Wednesday, April 20, 2011

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (Kajian hasil kunjungan belajar dari program OTOP di

Perlu diakui bahwa perkembangan yang signifikan dalam berbagai sektor telah ditunjukan oleh Negara tetangga kita, Thailand. Perkembangan ini bisa dilihat dari pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah yang rata-rata diatas 6% per tahun (sebagai contoh 6,9% pada 2003, dan 6,1% pada 2004). Pertumbuhan ekonomi memang menurun pada 2005 (4,6%), itu dikarenakan oleh tiga faktor: peningkatan harga minyak dunia, berkurangnya pendapatan dari sektor pariwisata akibat tsunami, dan situasi yang tidak menentu di beberapa bagian Negara Thailand. Dalam hal ini, Thailand menggunakan fleksibilitasnya untuk merevisi rencana pembangunan nasional dengan manuver-manuver strategik yang berpihak kepada rakyat. Hasilnya sangat memuaskan yang ditunjukan oleh peningkatan tren pendapatan nasional pada akhir 2005 pasca penandatanganan perjanjian perdagangan bebas (misalnya dengan Amerika, China, dan New Zealand). Memasuki 2006, kondisi ekonomi Thailand terus meningkat sejalan dengan peningkatan iklim bisnis domestik, pertumbuhan investasi lokal dan asing melalui proyek-proyek raksasa dalam bidang sosial dan infrastruktur, serta penciptaan kondisi yang mendorong ekspor komoditas manufakturBentuk ancaman yang muncul saat itu adalah pandemic flu burung dan separatisme di daerah selatan. Untuk itu, upaya untuk menanggulangi ancaman ini disusun secara sistematis untuk mempersempit dampaknya terhadap pembangunan ekonomi secara nasional.

Salah satu program pembangunan yang berhasil di Thailand adalah OTOP, yakni kependekan dari One Tambon One Product (setiap satu kecamatan harus memiliki minimal satu komoditas ekonomi unggulan). OTOP diluncurkan oleh pemerintah Thailand pada tahun 2001 dan diterapkan secara penuh pada tahun 2002. Pada dasarnya, keberhasilan OTOP dikarenakan adanya kesamaan kebutuhan di berbagai tingkatan masyarakat untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam mengembangkan komoditas unggulan lokal untuk kepentingan bersama (Departemen Pengembangan Masyarakat, 2004). Meskipun diungkapkan bahwa dalam penerapannya tidak selancar seperti yang diharapkan.

Perlu diketahui bahwa OTOP telah banyak membantu sebagian besar warga Thailand dalam meningkatkan pendapatnnya, membuka kesempatan kerja baru, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah pedesaan. Pada gilirannya, hal ini memberikan kesempatan bagi dunia usaha untuk berkembang karena sektor usaha kecil dan menengah berkesempatan untuk memperoleh keuntungan dari kerjasama dan kemitraan dengan masyarakat/organisasi setempat. Intervensi individu (planners/perencana) dan ketangguhan manajemen lembaga (pemerintah) bersama-sama dengan prosedur implementasi (metode, aturan dan perundang-undangan) dan pemahaman tentang batasan kewenangan masing-masing pihak, merupakan elemen-elemen penting yang berperan dalam proses pembangunan.

Sebenarnya, program OTOP bukanlah asli dari Thailand, melainkan berasal dari semacam program pengembangan daerah pedesaan di Oita-Jepang. Program The One Village, One Product (OVOP/satu desa satu produk) memberikan inspirasi bagi pengembangan program OTOP. OVOP memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia dan memperkuat kearifan lokal (local wisdom) untuk meraih kualitas standar internasional. Dengan gagasan yang sama, OTOP dikembangkan melalui asistensi lembaga Jepang. Pada tahun 2002 selama satu tahun penuh, JETRO (Japan External Trade Organization) memulai OTOP dan mulai mempromosikan produk Thailand di jepang. JETRO menjalin kerja sama dengan DEP (Department of Export Promotion, kementrian perdaganagn Thailand) dan lembaga jepang lainnya di Thailand. Pemerintah jepang juga mendukung program ini terutama dalam teknik pengepakan/packaging techniques.

