Sunday, October 26, 2014

Jauhkan Anak dari Kekerasan Seksual

Kasus kekerasan seksual pada anak kerap muncul dalam pemberitaan media nasional dalam beberapa bulan belakangan ini. Meski telah menimbulkan trauma psikis dan fisik terhadap korban, ancaman hukuman terhadap pelaku terkadang relatif ringan. Bahkan beberapa perkara menguap begitu saja. Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual membuat banyak orang tua was-was akan keselamatan anak mereka. 

Istilah kekerasan seksual pada anak muncul sejak 1999 oleh American Academy of Pediatrics. Istilah ini sendiri berarti perlakuan seksual dari orang dewasa kepada anak yang belum cukup umur, dan melanggar hukum serta norma sosial. Seperti kontak fisik yang tidak wajar hingga hubungan seksual atau pemerkosaan.

Kasus kekerasan seksual pada anak kerap muncul dalam pemberitaan media nasional dalam beberapa bulan belakangan ini. Meski telah menimbulkan trauma psikis dan fisik terhadap korban, ancaman hukuman terhadap pelaku terkadang relatif ringan. Bahkan beberapa perkara menguap begitu saja. Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual membuat banyak orang tua was-was akan keselamatan anak mereka. 

Istilah kekerasan seksual pada anak muncul sejak 1999 oleh American Academy of Pediatrics. Istilah ini sendiri berarti perlakuan seksual dari orang dewasa kepada anak yang belum cukup umur, dan melanggar hukum serta norma sosial. Seperti kontak fisik yang tidak wajar hingga hubungan seksual atau pemerkosaan.

Menurut psikolog anak, Toge Aprilianto kepada Plasadana.com untuk Yahoo Indonesia, kekerasan seksual pada anak dapat teridentifikasi dengan melihat perubahan perilaku maupun kondisi fisiknya. “Anak-anak cenderung akan lebih pendiam dan menutup diri setelah kejadian kekerasan seksual,” kata Aprilianto, Rabu, 16 Oktober 2014. “Terkadang juga ada perubahan fisik.”

Untuk mencegahnya, orang tua harus membiasakan anak untuk mengenal konsep kepemilikan. Seperti menjaga dan melarang orang lain menyentuh alat genital, dada, bokong, paha, serta mulut. Juga membekali anak cara menghadapi pelaku kekerasan seksual.

Orang tua harus ikut pula berperan dalam melindungi anak dari kekerasan seksual dengan membantunya belajar menjadi dewasa. Istilah dewasa dalam konteks perilaku mengacu pada kualitas personal dan berkaitan dengan kondisi mental yang berisi kesanggupan berpikir, belajar, serta peduli. Sedangkan dewasa dalam konteks kualitas personal, orang tua dapat mengajarkan anak untuk menjadi dewasa sebelum mereka berusia 13 tahun. “Sehingga pada masa remaja, anak-anak tidak menjadikannya sebagai ajang pencarian jati diri semata,” kata dia.

Aprilianto menyarankan agar orang tua mulai mengajarkan anak tentang pendidikan seks sejak dini. Terlebih bila anak-ana sudah bisa diajak berinteraksi. Sebab pendidikan seks adalah proses pembentukan atau perubahan sikap untuk menjadi dewasa. Pemahaman seks bisa dilakukan dengan metode belajar dan menjadikannya sesuatu yang bersifat alamiah. Bukan menempatkan pendidikan seks sebagai hal tabu.

Pendidikan seks tidak perlu dikemas dalam bentuk kurikulum khusus atau sebagai program formal seperti belajar di sekolah. Malah sebaiknya dilakukan dalam ruang privat sebagai aktivitas personal. “Supaya isu seks tidak jadi tema murahan,” kata dia. Tujuannya pun bukan mengajarkan anak terhindar dari aktivitas seks di usia dini. “Tapi mengajarkan mereka supaya paham tentang alat kelamin, fungsi, dan pemanfaatannya.”



sumber:
https://id.she.yahoo.com/

0 comments: