Berita tentang lebih mudahnya masyarakat terluar di perbatasan
untuk mengakses televisi negara perbatasan daripada televisi negeri sendiri,
bukan berita baru. Demikian juga akses perekonomian masyarakat terluar yang
lebih mudah mengakses pusat perekonomian negara perbatasan daripada ke pusat perekonomian
negeri sendiri. Ini hanya sebagian kecil dari kemudahan akses yang diperoleh
masyarakat terluar Indonesia pada negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia.
Jadi, tidak perlu heran jika anak-anak Indonesia pada masyarakat terluar yang
berbatasan dengan Malaysia dapat menyanyikan lagu “Negaraku”, tetapi belum pernah
mendengar lagu “Indonesia Raya”.
Ini bukan persoalan sepele. Jika dibiarkan terus terjadi akan
mengancam disintegrasi bangsa, yang berarti penolakan terhadap proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan kata lain, masyarakat
terluar sangat rentan untuk menjadikan diri mereka sebagai bagian dari bangsa
Indonesia yang merdeka lebih dari 60 tahun lalu.
Mengapa? Dalam keseharian, sejak lahir mereka “dipaksa” oleh
keadaan untuk menerima nilai-nilai dan aturan dari negara perbatasan. Dengan kata
lain, hanya kartu identitas –mereka memiliki kartu identitas dari dua negara-
yang menunjukkan bahwa mereka adalah bangsa Indonesia. Aturan yang harus mereka
ikuti adalah aturan negara perbatasan karena mereka melakukan aktivitasnya di negara
perbatasan. Nilai-nilai budaya yang mereka serap adalah nilai-nilai negara
perbatasan sebagai akibat dari interaksi dengan warga negara perbatasan dan
akses informasi yang mereka terima. Jadilah mereka berbadan Indonesia berjiwa negara
perbatasan.
Kenyataan inilah yang pada akhirnya mendorong pemerintah,
pada semua kementerian untuk memberikan perhatian lebih kepada masyarakat
terluar. Kapan pun kesadaran ini muncul tidak berarti sebuah keterlambatan.
Kapan pun dimulai, tidak menjadi persoalan. Tidak salah juga, jika pada
awal-awalnya pembangunan dilakukan pada masyarakat yang tinggal di daerah padat
penduduk.
Sebagai warga negara Indonesia mereka pun berhak mendapatkan
hak yang sama dengan warga negara yang tinggal di tempat lain. Persoalannya,
cukupkah jika hanya pemerintah yang harus memikul kewajiban ini?
Pemerintah dengan segala kewenangannya selalu memiliki
keterbatasan keterbatasan yang dapat diatasi dengan keterlibatan seluruh warga
masyarakat. Tidak sulit bagi pemerintah untuk membangun gedung pasar di daerah
terdepan. Persoalannya, perekonomian tidak dapat dibangun hanya dengan
membangun gedung pasar. Tanpa ada keterlibatan pedagang dan konsumen yang menggunakan
gedung pasar sebagai tempat yang disepakati untuk bertransaksi, gedung pasar
yang telah dibangun akan menjadi bangunan terbengkalai. Demikian juga dengan pendidikan.
Bangunan sekolah tanpa guru, sama halnya dengan bangunan pasar tanpa pedagang.
Sementara itu penugasan guru di sekolah yang berada di wilayah terluar, bukan
perkara mudah. Jika pun sudah ditunjuk, tidak sedikit guru yang tidak betah
berada di wilayah terluar dengan berbagai alasan. Lantas, apakah mereka tidak
berhak mendapatkan pendidikan dan kita biarkan mengakses nilainilai dari negara
perbatasan?
Sebagai langkah awal, layanan pendidikan nonformal merupakan
pilihan tepat. Disamping lebih bertumpu pada keterlibatan masyarakat sebagai
penyelenggara pendidikan, fleksibilitas pendidikan nonformal merupakan nilai
lebih untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat terluar.
Keterlibatan masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan
menjadi sangat penting untuk merintis layanan pendidikan bagi masyarakat
terluar dengan pertimbangan mereka sendirilah yang memahami kebutuhan dan cara pemenuhan
kebutuhan akan pendidikan. Jika masyarakat setempat yang menyelenggarakan pendidikan,
mereka lah yang akan memilih tempat, memilih pendidiknya, sampai dengan
menentukan cara belajar yang sesuai dengan gaya hidup mereka. Posisi pemerintah
dan pemerintah daerah adalah memfasilitasi agar proses pembelajaran dapat
berlangsung. Dengan demikian, harapan agar masyarakat terluar dapat merasakan
buah dari kemerdekaan dapat segera terwujud.
Oleh : Eko Yunianto
Sumber: Warta PAUDNI September 2011
0 comments:
Post a Comment