Program OTOP diluncurkan untuk menggali keuntungan dari sumberdaya lokal. Misi ini dikembangkan berdasarkan tiga landasan filosofis: (a) produk lokal yang bertarap global, (b) membuat produk khas menggunakan sumberdaya lokal dan kreatifitas setempat, dan (c) meningkatkan keterampilan sumber daya manusia. Perlahan tapi pasti, upaya ini menciptakan kondisi produktif yang menghasilkan berbagai produk lokal. Satu tambon, kenyataannya, mampu memproduksi lebih dari satu produk. Perbaikan produk dan peningkatan kualitas merupakan perhatian utama dalam program ini.

Program ini berdampak luas. Produsen, distributor, sales, merupakan beberapa lapangan kerja yang tercipta bagi warga masyarakat stempat. Beberapa produk utama bersaing dengan produk serupa di pasaran, dan promosi eksport berkembang sejalan dengan terbukanya peluang internasional. Produk-produk OTOP memiliki identitas, nama, dan merk pasar masing-masing sesuai permintaan. Pengelolaan pemasaran berkembang sejalan dengan komunikasi dan koordinasi yang erat dengan pemerintah daerah. Ekspor merupakan tujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan warga. Pameran tingkat regional dan nasional dilaksanakan untuk mempromosikan produk, menjalin kemitraan, serta peningkatan nilai transaksi.

Tegasnya dapatlah dikatakan bahwa penyelenggaraan OTOP di Thailand berhasil dengan baik. Berikut ini adalah beberapa faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan OTOP:

1.Terdapat konsistensi dalam hal perencanaan pembangunan sejak tahap pertama perencanaan sekitar 40 tahun yang lalu sampai terjadinya krisis ekonomi pada 1997 dimana pemerintah dipaksa untuk bekerja lebih keras agar mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Pembangunan ekonomi yang berbasis masyarakat menjadi bagian utama dalam perencanaan pemulihan ekonomi terutama yang berkenaan dengan pengentasan kemiskinan.

2.Kesadaran akan peran UKM sebagai tulang pungung perekonomian yang ditunjukan pada saat krisis ekonomi dimana perusahaan-perusahaan besar ambruk sementara UKM bisa bertahan. Program dan proyek yang mendorong perkembangan UKM diintensifkan lalu rencana pembangunan pedesaan juga dianalisis secara menyeluruh melalui koordinasi tiga jalur, dimana pemerintah, sektor swasta dan kelompok masyarakat memainkan perannya masing-masing. Hubungan diantara ketiga unsur tersebut menjadi semakin erat dalam pengembangan kerjasam berbasis masyarakat (cluster development). Dengan dukungan terhadap UKM serta fasilitas dan layanan pemerintah, upaya-upaya sinergis menghasilkan keuntungan yang memuaskan. OTOP terlahir dalam strategi dan kebijakan dimana perkembangannya terus dipantau, dievaluasi dan di-update melalui berbagai instrument kebijkan.

3.Koordinasi yang baik diantara stakeholders. Kata kuncinya adalah koordinasi yang terkait pada kepemimpinan. Kepemimpina dari tingkat pusat sampai tingkat daerah berjalan secara harmonis. Hubungan yang erat antara pimpinan dan yang dipimpinnya dipercaya sebagai kunci keberhasilan pembangunan. Kontrol masyarakat terhadap berbagai program dan integritas komisi pembangunan tetap terjaga melalui komunikasi, kerjasama dan koordinasi yang baik di antara para stkaholders ini. Dengan demikian, koordinasi merupakan kekuatan utama dalam keberhaslan pembangunan yang berkelanjutan.

