Monday, March 14, 2011

MODEL PENDIDIKAN KEAKSARAAN BERBAHASA IBU DENGAN PENDEKATAN MANGONDRASI NIFAHAO

Suatu kenyataan bahwa masyarakat buta aksara pada umumnya berada dalam kemiskinan. Efeknya bisa ditebak yakni keterbatasan dan ketertinggalan di berbagai sisi menjadi budaya yang tak terpisahkan dari berbagai bidang kehidupan mereka. Oleh karena itu kondisi masyarakat buta aksara ini harus terus menerus disiasati untuk memberantas keterbatasan dan ketertinggalan tersebut.

Adalah Nias sebagai salah satu kepulauan dari Republik Indonesia tercinta yang terletak di barat daya pulau Sumatera, merupakan bagian dari provinsi Sumatera Utara, memiliki topografi wilayah yang berbukit-bukit, dan dengan kondisi alam yang kurang bersahabat di kala badai. Nias adalah kepulauan yang jauh dari akses teknologi dan sedikit tertinggal dalam pembangunan dengan penduduknya yang menyebar, letaknya yang sedikit menepi dari pulau Sumetera mengakibatkan pulau ini kurang tersentuh pembangunan termasuk di bidang pendidikan. Dari data kependudukan tahun 2006 tercatat 40.000 warga Nias yang tidak dapat membaca, menulis dan berhitung. Dari jumlah tersebut hanya 40 %, yang dapat berbahasa Indonesia.

Tentu sangat ironis, apabila masyarakat Indonesia sudah berbicara mengenai komunikasi jarak jauh dengan teknologi 3G, sementara di pulau Nias masih ditemukan banyak masyarakat yang masih belum mampu membaca. Dan untuk mengatasi hal tersebut, banyak hal yang dapat dilakukan, antara lain dengan menggalakkan program pemberantasa buta aksara dengan pendekatan bahasa ibu di Nias. Kenapa harus bahasa ibu?

Menurut data UNESCO, terdapat 726 bahasa daerah di Indonesia. Jumlah penuturnyapun bervariasi, mulai dari yang berjumlah 100 orang (berada di Papua) sampai yang lebih dari 60 juta (penutur bahasa Jawa). Data lain yang dikeluarkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Pusat Bahasa) pada tahun 1980 menyebutkan bahwa terdapat sekitar 480 bahasa daerah di seluruh wilayah Nusantara. Pada umumnya bahasa pertama seorang anak Indonesia adalah bahasa daerahnya masing-masing. Sedangkan bahasa Indonesia adalah bahasa kedua karena baru dipelajari ketika masuk sekolah.

Bahasa ibu sebenarnya merupakan sebutan umum yang digunakan untuk penggunaan Bahasa Daerah. Alasan utama penggunaan bahasa ibu ini adalah lebih mudah, karena dalam proses pembelajaran bahasa ibu dipakai oleh tutor sebagai bahasa pengantar untuk menyampaikan pembelajaran kepada warga belajarnya. Untuk masyarakat Nias yang masih terbelakang dalam bidang pendidikan, belajar dalam empat target sekaligus, seperti membaca, menulis, berhitung dan berbahasa Indonesia adalah merupakan hal yang sulit, ditambah lagi mereka hanya menggunakan Bahasa Nias dalam komunikasinya, baik dalam upacara adat, ritual keagamaan, dan kesehariannya, maka pendekatan dengan Bahasa Ibu adalah solusi bagi mereka untuk dapat keluar dari masalah buta aksara.
Pentingnya bahasa Ibu sebagai pengantar pendidikan, dilandasi oleh tiga alasan. Pertama, secara psikologis, Bahasa Ibu sudah merupakan alat berpikir anak semenjak lahir. Kedua secara emosional, bahasa Ibu dipakai dalam komunikasi sehari-hari dengan lingkungannya. Ketiga secara pendidikan, bahasa Ibu seyogiyanya mempermudah pemerolehan ilmu pengetahuan.

Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Mangondrasi Nifaha’ö memungkinkan untuk menggali pengalaman warga belajar perorangan. Kata Mangondrasi berarti mengunjungi, dan nifaha’ö dapat diartikan warga yang dibelajarkan. Maka konsep terpenting dari model ini adalah tutor/nara sumber datang ke rumah warga belajarnya untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Pendekatan ini sangat sesuai untuk diterapkan dalam kondisi masyarakat yang penduduknya tinggal berjauhan sehingga akan menyulitkan bila dikumpulkan dalam satu tempat. Untuk target menjemput bola, maka akan lebih baik apabila tutor yang datang mengajar warga belajar. Diharapkan dengan adanya tutor, yang dikenal baik oleh masyarakat melakukan pendekatan kekeluargaan, proses belajar membaca, menulis dan berhitung dapat berjalan lancar.

Dalam proses pembelajaran program keaksaraan fungsional ada lima hal yang perlu diperhatikan :
1. Warga belajar akan termotivasi untuk belajar jika sesuai dengan pengalaman, minat dan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, pengalaman, minat dan kebutuhan merupakan titik awal dalam pengorganisasian aktivitas pembelajaran di kelompok belajar.
2. Orientasi belajar berhubungan erat dengan kehidupannya,oleh karena itu, unit yang tepat untuk pembelajaran program keaksaraan fungsional adalah situasi kehidupannya, bukan mata pelajaran.
3. Pengalaman adalah sumber yang paling kaya yang harus diakui keberadaannya bagi pembelajaran program keaksaraan fungsional, oleh karena itu metode utama dalam pembelajaran adalah menganalisa pengalaman warga belajar.
4. Setiap warga belajar mempunyai kebutuhan untuk mengarahkan diri, oleh karena itu Tutor tidak mentransfer pengetahuan kepada mereka, peran tutor dalam pembelajaran adalah meningkatkan proses saling memberi dan menerima kemudian mengevaluasi seberapa jauh mereka menguasai pengetahuan yang diberikan.
5. Perbedaan individual diantara warga belajar meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu, pola pembelajaran harus menghargai secara penuh adanya perbedaan gaya, waktu, tempat dan bentuk penyampaian materi belajar.
Berdasarkan kelima hal sebagaimana diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran untuk orang dewasa bergantung kepada keahlian tutor untuk menggali pengalaman warga belajar dan memasukkannya dalam proses pembelajaran.
Dengan adanya model pendidikan keaksaraan berbahasa Ibu dengan pendekatan mangondrasi nifaha’ö diharapkan dapat mengurangi angka buta huruf dan buta Bahasa Indonesia bagi masyarakat Nias. Seiring dengan itu, ketertinggalan dalam bidang pendidikan dapat dikejar serta pengetahuan baru yang diperoleh selama proses pembelajaran yang mengintegrasikan life skills (kecakapan hidup) dalam materi pembelajarannya dapat memberikan efek yang positif bagi kehidupan warga belajar guna mendukung upaya perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat Nias.

Oleh: Dita Manullang
Sumber :www.bpplsp-reg-1.go.id

0 comments: