Meski geleng-geleng kepala karena tak habis pikir dengan makin mahalnya pendidikan, Budi cukup beruntung. Ia sudah menyiapkan dana pendidikan bagi kedua anaknya. Lebih beruntung lagi, dana itu dia siapkan dengan memperhitungkan kemungkinan naiknya biaya pendidikan akibat inflasi.
Mengutip Prita Hapsari Ghozie, perencana keuangan dari ZAP Finance, inflasi biaya pendidikan sangat nyata. Oleh karena itu, dana pendidikan memang harus disiapkan sesuai kebutuhan. Persiapan dana pendidikan semestinya ada di peringkat pertama dalam skala prioritas kesiapan dana kita.
"Misalnya, kalau kita sudah mau pensiun, tetapi uang (kebutuhan sehari-hari) belum cukup, kita bisa jadi tenaga honorer atau berbisnis sendiri. Tapi, kalau pendidikan? Tidak bisa ditunda. Anak umur 7 tahun sudah harus masuk sekolah dasar. Lulus SD, masuk ke sekolah menengah, seterusnya, seterusnya," kata Prita.
Porsi yang dialokasikan untuk dana pendidikan juga paling besar, sekitar 70 persen dari pos investasi. Sisanya, sekitar 20 persen untuk dana pensiun dan 10 persen untuk kebutuhan rutin.
Di masa sekarang ini, menyiapkan dana pendidikan tidak hanya menjadi keharusan bagi keluarga yang sudah memiliki anak. Idealnya, dana pendidikan disiapkan orangtua saat si anak masih berada dalam kandungan. Dengan demikian, sudah ada perhitungan pasti, kapan anak itu akan masuk taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan kuliah.
Bagi para lajang, tak salah juga menyiapkan dana pendidikan untuk anak-anak mereka kelak. Wajar kok, punya mimpi menyekolahkan anak sebaik-baiknya meskipun kita masih berstatus bujang.
Bagi yang sudah berumah tangga, urusan pendidikan juga harus dibicarakan bersama antara suami dan istri, untuk menyatukan persepsi dan keinginan. Apalagi, saat ini ada beraneka ragam sekolah dengan variasi biaya dari yang biasa-biasa saja hingga yang luar biasa. Idealnya, persiapkanlah dana pendidikan dengan menggunakan asumsi biaya sekolah swasta. Atau, jika ingin anak bersekolah ke luar negeri, harus mengambil asumsi negara yang biaya pendidikannya di tengah-tengah.
Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah kebutuhan dana pendidikan. Apakah hanya untuk uang pangkal, uang masuk sekolah, atau semua biaya pendidikan hingga lulus.
Memang, saat ini banyak institusi atau negara yang menawarkan beasiswa pendidikan. Namun, lebih baik dana pendidikan sudah disiapkan jauh-jauh hari. Sehingga jika di kemudian hari si anak memperoleh beasiswa pendidikan, anggap saja itu bonus.
Setelah semua rencana itu tergambar, pertanyaan selanjutnya adalah adakah uang kita?
Sah-sah saja mempunyai mimpi menyekolahkan anak secara jauh lebih baik. Namun, satu hal harus diingat, orangtua yang menyiapkan dana pendidikan bagi anak-anak mereka juga harus terus hidup dengan baik dan memiliki cukup dana saat pensiun.
Oleh karena itu, mimpi-mimpi yang sudah disusun tak boleh terlalu di awang-awang, harus realistis juga. Semisal, jika sebelumnya ingin menyekolahkan anak ke sekolah swasta berbiaya kelas satu, target itu bisa diturunkan standarnya menjadi sekolah swasta berbiaya kelas dua.
Instrumen harus tepat
Nah, untuk menyiapkan dana pendidikan, instrumennya harus tepat. Instrumen ini bisa ditentukan setelah kita menghitung lengkap kebutuhan kita, mencakup kapan dana pendidikan itu dibutuhkan, berapa besar biayanya, dan toleransi kita sebagai investor. Beragam instrumen bisa dipilih, antara lain tabungan, reksa dana, atau logam mulia.
Yang paling umum terjadi, orang tua memilih menyiapkan dana pendidikan hanya untuk kebutuhan uang masuk sekolah sejak setahun sebelumnya. Jika kebutuhan itu yang ditetapkan, pilihan instrumen yang tepat adalah tabungan.
Pilihan tersebut berdampak pada jumlah uang yang harus disisihkan per bulan cukup lumayan karena sisa waktu yang tersedia relatif singkat. Namun, keputusan tersebut masih lebih baik dibandingkan kebiasaan buruk sebagian orangtua saat ini, yang tergopoh-gopoh menyiapkan dana pendidikan saat masa pendaftaran sekolah sudah di depan mata.
Bagi yang tidak suka mengambil risiko dalam upaya menyiapkan dana pendidikan anak, tabungan juga menjadi instrumen tepat. Toh, produk tabungan yang ditawarkan berbagai bank sangat beragam, bergantung pada kebutuhan. Ada tabungan konvensional, ada syariah, bahkan ada juga jaminan asuransi saat terjadi sesuatu pada si penabung selama jangka waktu tabungan.
Riza Zulkifli, Senior Vice President Group Head Mass Banking Group Bank Mandiri, mencontohkan produk Tabungan Rencana yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya dana pendidikan. Dengan produk tersebut, pemilik rekening dapat meminta bank untuk memindahkan dananya ke rekening Tabungan Rencana, setiap tanggal tertentu dalam kurun waktu yang ditentukan.
Jangka waktu tabungan jenis ini paling cepat satu tahun, dengan jumlah minimum sebesar Rp 100.009 per bulan. Karena tak dilengkapi fasilitas kartu anjungan tunai mandiri, tak akan ada godaan untuk mengambil dana yang ada di tabungan tersebut sebelum tenor berakhir. Kalaupun terpaksa diambil, si penabung akan terkena denda atau penalti.
Riza mengakui, dari 600.000 rekening Tabungan Rencana dengan dana total Rp 3 triliun yang ada di Bank Mandiri, mayoritas ditujukan sebagai simpanan dana pendidikan. Umumnya, nasabah Tabungan Rencana untuk dana pendidikan ini menabung Rp 300.000-Rp 1 juta per bulan dalam jangka waktu lima tahun.
Muchamad Thoyib, General Manager Divisi Treasury, Dana, dan Internasional Bank BNI Syariah, menambahkan, tingkat ketertarikan masyarakat untuk menyimpan dana pendidikan melalui tabungan semakin tinggi. Apalagi, jangka waktu program tabungan yang ditawarkan kepada nasabah cukup beragam, dari satu hingga 18 tahun.
Asuransi yang menyertai tabungan-berjangka jenis ini juga menjadi daya tarik masyarakat untuk menjadi nasabah. Salah satu instrumen yang juga tak kalah diminati adalah asuransi pendidikan, sebagai produk ikutan dalam asuransi jiwa yang memasukkan unsur tabungan pendidikan.
Untuk produk asuransi ini, ada jangka waktu di mana kita tidak bisa mencairkan dana itu. Jika di tengah-tengah masa asuransi kita membutuhkan dana itu dan terpaksa diambil, polis itu pun berakhir.
"Salah satu kelemahannya, premi asuransi pendidikan mahal. Kalau mau dana pendidikan anak cukup, premi tidak bisa segitu-gitu saja," kata Prita.
Premi asuransi pendidikan menjadi relatif tinggi karena besaran uang yang disetorkan terbagi ke dalam sejumlah pos. Pertama adalah dana pendidikan yang sudah siap diinvestasikan.
Kedua adalah pos dana darurat dan asuransi sebagai proteksi diri. Dana darurat digunakan untuk menambah dana pendidikan kita yang jika setelah tiba waktunya ternyata masih kurang karena tergerus inflasi.
Adapun asuransi diperlukan untuk memproteksi jika pencari penghasilan-sebagai sumber investasi pendidikan-mendadak tak bisa menjalankan tugasnya lagi.
Nah, selamat merencanakan biaya pendidikan bagi sang buah hati!
(DEWI INDRIASTUTI)
Sumber :Kompas Cetak
0 comments:
Post a Comment