Pada saat dilahirkan, bayi telah dibekali Tuhan dengan struktur otak yang lengkap, namun setelah berada di luar kandungan barulah otak bayi mencapai kematangannya. Bayi yang baru dilahirkan memiliki lebih dari 100 milyar neuron dan sekitar satu trilyun sel glia yang berfungsi sebagai perekat serta synap (cabang-cabang neuron) yang akan membentuk sambungan antar neuron.
Pasca kelahiran, kegiatan otak dipengaruhi dan tergantung pada kegiatan neuron dan cabang-cabangnya dalam membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron. Melalui persaingan alami, sambungan-sambungan yang tidak atau jarang digunakan atau diberi rangsangan akan mengalami atrofi atau stagnan bahkan mati. Pemantapan sambungan terjadi apabila neuron mendapatkan informasi atau stimulasi yang mampu menghasilkan letupan-letupan listrik. Letupan tersebut merangsang bertambahnya produksi myelin yang dihasilkan oleh zat perekat glial. Semakin banyaknya zat myelin yang diproduksi maka semakin banyak dendrit-dendrit yang tumbuh, sehingga akan semakin banyak synap yang berarti lebih banyak neuron-neuron yang menyatu membentuk unit-unit. Kualitas kemampuan otak dan menyerap dan mengolah informasi tergantung dari banyaknya neuron yang membentuk unit-unit (Nash: 1997)
Synap ini akan bekerja secara cepat sampai usia anak lima hingga enam tahun. Banyaknya jumlah sambungan tersebut mempengaruhi kualitas kemampuan otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak pada awal-awal tahun kehidupannya. Semakin banyak anak mendapatkan stimulasi pendidikan maka kemampuan otak anak semakin optimal.
Dahulu Intelligence Quotient (IQ) dikenal sebagai satu satunya alat untuk mengukur kecerdasan anak, namun sejarah membuktikan bahwa IQ tinggi bukanlah jaminan akan keberhasilan dalam kehidupan. Anak yang memiliki IQ tinggi dianggap cerdas dan nantinya hidupnya akan sukses padahal kenyataannya banyak anak yang ber-IQ tinggi tetapi hidupnya tidak sukses.
Konsep dan pemikiran baru tentang kecerdasan terus berkembang. Hadirnya teori Multiple Inttelligences (kecerdasan jamak) yang diperkenalkan oleh Howard Gardner telah memicu berkembangnya kesadaran akan adanya kecerdasan-kecerdasan baru selain kecerdasan intelektual. Teori kecerdasan jamak ini memberikan landasan yang kuat untuk mengidentifikasi dan mengembangkan spektrum kemampuan yang luas di dalam diri anak.
Kecerdasan jamak terdiri dari 9 (sembilan) macam kecerdasan yaitu:
1. Kecerdasan verbal-linguistik yaitu kemampuan atau kompetensi untuk menggunakan kata-kata secara efektif baik secara lisan maupun tertulis, termasuk kemampuan untuk memanipulasi sintaks atau struktur bahasa, fornologi atau bunyi dalam bahasa, semantik atau pemaknaan bahasa, dan dimensi pragmatik atau penggunaan bahasa secara praktis.
2. Kecerdasan logis-matematis yaitu kecerdasan mengolah angka dan/atau kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. Dalam kecerdasan ini termasuk kepekaan terhadap pola-pola logis dan hubungan-hubungannya, pernyataan, dan proposisi.
3. Kecerdasan visual-spasial yaitu kecerdasan gambar dan visualisasi yang melibatkan kemampuan memvisualisasikan gambar di dalam kepala seseorang atau menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Kecerdasan ini melibatkan kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ukuran, luas, dan hubungan-hubungan yang ada di antara unsur-unsur tersebut.
4. Kecerdasan ritmik-musikal yaitu kemampuan mempersepsikan, membedakan, dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini melibatkan kepekaan terhadap ritme, melodi, dan bunyi musik lainnya dari sesuatu ciptaan musik.
5. Kecerdasan kinestetik yaitu kemampuan dalam menggunakan keseluruhan potensi tubuh untuk mengekspresikan ide-ide dan perasaan termasuk kemampuan menggunakan tangan untuk memproduksikan atau mentransformasikan hal atau benda.
6. Kecerdasan interpersonal yaitu kecerdasan mempersepsikan dan membedakan dalam modus, maksud tertentu, motivasi dan perasaan dari orang lain termasuk kemampuan berempati pada orang lain.
7. Kecerdasan intrapersonal yaitu kecerdasan mengetahui dan memahami diri sendiri, kecerdasan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Kesadaran tentang perasaan dalam diri sendiri, intensi, motivasi, temperamen dan keinginan-keinginan, dan kemampuan untuk disiplin diri sendiri, pemahaman sendiri dan percaya diri.
8. Kecerdasan natural yaitu kecerdasan dalam hal bekerjasama dan menyelaraskan diri dengan alam. Melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam sekitar: flora dan fauna, susunan awan dan ciri geologis bumi.
9. Kecerdasan spiritual yaitu kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding orang lain
Demikian banyak potensi yang terdapat dalam diri setiap anak. Bila komponen kecerdasan itu tidak mendapatkan kesempatan untuk dieksplorasi maka potensi tersebut tak akan dapat berkembang secara optimal bahkan akan menjadi potensi yang terpendam yang akan terkubur selamanya. Hal tersebut berimplikasi terhadap kemampuan/kompetensi orang-orang di sekitar anak: orangtua, masyarakat, pemerintah, utamanya tenaga pendidik, untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan berbagai komponen kecerdasan anak. Dengan kompetensi yang memadai dari mereka maka pengembangan segala potensi anak akan dapat berlangsung dengan lebih optimal.
oleh: dwee
0 comments:
Post a Comment