langsung tentang kehidupan yang sebenarnya.

2. Alat dan bahan pengajaran.

Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk membantu guru sedangkan bahan pengajaran adalah segala sesuatu yang mengandung pesan yang akan disampaikan kepada siswa. Adapun yang termasuk bahan pengajaran dalam pengembangan kecerdasan beragama yaitu buku cerita, majalah islam, koran, foto dan gambar. Dan yang meliputi alat diantaranya, adalah slide projector untuk menayangkan film slide, tape, video player, pemutar kaset audio atau kaset video dan lain sebagainya.

3. Berbagai aktivitas dan kegiatan

Yang dimaksud dengan aktivitas adalah segala perbuatan yang sengaja dirancang oleh guru untuk memfasilitasi kegiatan belajar siswa seperti kegiatan diskusi, demonstrasi, simulasi, melakukan percobaan, dan lain sebagainya. Aktivita dikemas dalam kegiatan belajar mengajar dalam satu hari yang disesuaikan dengan tahapan, minat dan kebutuhan anak. Tentunya hal tersebut sudah dirancang sedemikian rupa agar dapat menarik dan menyenangkan bagi anak sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Oleh: Drs, Hapidin. M.Pd (Dosen FIP, Universitas Negeri Jakarta)

Sumber: Bulettin PAUD Volume 10 tahun 2011

0 comments: