BERSAMA GURU MENUJU SURGA
guru akan mendapatkan manfaat tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Hadis Riwayat Muslim menyebutkan, seluruh amal perbuatan seorang manusia akan terputus jika meninggal dunia, kecuali tiga hal, yaitu ilmu yang bermanfaat, amal sedekah, dan anak yangg shaleh
Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
BELAJAR SIAP MENANG DAN SIAP KALAH SEJAK USIA DINI
Dalam setiap event apapapun, selalu saja orang berkata siap untuk menang dan siap untuk kalah, untuk mewujudkan ha tersebut, maka diperlukan pendidikan karakter sehingga Warga Indonesia dapat mewujudkan filosofi siap menang dan siap kalah sedini mungkin.
Monday, November 12, 2012
Kemerdekaan Di Perbatasan
Posted by dwee pasmah on 3:21 PM
Berita tentang lebih mudahnya masyarakat terluar di perbatasan
untuk mengakses televisi negara perbatasan daripada televisi negeri sendiri,
bukan berita baru. Demikian juga akses perekonomian masyarakat terluar yang
lebih mudah mengakses pusat perekonomian negara perbatasan daripada ke pusat perekonomian
negeri sendiri. Ini hanya sebagian kecil dari kemudahan akses yang diperoleh
masyarakat terluar Indonesia pada negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia.
Jadi, tidak perlu heran jika anak-anak Indonesia pada masyarakat terluar yang
berbatasan dengan Malaysia dapat menyanyikan lagu “Negaraku”, tetapi belum pernah
mendengar lagu “Indonesia Raya”.
Ini bukan persoalan sepele. Jika dibiarkan terus terjadi akan
mengancam disintegrasi bangsa, yang berarti penolakan terhadap proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan kata lain, masyarakat
terluar sangat rentan untuk menjadikan diri mereka sebagai bagian dari bangsa
Indonesia yang merdeka lebih dari 60 tahun lalu.
Mengapa? Dalam keseharian, sejak lahir mereka “dipaksa” oleh
keadaan untuk menerima nilai-nilai dan aturan dari negara perbatasan. Dengan kata
lain, hanya kartu identitas –mereka memiliki kartu identitas dari dua negara-
yang menunjukkan bahwa mereka adalah bangsa Indonesia. Aturan yang harus mereka
ikuti adalah aturan negara perbatasan karena mereka melakukan aktivitasnya di negara
perbatasan. Nilai-nilai budaya yang mereka serap adalah nilai-nilai negara
perbatasan sebagai akibat dari interaksi dengan warga negara perbatasan dan
akses informasi yang mereka terima. Jadilah mereka berbadan Indonesia berjiwa negara
perbatasan.
Kenyataan inilah yang pada akhirnya mendorong pemerintah,
pada semua kementerian untuk memberikan perhatian lebih kepada masyarakat
terluar. Kapan pun kesadaran ini muncul tidak berarti sebuah keterlambatan.
Kapan pun dimulai, tidak menjadi persoalan. Tidak salah juga, jika pada
awal-awalnya pembangunan dilakukan pada masyarakat yang tinggal di daerah padat
penduduk.
Sebagai warga negara Indonesia mereka pun berhak mendapatkan
hak yang sama dengan warga negara yang tinggal di tempat lain. Persoalannya,
cukupkah jika hanya pemerintah yang harus memikul kewajiban ini?
Pemerintah dengan segala kewenangannya selalu memiliki
keterbatasan keterbatasan yang dapat diatasi dengan keterlibatan seluruh warga
masyarakat. Tidak sulit bagi pemerintah untuk membangun gedung pasar di daerah
terdepan. Persoalannya, perekonomian tidak dapat dibangun hanya dengan
membangun gedung pasar. Tanpa ada keterlibatan pedagang dan konsumen yang menggunakan
gedung pasar sebagai tempat yang disepakati untuk bertransaksi, gedung pasar
yang telah dibangun akan menjadi bangunan terbengkalai. Demikian juga dengan pendidikan.
Bangunan sekolah tanpa guru, sama halnya dengan bangunan pasar tanpa pedagang.
Sementara itu penugasan guru di sekolah yang berada di wilayah terluar, bukan
perkara mudah. Jika pun sudah ditunjuk, tidak sedikit guru yang tidak betah
berada di wilayah terluar dengan berbagai alasan. Lantas, apakah mereka tidak
berhak mendapatkan pendidikan dan kita biarkan mengakses nilainilai dari negara
perbatasan?
Sebagai langkah awal, layanan pendidikan nonformal merupakan
pilihan tepat. Disamping lebih bertumpu pada keterlibatan masyarakat sebagai
penyelenggara pendidikan, fleksibilitas pendidikan nonformal merupakan nilai
lebih untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat terluar.
Keterlibatan masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan
menjadi sangat penting untuk merintis layanan pendidikan bagi masyarakat
terluar dengan pertimbangan mereka sendirilah yang memahami kebutuhan dan cara pemenuhan
kebutuhan akan pendidikan. Jika masyarakat setempat yang menyelenggarakan pendidikan,
mereka lah yang akan memilih tempat, memilih pendidiknya, sampai dengan
menentukan cara belajar yang sesuai dengan gaya hidup mereka. Posisi pemerintah
dan pemerintah daerah adalah memfasilitasi agar proses pembelajaran dapat
berlangsung. Dengan demikian, harapan agar masyarakat terluar dapat merasakan
buah dari kemerdekaan dapat segera terwujud.
Oleh : Eko Yunianto
Sumber: Warta PAUDNI September 2011
Wednesday, November 7, 2012
APE, Tingkatkan Perkembangan dan Kreativitas Anak
Posted by dwee pasmah on 12:07 AM
Dunia anak adalah dunia bermain. Mulai dari bayi hingga masa
kanak-kanak anak senang bermain. Kebutuhan atau dorongan internal (terutama
tumbuhnya sel saraf di otak) sangat memungkinkan anak melakukan berbagai
aktivitas bermain tanpa mengenal lelah. Dengan bermain anak dapat menyalurkan
kelebihan energi yang terkandung dalam tubuhnya sekaligus belajar atau berlatih
dalam suasana riang gembira untuk meningkatkan fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu pendidikan anak, pemahaman yang cukup
bagi pendidik dan orang tua mengenai alat permainan edukatif (APE) sebagai
sumber belajar amat diperlukan.
APE adalah sarana untuk merangsang anak dalam mempelajari
sesuatu dengan bermain, baik menggunakan teknologi modern maupun tradisional.
APE dibuat sebagai upaya untuk merangsang kemampuan fisik motorik anak (aspek psikomotor), kemampuan sosial emosional (aspek afektif) serta kemampuan kecerdasan (kognisi).
Kegiatan bermain yang mengandung edukasi akan merangsang
perkembangan emosi, perkembangan sosial dan perkembangan fisik anak. Setiap
anak, memiliki kebutuhan bermain yang berlainan sesuai dengan perkembangan anak.
Semakin besar fantasi yang bisa dikembangkan anak dari sebuah mainan, maka akan
semakin lama mainan itu menarik baginya.
Dari segi pendidikan, bermain memberi peluang pada anak untuk
berswakarya, melakukan dan men ciptakan sesuatu dari permainan itu dengan
tenaganya sendiri.
Dr. Anggani Sudono MA dalam seminar Pendidikan Anak Usia Dini di
Aula Pasca Sarjana IAIN Imam Bonjol Padang beberapa tahun silam menyatakan peran
bermain dengan APE sangat membantu meningkatkan kematangan sampai tingkat
pencapaian perkembangan anak. Ketika anak bermain berulang-ulang dengan
spontanitas, bereksplorasi kemudian dilakukan intervensi tepat yang bermakna, maka
anak mulai memahami APE yang dimainkannya. Sehingga dalam memilih dan
menentukan alat alat permainan yang dianggap dapat mendidik tersebut, orang tua
dan guru dituntut bijak dalam membelanjakannya, sebab tidak semua alat yang
harganya mahal dan dicap “modern” itu bersifat mendidik, bisa jadi hanya akan menanamkan mental
instant dan konsumtif kepada anak.
Media Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, pendidik sangat mengharapkan proses
pembelajaran secara efektif, efisien, dan berkualitas. Untuk itu diperlukan
media instruksional. Media instruksional adalah “sarana komunikasi yang
digunakan dalam proses belajarmengajar untuk mencapai tujuan instruksional yang
efektif dan efisien melalui perangkat keras maupun lunak” (Ahmad Rohani, 1997:
4).
Tingkatkan kreativitas anak
Bagi seorang anak, bermain adalah bagian terbesar dari kegiatan
kesehariannya. Hampir semua jenis permainan anak membutuhkan peralatan. Pada
intinya, peran APE ditujukan untuk mengembangkan kreativitas melalui tiga hal berikut:
Keterampilan motorik halus dan wawasan
berpikir anak;
Dengan bergerak, seperti berlari atau melompat, seorang anak
akan terlatih motorik kasarnya, sehingga memiliki sistem perototan yang
terbentuk secara baik dan sehat. Kemampuan motorik halusnya akan terlatih
dengan permainan puzzle, membedakan bentuk besar dan kecil, dan
sebagainya.
Kemampuan sosial-emosional;
Anak melakukan aktivitas bermain karena ia merasa senang untuk
melakukannya. Pada tahap-tahap awal anak melakukan aktivitas bermain karena ia merasa
senang untuk melakukannya. Pada tahap-tahap awal perkembangannya, orang tua
merupakan kawan utama dalam bermain. Pergeseran akan terjadi seiring dengan
bertambahnya umur anak, terutama setelah memasuki usia sekolah. Di sekolah,
anak akan mengalami proses sosialisasi bergaul dengan kawan sebaya dan gurunya.
Kemampuan kognisi (kecerdasan);
Dalam proses bermain, anak juga bisa diperkenalkan dengan
perbendaharaan huruf, angka, kata, bahasa, komunikasi timbal balik, maupun
mengenal objek-objek tertentu. Misalnya bentuk (besar atau kecil) dan rasa
(asam, manis, asin, atau pahit). Pengembangan kreatifitas sejak usia dini,
tinjauan dari penelitian-penelitian tentang proses kreativitas,
kondisis-kondisinya, serta cara-cara yang dapat memupuk, merangsang,
dan mengembangkan menjadi sangat penting .Ada beberapa alasan, kreativitas
seseorang perlu dipupuk sejak dini agar lebih bermakna dalam hidup dan
kehidupan anak.
Pertama, karena dengan berkreasi orang dapat mewujudkan
(mengaktualisasikan) dirinya. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan pokok pada
tingkat tertinggi dalam hidup manusia.
Kedua, berfikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat
bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, merupakan
bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam
pendidikan (Guilford, 1967).
Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat (bagi diri
pribadi dan lingkungan ) tetapi juga memberikan kepuasan kepada individu. Dengan
demikian permainan edukatif dipandang sangat penting dalam meningkatkan
kretaifitas anak terutama dalam hal kemampuan berbahasa, berpikir, serta
bergaul dengan lingkungannya. Disamping
itu, permainan edukatif juga bermanfaat untuk menguatkan dan
menerampilkan anggota badan si anak, mengembangkan kepribadian, mendekatkan hubungan
antara pengasuh dengan anak didik, serta menyalurkan kegiatan anak.
Sumber: Warta PAUDNI Edisi Februari 2012
Sumber: Warta PAUDNI Edisi Februari 2012