Ditengah kemajemukan kehidupan berbangsa, paham toleransi dengan sikap saling menghargai dan menghomati merupakan paham yang harus selalu diinjeksikan dalam tubuh dan pikiran masyarakat. Paham dan sikap toleransi yang terus dihidupkan akan dapat mengurai berbagai sekat dan petak-petak perbedaan suku, agama, ras, ataupun kepentingan kelompok yang melingkari. Kesadaran toleransi yang terbangun akan dapat membangkitkan semangat gotong royong, kekeluargaan, dan membangkitkan bangsa dari keterpurukan.
Toleransi sendiri berasal dari bahasa latin, yaitu tolerantia yang memiliki arti kelonggaran, kelembutn hati, keringanan, dan kesabaran. Yang artinya kemampuan dari kita untuk bisa menerma apa adanya setiap perbedaan yang terjadi sehingga melahirkan kehidupan yang damai.
Dalam konteks berbangsa dan beregara, pendidikan yang mengajarkan semangat toleransi memiliki peranan yang penting dalam membentuk dan membangun paradigma dalam masyarakat yang plural. Pembentuka nalar dan karakter toleran akan dapat membuka wawasan peserta didik tentang realitas sosial bangsa yang majemuk dan berbeda. Dengan demikian akan melahirkan masyarakat yang tulus dan ikhlas untuk hidup dalam keragaman.
Peserta didik yang dapat mengimplemantasikan kebinekaan dalam keekaan. Peserta didik yang memiliki pola pikir, pola sikap, dan pola laku yang tidak terjebak dalam kotak sempit keentingan sektoral. Karena itu, jangkar toleransi mesti ditanam dalam kerangka berpikir para peserta didik sejak dini.
Penanaman pendidikan otleransi sangat urgen untuk Indonesia yang memiliki beraneka ragam suku, adat, bahasa, aliran kepercayaan, kontur daerah hingga tekstur budaya. Keanekaragaman mestinya dapat dijadikan aset sosial politik untuk kebajikan dan kemaslahatan umat dan bangsa. Namun dalam kenyaaannya perbedaan tersebut seringkali menjadi malapetaka yang emyeret bangsa dalam jurang perpecahan.
Disinlah peran pendidikan yang harus digali dengan akar nilai bangsanya. Akar nilai tentang persaudaraan, kekeluargaan, dan gotong royong akan dapat mendorong terjadinya pembebasan manusia dari belenggu-belenggu ego sektoral.
Berkaitan dengan penanaman pendidikan toleransi, sekolah mempunyai peran strategis untuk keanekaragaman. Kesadaran yang akan melahirkan sikap untuk saling menghargai dan menghormati segala bentuk perbedaan.
Sekolah merupakan embrio bagi penyemaian ide-ide tentang toleransi. Dalam konteks inilah implementasi pedidikan toleransi membutuhkan pendidik yang bisa dijadikan role model sebagai contoh bagi siswa untuk bisa menerapkan sikap toleran, cinta damai, solutif, dan anti kekerasan.
Dalam aplikasinya pun penanaman pendidikan toleransi tidak bisa dibebankan pada satu ataupun dua mata pelajaran, seperti pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) ataupun mata pelajaran agama. Seluruh pendidik berkewajiban untuk menerangka pentingnya toleransi dalan kehidupan, baik saat bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa. Sebab perbedaan adalah keniscayaan yang tidak bisa kita pungkiri.
Selain, itu penanaman sel pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peranan keluarga, sebab dalam keluargalah penanaman nilai, moral dan akhlak untuk pertama kali dikenalkan. Dalam keluarga pendidikan akan tumbuh dari sikap saling asuh dan kasih sayang yang ditunjukkan orangtua pada anak. Oleh karena itu tidak salah bila menyebut keluarga merupakan lahan subur pengembangan mental anak dalam membangun pribadi yang utuh.
Dalam keluarga pendidikan akan dimulai dari pengetahuan instingtif dengan kasih sayang dan pelindungan yang diberikan oleh orang tua. Lalu, orangua akan memberikan pengetahuan kepada anak tentang empirik yang diperagakan dengan bimbingan. Percontohan dan arahan. Kemudian, orangtua akan memberikan pengetahuan pada anak dengan pengetahuan rasional, seperti mengatur kegiatan, menentukan pilihan, dan membentuk sikap percaya diri.
Dalam kaitan inilah keluarga mempunyai peran sangat menentukan dalam membangun kerakter anak. Dalam keluarga yang demokratis, yang memberi keleluasaan bagi anak untuk memilih dan menentukan, anak akan bertanggungjawab yang lebih tinggi dari pada keluarga yang memanjakan anaknya dengan fasilitas yang membuatnya tidak berfikir dan mengambil tanggung jawab.
Lapis Pertama
Peran sentral keluarga dalam pendidikan lepis pertama biasanya akan sangat mempengaruhi jalan kehidupan sang anak . Anak yang hidup dalan keluarga yang broken home, dimana si anak tidak mendapat sentuhan kasih sayang yang melimpah, perhatian yang penuh dari orang tua, serta situasi keluarga yang kacau dan tidak kondusif, senderung memiliki pribadi yang akan tidak terkendali, nakal, tidak bisa di atur, dan mencontoh berbagai tindak kekerasan yang ada dirumah.
Sebagai pendidikan lapis pertama, kondisi eluarga secara signifikan akan memperkenalkan stigma tentang kehidupan bagi si anak. Anak akan cenderung meniru dan menjiplak apa yang mereka lihat dilingkungan terdekatnya. Bila aneka kekerasan yang seringkali muncul, maka kecenderungan si anak untuk meniru perilaku lingkungan juga akan sangat besar. Demikian pula, bila situasi keluarga kndusif, memberikan ruang bagi anak untuk belajar, memompa dan memberikan motivasi, anak juga akan terdorong untuk meniru aktivitas lingkungannya.
Artinya, keluarga memiliki peran yang besar dalam memperkenalkan kehidupan nyata bagi sang anak.. Oleh karena itu, orang tua sudah seharusnya tahu bahwa keluarga memiliki peran dalam menentukan fondasi dasar pembentukan kepribadian anak. Karena pendidikan sejatinya berawal dari keluarga.
Kehidupan keluarga adalah tempat yang paling tepat bagi tumbuhnya kesadaran akan tujuan dan eksistensikehidupan. Urgen sekali bila pendidikan keluarga mampu membangun pencerdasan mentaldan spiritual sang anak, bukan sekedar mencerdaskan secara kognisi, melainkan juga sisi afeksi dan psikomotorik anak.
Melihat begitu besar perannya, keluarga sebagai lembaga pendidikan mula, mestinya mendapat perhatian yang lebih. Sebab, belum tentu semua orangtua tahu tentang begitu besarnya peran mereka dalam membentuk kepribadian sang anak hingga membangun mentalitas yang tangguh.
Utamanya dalam membangun karakter yang jujur, sopan, berakhlak, anti korupsi, ikhlas, sabar, dan selalu bisa mensyukuri setiap keadaan. Hingga, sang anak juga memiliki mimpi-mimpinya dan menggapainya dengan proses bukan menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya.
Pembangunan watak yang demikian tentunya akan sangat memerlukan peran keluarga sehat dan kondusif. Menurut Komarudin Hdayat, buah akan mencerminkan pohonnya. Hanya, akar dan pohon yang sehat yang akan melahirkan dedaunan yang rimbun dan buah sehat sehingga memberi berkah bagi lingkungannya. Keberhasilan orangtua akan dinilai dari bagaimana mereka mendidik putra-putrinya. Keluarga adalah school of love.
Oleh : Erna Trigayanti (Mahasiswa Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang)
Sumber : Harian Republika
Wednesday, November 23, 2011
PENDIDIKAN TOLERANSI
Posted by dwee pasmah on 6:03 PM
0 comments:
Post a Comment