Mendidik tidak selalu dilakukan secara sadar atau disengaja
secara bersama-sama antara orang yang mendidik dan orang yang dididik. Mendidik
juga bukan berarti hanya memberi nasihat, menghukum, atau berkhutbah.
Jadi apakan mendidik?, untuk mengerti hal ini, harus melihat
siapa yang mendidik dan siapa yang dididik. Yang mendidik adalah orangtua,
kakek, nenek, kakak, dan siapa saja yang secara bersama-sama membentuk
lingkungan pendidikan dengan suasana yang baik. Inilah yang kemudian disebut
pendidikan informal.
Benar, Keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak.
Mengapa? Anak meniru hal yang dilihat dan didengar dari lingkungan dan
orang-orang disekitarnya. Anak laki-laki dan perempuan menjadi besar dala suatu
suasana. Suasana tersebut adalah perilaku orangtua dan orang-orang
disekitarnya, cara bercakap, cara bergerak, dan cara bersikap dalam keseharian.
Dengan demikian, memberi contoh dan meniru contoh
sesungguhnya merupakan bagian dari proses pendidikan. Bukan hanya khotbah atau
memberi nasihat. Anak akan merasa muak kalau terus menerus dijejali dengan
petunjuk dan nasihat.
Orang tua jangan berpendapat bahwa anak dapat diperbaiki
hanya dengan pemberian aturan, nasihat, dan petunjuk. Hal terpenting dalam
mendidik adalah suasana di rumah. Rumah jangan menjadi rumah kosong, dimana
ayah sibuk bekerja dan ibu tidak betah di rumah, lalu urusan anak diserahkan
kepada pembantuatau pengasuh. Rumah juga bukan gudang arena perselisihan, dan
bukan pula tempat mengekspresikan kebencian.
Harus diingat, pendidik sepanjang hayat bukanlah guru di
sekolah, melainkan orangtua. Orangtua memiliki posisi strategis dalam kehidupan
anak. Ia bertanggungjawab besar dalam mendidik anak sejak dia bangun tidur
hingga kembali tidur. Kenyataan inilah yang membuat orangtua memiliki peran
penting dan sentral dalam membangun karakter anak.
Hal tersebut tak lain karena karakter tidak bisa diajarkan,
tetapi harus melalui proses pembiasaan dan ditanamkan melalui teladan. Satu hal
yang tidak dapat disangsikan, pendidikan karakter tergantung pada kepribadian
orangtua. Maka bukan tanpa alasan bila ada peribahasa yang menyebutkan, buah
jatuh tidak jauh dari pohonnya, bagaimana orang tua maka demikian jugalah
anaknya.
Oleh : Elih Sudiapermana
Sumber : Majalah Aksara No. 30/TahunVI/edisi Mei-Juni
2011
0 comments:
Post a Comment