Tiga tantangan besar, yaitu dampak krisis multi dimensi yang belum kunjung tuntas, globalisasi di segala aspek kehidupan, dan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Tantangan yang harus dijawab, diantaranya dengan ketersediaan sumberdaya manusia yang sanggup menghadapi tantangan yang ada. Pengembanagn sumberdaya manusia dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, yang antaralain ditandai oleh semakin meningkatnya mutu kehidupan dan martabat bangsa Indonesia di tengah-tengah peradaban dunia.
Kondisi Sumberdaya Manusia Indonesia
Berdasarkan hasil studi “kemampuan membaca” siswa tingkat SD yang dilaksanakan oleh International Educational Achievement (IEA)diketahui bahwa siswa SD di Inodnesia berada di urutan 38 dari 39 negara. Hasil penelitian The Third International Mathemathics and Science Study Repeat tahun 1999, kemampuan siswa kita dibidang IPA berada diurutan ke 32 dari 38 negara yang diteliti dan dibidang matetmatika berada diurutan 34 dari 38 negara yang diteliti. Rendahnya kualitas hasil pendidikan juga berdampak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia. Menurut laporan UNDP tentang Human Development Index (HDI) pada tahun 2001 Indonesia menempati peringkat 102 dari 152 negara yang diteliti, jauh di bawah negara ASEAN leinnya, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam, yang berada diperingkat 40-an. Bahkan pada tahun 2002 peringkat itu menurun lagi menjadi 110 dari 173 negara.
Rendahnya kualitas pendidikan terseut antara lain dipengaruhi oleh inputnya, trutama calon siswa sebagai raw input (masukan). Rendahnya kualitas calon siswa didasarkan pada suatu kenyataan bahwa selama ini perhatian kita terhadap pendidikan bagi anak usia dini masih sangat rendah, apabila dibandingkan dengan negara-negara tersebut diatas. Belajar dari pengalaman negara maju, konsep pembangunan sumber daya manusia telah mereka lakukan sejak masa usia dini. . Pengembengan anak usia dini yang mencakup aspek gizi, kesehatan, dan psikososial (pendidikan) telah dilakukan secara intensif dan utuh sejak anak dilahirkan. Seperti di Singapura dan Korea Selatan misalnya: hampir seluruh anak usia dini telah terlayani. Contoh lain di Malaysia , pelayanan PAUD mencakup 70% anak. Bahkan di Singapura masalah penuntasan dua bahasa, yaitu bahasa Cina dan Bahsa Inggris telah terselesaiakan ditingkat Kindergarten (Taman Kanak-kanak), Sedangkan dinegara kita penanganan anak usia dini masih terfokus pada upaya perbaikan gizi dan kesehatan dasar untuk survival (kelangsungan hidup). Padahal apa artinya kalau nantinya hanya akan menjadi beban orang lain. Artinya ketiga pilar pengembangan anak usia dini terseut harus kita pandang sama pentingnya sebagai satu kesatuan intervensi yang perlu dilakukan secara terpadu dan utuh.
Pentingnya pendidikan anak usia dini
Berdasarkan kajian neurologi dan psikologi perkembangan, kualitas anak usia dini, disamping dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) juga sangat dipengaruhi oleh faktor kesehatan, gizi dan psikososial yang diperoleh dari lingkungannya . Oleh karena faktor bawaan harus kita terima apa adanya, maka faktor lingkunganlah yang harus direkayasa. Kita harus mengupayakannya semaksimal mungkin agar kekurangan yang dipengaruhi oleh faktor bawaan tersebut dapat kita perbaiki.
Pentingnya pendidikan anak usia dini didasarkan aadanya berbagai hasil peneltian yang menyebutkan bahwa masa usia dini merupakan periode kritis dalam perkembangan anak. N=Berdasarkan kajian neurologi pada saat lahir otak bayi mengandung sekitar 100 milyar neuron yeng siap melakukan sambungan antar sel. Selama tahun-tahun pertama, otak bayi berkembang sangat pesat dengan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang banyaknya melebihi kebutuhan. Sambungan ini harus diperkuat melalui berbagai rangsangan psikososial, karena sambungan yang tidak diperkuat akan mengalami antrofi (penyusutan) dan akhirnya tidak berfungsi. Inilah yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.
Dalam kajian lain diungkapkan bahwa perkembangan kecerdasan anak terjadi sangat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Sekitar 50% kapabiltas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80% tekah terjadi ketika anak berusia 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun. Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya, dan selanjutnya perkembangan otak akan mengalami stagnasi. Kapabilitas kecerdasan dapat diibaratkan sebagai processor sebuah komputer yang berfungsi memproses dan menyimpan data dan informasi. Jika sebuah komputer prosessornya canggih maka kemanapun memproses data akan lebih cepat dan kemampuan memorinya pun lebih tinggi. Demikian juga otak anak-anak kita nantinya, tentu akan menghadapi tantangan yang lebih berat dari yang sekarang kita hadapi, sehingga mereka memerlukan kapabilitas kkecerdasan yang lebih tinggi pula. Itulah mengapa masa ini dinamakan masa emas perkembangan, karena setelah masa perkembangan ini lewat berapapun kapabilitas kecerdasan yang dicapai oleh masing-masing individu tidak akan mengalami peningkatan lagi.