4.Thailand memiliki patron yang mungkin tidak dimiliki oleh negara lain, yaitu faktor raja. Raja adalah figur rakayat dari berbagai tingkatan dan kelompok di masyarakat. Faktor ini merupakan anugrah bagi warga Thailand. Masyarakat sangat mencintai rajanya, dan raja mencurahkan segalanya bagi rakyatnya, dan keduanya menjadi sinergi ketika diterjemahkan ke dalam pembangunan. Berbagai inisiatif berawal dari istana, dan raja memimpin Negara dalam implementasinya dengan apa yang disebut konsep “ekonomi yang berkecukupan” (sufficiency economyconcept). Konsep ini kemudian dielaborasikan dalam perencanaan pembangunan nasional terutama dalam tujuannya menciptakan aktivitas ekonomi yang praktis dan bermanfaat bagi masyarakat.

5.Dalam era informasi sekarang ini, penggunaan sumber teknologi informasi hendaknya bukan merupakan barang mewah yang sulit dipahami, melainkan teknologi informasi telah merupakan suatu kebutuhan. Pemerintah mengambil keputusan untuk memfasilitasi masyarakat dengan teknologi semacam ini dan mendukung penggunan TI bagi kepentingan masyarakat. Sebagai contoh, dukungan layanan website dan transaksi komersial melalui e-comerce bagi masyarakat dalam mengembangkan usaha mereka. Pemerintah mendukung penuh pemasaran produk OTOP melalui berbagai cara termasuk dengan penggunan TI berbasi computer dan mendidik masyarakat untuk menyadari tren ekonomi global melalui persaingan usaha dan kesempatan.

Program OTOP bagi Indonesia merupakan tantangan untuk mempromosikan berbagai produk unggulan Indonesia. Waktunya telah tiba untuk membangun kembali “Made in Indonesia” dengan semangat baru yang fleksibel sekaligus menyeluruh serta perencanaan program yang sinergis antara lembaga pemerintah, pengusaha (UKM) dan kelompok masyarakat, serta NGO. Kesemua pihak ini saling terkait satu sama lain dan terjalin dalam koordinasi tiga jalur untuk meraih tujuan yang sama, yaitu menstimulasi dan mendorong perekonomian masyarakat serta mempersiapkan dampak positif pembangunan daerah untuk mengurangi angka kemiskinan.

Persiapan awal adalah pemahaman yang mendalam harus menjadi prioritas untuk memformulasikan langkah-langkah implementasi dengan dasar yang kokoh. Sementara itu, konstruksi data dasar yang mencakup data daerah sampai tingkat rumah tangga harus selalu du-update dan disesuaikan dengan kebutuhan program pembangunan daerah.. strategi untuk menerapkan program OTOP disarankan untuk diformulasikan oleh orang yang memiliki kompetensi dan kapabilitas dalam menyusun perencanaan. Dalam konteks ini, pembentukan komite independent yang mewakili berbagai kementrian terkait sangat diperlukan. Komite ini harus difasilitasi dan diberi kesempatan untuk menjalankan tugasnya secara independent dengan kewenangan yang diberikan, namun demikian komite ini tidak terlepas dari pengawasan dan evaluasi. Semua hal yang berkenaan dengan implementasi program harus dipersiapkan jauh hari sebelumnya, termasuk aspek hokum, peraturan dan perundang-undangan, serta batasan kewenangan. Sekali program ini diluncurkan, harus ditekankan bahwa implementasinya harus berpihak untuk kepentingan masyarakat miskin pedesaan. Hal penting lainnya adalah untuk memastikan partisipasi seluruh stakeholders terutama masyarakat, guna menjamin keberhasilan program ini.

