Sudah menjadi paradigma masyarakat, bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah milik masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas. Mahalnya biaya pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan rendahnya pendapatan keluarga menyebabkan banyaknya Anak Usia Dini yang tidak mengenal apalagi menjalani PAUD. Menurut Dra. Widarni D. Wijaya MM, Kasubdit Kelompok Bermain Direktorat PAUD pada saat pelatihan tutor PAUD di BPPNFI Regional I Medan tanggal 14 Mei 2008, “ Sampai akhir tahun 2007 di Indonesia tercatat 25 juta AUD dan baru 9 juta anak yang terlayani di jalur formal, Nonformal, dan Informal, sedangkan sisanya 16 juta anak lagi (yang terdiri dari 13 juta anak usia 2 – 4 tahun dan sebanyak 3 juta anak usia 4 – 6 tahun) belum terlayani”. Dari data ini terlihat bahwa lebih dari 60% AUD belum terlayani PAUD, hal ini jelas merupakan “tugas’ bagi pemerintah Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia untuk membantu mengentaskannya.
Perkembangan kapasitas intelektual anak seharusnya sudah berkembang mencapai 50% pada usia anak 4 tahun pertama, 30% lagi ketika mencapai usia 8 tahun dan mencapai 100% pada saat mencapai usia 18 tahun ( Orsborn, White, Bloom). Pencapaian 100% ini harus distimulasi dengan baik dan benar. Jika hal ini dilakukan sejak dini maka jaringan sel-sel otak anak akan aktif berkembang membentuk sambungan, otak yang rimbun karena banyak persambungan dan memiliki kemampuan yang baik hingga mencapai 100.000 milyar sel persambungan jaringan. Pendidikan anak usia dini (PAUD) pada tahap ini diakui menjadi tahapan yang penting dalam pendidikan anak. Hal ini menjadikan PAUD sebagai komitmen nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahkan juga merupakan komitmen dunia seperti tertuang dalam Deklarasi Dakkar tahun 2000 berupa komitmen bersama mengenai kerangka aksi education for all yang menyatakan ‘pentingnya perawatan dan pendidikan anak usia dini secara menyeluruh, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung’.
Menilik minimnya AUD yang tertampung di PAUD saat ini, tentu sudah mencapai masa kritis, apalagi minimnya anggaran pendidikan yang dialokasikan dalam APBN, hal ini terlihat pada APBN tahun 2006 yang hanya mengalokasikan anggaran sebesar 9,1 persen, sementara anggaran pendidikan di kota Medan hanya 5,6 persen saja. Tentu saja hal ini sudah tidak sesuai dengan amanat UUD 1945 yang menyatakan anggaran pendidikan harus mencapai 20 persen. Minimnya anggaran atau biaya seharusnya tidak menjadi alasan untuk menafikan PAUD, karena menurut UU Sisdiknas 2003 pasal 28 disebutkan PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur formal, nonformal dan informal. Yang termasuk jalur formal adalah Taman Kanak-kanak dan Raudatul Athfal, adapun jalur nonformal adalah Tempat Penitipan Anak, Kelompok Bermain dan Satuan PAUD Sejenis dalam bahasa lain Pelayanan PAUD terintegrasi dengan BKB/Pos Yandu. Sedangkan jalur Informal adalah pendidikan yang diselenggarakan di keluarga dan lingkungan. Berdasarkan pasal 28 tersebut di atas dapat dilihat bahwa sebenarnya PAUD dapat dilakukan di mana saja, kapan saja bahkan dalam lingkungan terkecil sekalipun, misalnya pada keluarga dan lingkungan sekitar (seperti iklan ya!, tapi memang pendidikan harus diiklankan agar semua rakyat Indonesia mau bahu membahu menyelesaikan persoalan ini).
Menyimak hal tersebut di atas, mau tidak mau, pelaksanaan dan pemerataan PAUD harus segera dilaksanakan bagi semua kalangan dan semua lokasi, hingga nantinya PAUD tidak hanya menjadi “hak dan milik” AUD dari kalangan masyarakat dengan ekonomi yang mencukupi tapi juga dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat.
PAUD : Haruskah Mahal ?
PAUD murah adalah solusi terbaik dari semua permasalahan saat ini, tapi mungkin hal ini masih merupakan satu tugas berat (bagi orang yang selalu berhitung-hitungan) atau juga bisa menjadi tugas yang ringan kalau kita mau bereksplorasi dan berinovasi serta mau bekerjasama. Hal ini bisa kita simak dari BAB I pasal 1 butir 14 UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 berikut : “PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Dari pasal di atas tidak ada dinyatakan bahwa PAUD harus dilaksanakan di satu tempat yang khusus dan mewah, dengan alat yang mahal atau dengan baju yang bagus.
Pendidikan pada anak usia dini bukanlah seperti pendidikan pada sekolah umumnya. Bagi AUD bermain adalah salah satu proses belajar yang paling baik. PAUD adalah suatu upaya pembinaan bagi AUD berupa rangsangan pendidikan untuk jasmani dan rohaninya, dengan pola bermain sebagai media pembelajaran terbaik bagi usianya. Upaya ini jelas bisa dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja, tapi hal ini tentu harus dilakukan oleh orang yang memang mau dan mampu melakukannya. PAUD murah sebenarnya bisa dilakukan di tempat-tempat yang memungkinkan, misalnya PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) dengan Kelompok Bermain-nya, Pos Yandu, atau bahkan tempat anak jalanan berkumpul. PAUD tidak harus menggunakan alat yang bagus semua benda di sekitar kita bisa dijadikan APE (alat permainan edukatif), mulai dari batu-batu, kayu, batok kelapa, baskom, sabun, kertas koran bahkan tanah lapang tempat kita berkumpul.
Di Medan ada Kelompok Bermain Anisah yang diselenggarakan gratis untuk anak-anak tidak mampu (pemilihan anak dilakukan dengan survey sebanyak 50 anak usia dini), awalnya mereka belajar di garasi rumah dan 1 ruang kamar (milik Penasehat Yayasan Barokah) yang dijadikan kelas. Kemudian pengelola menjalin kerjasama dengan Percetakan Dwi Karya untuk meminta hasil cetakan yang afkir/salah untuk dibuat jadi APE dan LKA (Lembar Kreativitas Anak), juga Gramedia Group yang membantu majalah anak untuk LKA. Dalam pengelolaannya mereka juga menjalin kerjasama dengan TK dan RA yang memiliki fasilitas baik (untuk kalangan menengah ke atas), dari TK dan RA ini setiap tahunnya didapat sandal bekas anak tahun sebelumnya dan APE sisa/bekas yang masih layak pakai sehingga dapat dipergunakan atau hanya perlu pencucian dan sedikit perbaikan sehingga terlihat seperti baru kembali.
Dengan kreativitas pengelola dan tutor maka AUD tetap dapat pendidikan yang sesuai dengan usia mereka. Melalui metode “bermain adalah belajar yang terbaik bagi anak” dan dengan alat serta fasilitas yang sederhana namun tetap dapat mengakomodasi keperluan pembelajaran, kemampuan dan pengembangan kreativitas anak tetap dapat berkembang sesuai usianya bahkan mampu berprestasi di kalangan PAUD Formal dan Informal di Medan (seperti juara 1 dan 3 menyusun puzzle, juara 2 dan 3 tari kreasi daerah, juara 2 mewarnai, juara pavorit azan, juara harapan 1 surah pendek, puisi dan lomba-lomba lain, yang kesemuanya tingkat kotamadya Medan). Kelompok Bermain Anisah ini juga menjalin kerjasama (dengan pola intruktur relawan) dengan Kavaleri 6 Serbu, Polisi, Pendongeng, Puskesmas dan melakukan kunjungan ke luar, misalnya ke Musium Purbakala, Kebun Binatang, Pabrik Sosro dsb. Seiring berjalannya waktu, masyarakat sekitar mulai mengenal PAUD (Kober) Anisah dan mulai ikut berpartisipasi dengan mengirim menu sehat setiap hari Jum’at, menyumbang alat gambar, meja lipat, buku dongeng, majalah anak, dan bantuan lain yang tentu saja sangat bermanfaat bagi keberlangsungan PAUD Anisah.
Contoh lain adalah PAUD yang dikelola oleh PKBM Madya Insani yang mengelola PAUD murah, dengan pola 1 H: Rp. 1000,00 yaitu 1 hari masuk bayar Rp. 1000,00. PAUD ini ternyata mampu menunjukkan eksistensinya dan mampu menarik perhatian serta minat masyarakat di sekitar kecamatan Medan Amplas. Masyarakat yang selama ini merasa berat dengan pola pembayaran uang iuran bulanan merasa tertolong dengan adanya pola pembayaran harian, sehingga ketika anaknya tidak masuk ke PAUD mereka tidak perlu membayar uang kegiatan.
Menyimak fenomena ini, maka sudah seharusnya warga masyarakat yang mampu, baik secara finansial maupun secara akademik mau ikut berkecimpung dalam PAUD, hingga PAUD tidak hanya menjadi PR bagi pemerintah tapi juga menjadi tanggung jawab bersama untuk menyelesaikannya. Semoga hal ini tidak hanya menjadi harapan tapi bisa menjadi kenyataan. Ibarat pepatah Melayu “Ringan sama dijinjing berat sama dipukul, tak ada kata tak bisa bagi orang yang mau berusaha”. Semoga !.
Penulis : Dra. Tengku Nazariah
Ketua PKBM Barokah
Jl. Setiabudi Pasar 1 Gang Barokah 13 AB
Tanjung Sari – Medan 20132, Telp. 061-77441619