Fungsi pendidikan bagi anak usia dini tidak hanya sekedar untuk memberikan berbagai pengalaman belajar, seperti pendidikan orang dewasa, tetapi juga berfungsi mengoptimalkan perkembangan kapabilitas kecerdasannya. Pendidikan disini hendaknya diartikan secara luas, mencakup seluruh proses stimulasi psikososial yang tidak terbatas pada proses pembelajaran yang dlakukan secara klasikal. Artinya pendidikan dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, baik yang dilakukan sendiri dilingkungan keluarga maupun oleh lembaga pendidikan dilingkungan keluarga.
Pentingnya pendidikan anak usia dini telah mmenjadi perhatian dunia internasional. Dalam pertemuan Forum pendidikan dunia tahun 2000 di Dakkar, Senegal menghasilkan 6 kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua (The Dakkar Framwork for Action Education for All), yang salah satu butirnya bersepakat untuk “Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan kurang beruntung”, Indonesia sebagai salahsatu anggota forum tersebut terikat untuk melaksanakan komitmen tersebut.
Permasalahan Pengembangan PAUD di Indonesia
Disamping permasalahan dana, untuk pengembangan PAUD, Pemerintah dihadapkan pada berbagai permasalahan. Pertama, masih tendahnya pemahaman masyarakat terhadap arti pentungnya PAUD bagi perkembangan anak selanjutnya. Hal ini memerlukan sosialisasi diberbagai tingkatan secara terus menerus dengan memanfaatkan berbagai media komunikasi yang ada. Kedua, belum semua daerah memiliki aparat yang secara khusus menangani pembinaan PAUD hingga ke tingkat operasional. Padahal lluasnya cakupan PAUD memerlukan penangan secara profesional oleh petugas khusus dibidang itu. Ketiga, masih kurangnya tenaga pendidik PAUD dilapangan. Di satu sisi kita kebanyakan pengangguran berpendidikan, tetapi disisi lain tenaga yang memiliki kualifikasi sebagai tenaga pendidik PAUD sangat kurang. Keempat, luasnya wilayah yang harus dilayani dan banyaknya daerah yang sulit dijangkau, kendala geografis seringkali menjadi penyebab utama ketinggalan informasi dan tidak terjangkau layanan. Oleh karena itu prioritas pemberian layanan harus diarahkan ke daerah pedesaan hingga akhirnya menjangkau daerah-daerah tertinggal semacam ini. Kelima, kurangnya lembaga pendidikan yang berminat menyelenggarakan PAUD . Hal ini terkait dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya PAUD.
Pendidikan Untuk Masyarakat Marginal
Bila selama ini PAUD masih tergolong eksklusif dan hanya dinikmati oleh lapisan masyarakat tertentu, terutama di perkotaan, sudah saatnya difikirkan PAUD untuk anak-anak dari keluarga miskin, sangat rawan dan kurang beruntung termasuk anak-anak yang tinggal didaerah terpencil. Pelaksanaan PAUD di kalangan masyarakat menengah ke atas sepenuhnya diserahkan kepada keluarga dan masyarakat yang bersangkutan. Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai pengendali mutu dan pengawasan.
Pelaksanaan PAUD untuk masyarakat bawah secara proporsional dipikul bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Secara proporsional artinya semakin masyarakat itu mampu, maka peran pemerintah semakin sedikit. Sebaliknya untuk kalangan masyarakat yang kurang mampu maka peran pemerintah semakin besar. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, dimana daerah memiliki peran lebih banyak untuk memikirkan kebutuhan daerah, dan kepentingan masyarakat. Kewenangan pusat terbatas pada pengaturan kebijakan strategis yang berskala nasional dan internasional, berupa penetapan standar pedoman, perncanaan makro dan pengawasannya. Dengan demikian pelaksanaan dan pengembangan PAUD sepenuhnya menjadi kewenangan dan tanggungjawab pemerintah daerah. Maju mundurnya PAUD di daerah sangat bergantung dari seberapa besar komitmen dan keseriusan daerah yang bersangkutan dalam penanganannya
Oleh : Prof. Fasli Jalal, Ph.D
Sumber : Bulettin PADU edisi I tahun 2002
Sunday, December 18, 2011
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, PENDIDIKAN YANG MENDASAR
Posted by dwee pasmah on 6:04 PM
0 comments:
Post a Comment