jawaban ini dapat dipilih salah satu atau dua-duanya. Tidak ada yang salah, tergantung
dari sudut pandang mana kita melihatnya.
Pada saat anak masih telentang, kita sering melihat anak menggunakan jari-jari tangannya sebagai “alat” untuk bermain. Sebagian dari kita memandang jemari tangan anak bukan sebuah alat, karena bagian dari tubuh kita. Sebagian yang lain dari kita menyebutkan jemari tangan sebagai alat bermain,
karena anak menggunakan jemari tangannya sebagai obyek yang dijadikan mainan dan bukan subyek
yang melakukan kegiatan bermain.
Kita tidak akan memperdebatkan hal ini. Jean Peaget, psikolog Swiss, membagi cara anak memahami
dunianya menjadi empat skema, yakni periode sensori motor (0-2 tahun), periode praoperasional (2-7 tahun), periode operasional konkrit (7-11 tahun), dan periode operasional formal (11 tahun sampai dewasa).
Masih menurut Peaget, pada dua periode pertama, 0-7 tahun, logika anak belum berkembang dengan baik sehingga masih kesulitan untuk memikirkan hal-hal yang abstrak. Pada periode ini anak masih berpikir mengenai hal-hal yang nyata, yang dapat diraba, dilihat, didengar, dibaui, dan dirasakan. Jadi, bagaimana caranya anak dapat mempelajari sesuatu tanpa ada yang dapat diraba, dilihat, didengar, dibaui, dan dirasakan?
Sekali lagi kita tidak akan mempersoalkan perlu tidaknya alat dalam proses bermain sekaligus belajar
bagi anak-anak. Jawaban Jean Peaget cukup untuk menjawab pertanyaan diatas. Ada yang jauh lebih penting saat membicarakan alat permainan. Selama sepuluh tahun terakhir, pistol mainan dengan peluru kecil cukup banyak menelan korban. Tidak sedikit anak-anak yang menjadi buta karenanya. Ternyata, boneka pun berbahaya. Sebagian besar boneka yang beredar di Indonesia, terutama buatan rumahan menggunakan mata yang ditempel dengan lem, berbahaya bagi anak. Mata boneka yang ditempel dengan lem, akan dengan mudah ditarik anak dan kemudian dimasukkan ke mulut. Tidak perlu dibayangkan apa yang terjadi kemudian.
Itu bahaya yang terlihat mata. Masih banyak lagi bahaya yang tersembunyi, seperti penggunaan cat besi untuk mainan yang berbahan kayu. Belum lama, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bersama-sama Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia menemukan 20 dari 21 alat permainan yang diteliti mengandung empat logam berat berupa timbal (Pb), merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan kromium (Cr). Logam berat bisa merusak otak, menyebabkan kelumpuhan, mengurangi kecerdasan, merusak ginjal, serta kanker. Besarnya dampak logam berat pada anak tergantung dari jumlah logam berat yang masuk ke tubuh.
Sepertinya bermain tanpa alat permainan perlu dipertimbangkan. Namun, jangan lupa juga mempertimbangkan hasil penelitian Jean Peaget. Semuanya tergantung pada kita sebagai orang tua.