Tiga tahap kebijakan perlu dipertimbangkan dalam implementasi program, yaitu: pra-program, pelaksanaan-program, dan pasca program. Pada tahap pra-rpogram, perencanaan yang cermat dan menyeluruh sangatlah penting. Pendekatan yang komprehensif diharapkan dapat mengantisipasi kegagalan program. Perencanaan yang kuat akan menekan munculnya permasalahan dan memberikan landasan yang mulus bagi kelancaran implementasi program. Pda tahap pelaksanaan program, proses implementasi berlangsung dan orang yang berwenang ditugaskan untuk mengendalikan program secara keseluruhan. Pengetahuan dan pemahaman tentang kapasitas dan ketersediaan sumber daya (dukungan dana, teknik produksi, input dan bahan baku, manajemen usaha, dll) sangat penting bagi pengembangan program. Pada tahap pasca program, kebijakan yang mencakup evaluasi, tolok ukur keberhasilan dan kegagalan, dan keterkaitan dengan program lain sangat bermanfaat bagi tahap tindak lanjut.

Kita perlu menangkap kesempatan untuk mempromosikan produk kita di tingkat nasional. Kegagalan program lain harus menjadi cerminan dalam pelaksanaan program yang sekarang. Kesempatan yang ada harus bisa menarik partisipasi masyarakat. Dalam hal ini, formulasi kebijakan harus mampu merefleksiakn keberlangsungan program. Dengan kata lain, master plan pembangunan daerah pedesaan harus menjadi focus perhatian, dan segala upaya harus dibuat sebagai respon terhadap pencapaian tujuan master plan tersebut. Para pelaku di tingkat pusat dan daerah mungkin saja berubah, namun master plan program harus tetap ajeg meskipun dengan beberapa penyesuaian secara fleksibel sesuai dengan kondisi yang ada. Evaluasi untuk memperbaiki perencanaan di masa yang akan datang harus menjadi barisan paling depan untuk tetap menjaga kepentingan program dalam meraih tujuan yang diharapkan. Kelemahan dalam pengembangan program dan kegagalan dalam tahap implementasi akan selalu menjadi pembelajaran yang bermakna, namun demikian janganlah sekali-kali meninggalkan komitmen untuk meraih pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam berbagai aspek, Indonesia dan Thailand memiliki kesmaan, namun Indonesia mungkin memeiliki lebih banyak keunggulan, terutama berkenaan dengan berlimpahnya sumber daya alam dan kreatifitas etnik. Pelajaran dari pengalaman OTOP Thailand selalu bisa menjadi bahan kajian evaluasi dan penyesuaian bagi kondisi Indonesia. Langkah inisiatif harus muncul dari pemerintah baik pusat maupun daerah, dana pendekatan bottom up tidak untuk dihindari. Lebih jauh lagi, patron kepemimpinan sangat penting sebagai prasyarat program pembangunan pedesaaan dan pengentasan kemiskinan, termasuk program OTOP Indionesia, atau apapun namanya.

Kemudian dari pada itu di Thailand, sinkronisasi dan Koordinasi program PNF dilaksanakan dengan mengusung kerjasama dengan instansi lintas departemen. OTOP sebagai duplikasi program OVOP - Jepang, tidak akan berdampak positif tanpa kerjasama lintas departemen. Kemitraan antar departemen dalam OTOP diperankan secara proporsional oleh Departemen Pendidikan, Departemen Tenaga Kerja, Departemen Perhubungan dan Departemen Pariwisata.

Adapun dalam hal ini yang sangat spesifik di Thailand adalah peran tokoh dan figur nasional seperti Raja Thailand menjadi kunci penentu keberhasilan pelaksanaan program PNF. Peran ini diwujudkan dalam berbagai bentuk proyek program PNF, seperti pembangunan SICED dan proyek pengadaan taman bacaan masyarakat. Dua contoh proyek ini diprakarsai oleh Ratu Sirindhorn.

Oleh: Hidayat, M.Pd
Sumber: www.paudni.kemdiknas.go.id/p2pnfi1/

0 comments: