Friday, August 31, 2012

MASYARAKAT UJUNG TOMBAK PAUDNI


Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa tujuan Negara adalah mewujudkan masyarakat yang cerdas. Untuk mencapainya harus terbentuk masyarakat madani yang memiliki kemampuan, keterampilan, dan semangat berusaha, sekaligus menyiapkan potensi generasi yang siap menghadapi masa depan kesemuanya ini hanya dapat dicapai dengan pendidikan.
Meski demikian, kita menghadapi dengan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Antara lain dibuktikan dengan data United Nation Development Program (UNDP) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 182 negara di dunia,
Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), ke-109 (1999), dan ke -111 (2009). Ini menunjukkan ketidakmerataan pembangunan pendidikan di Indonesia, terutama daerah-daerah terpencil, terpinggirkan, dan termarginalkan. Padahal disadari betul bahwa pendidikan adalah bagian dari masyarakat. Pendidikan yang terintegrasi dalam pola hidup masyarakat akan menghasilkan sosok masyarakat yang mampu memahami dan menerima kondisi yang ada. Ke depannya, diharapkan munculnya masyakarat yang bisa berdaya dan mandiri dalam
menghadapi segala tantangan zaman.
Pembangunan dan pengembangan masyarakat, merupakan suatu fondasi penting yang dapat memperkuat dan mendorong makin meningkatnya pembangunan bangsa. Keterlibatan masyarakat dalam mengembangkan Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI) memberi makna besar bagi kelancaran pembangunan. Upaya untuk menjadikan pendidikan ini sebagai bagian dari kegiatan masyarakat memerlukan upaya-upaya yang serius dalam upaya peningkatan kualitas hidup mereka. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menyuratkan tentang pendidikan berbasis masyarakat yang di dalamnya disebutkan bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah: Penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat.
Secara spesifik penyelenggaraan program PAUDNI berdasarkan pada pendidikan berbasis masyarakat dengan menerapkan konsep pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat. Menurut pendapat Michael W. Galbraith, pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

Menentukan sendiri (self determination)
Prinsip menentukan pengertian semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk menentukan kebutuhan dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa.
Kesiapan masyarakat dalam belajar dapat diarahkan pada pemahaman pentingnya pendidikan
berbasis masyarakat (communihy based education). Dalam hal ini, diperlukan usaha untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat pedesaan akan pentingnya pendidikan. Ini penting untuk
menyiapkan generasi yang berkualitas untuk kepentingan masa depan. Hal ini terkait rangka
mengentaskan penduduk dari kemiskinan.
Menolong diri sendiri (self help)
Ketika kemampuan menolong diri sudah berkembang, artinya masyarakat sudah terdidik dengan baik. Mereka menjadi bagian dari solusi dalam membangun kemandirian pendidikan, bukan tergantung oleh pihak lain atau pemerintah. Ini karena mereka bertanggung jawab untuk kesejahteraan mereka sendiri. Salah satu contoh bagian yang bisa diaplikasikan dalam prinsip ini adalah belajar menjadi wirausahawan (enterpreneur). Wirausahawan adalah seseorang yang  menciptakan sebuah usaha baru. Dalam memulai dan menjalankan usahanya, ia selalu siap dalam menghadapi resiko dan ketidakpastian.
Pengembangan kepemimpinan (Leadership development)
Dalam prinsip ini, para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai keterampilan untuk  memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong
diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya mengembangkan masyarakat.
Ketika peran pemerintah sangat dominan dan peran serta masyarakat hanya dipandang sebagai
kewajiban, maka masyarakat justru akan terpinggirkan dari proses pembangunan. Penguatan partisipasi masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri, lebih-lebih dalam era globalisasi.
Lokalisasi (localization)
Partisipasi masyarakat terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan Di sinilah peran signifikan
pendidikan dalam berkontribusi membangun sistem pendidikan berbasis lokalitas. Peran tersebut diwujudkan dengan terbentuknya sistem pendidikan nasional yang mengarah pada pemberdayaan potensi lokal Indonesia, misalnya pendidikan berbasis maritim, agraris, dan ciri khas lokal lainnya, sehingga memperkuat budaya dan potensi lokal yang dapat menopang perkembangan dan kemajuan pendidikan.
Keterpaduan pemberian pelayanan (integrated delivery of service)
Dalam prinsip ini terkandung pengertian adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen untuk menjalankan pelayanan publik yang lebih baik.
Mengurangi tumpang tindih pelayanan (reduce duplication of service)
Pelayanan masyarakat seharusnya memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan
dan sumber daya manusia dalam ciri khas lokal dan mengkoordinir usaha mereka.
Menerima perbedaan (Accept diversity)
Dalam prinsip ini terkandung pengertian menghindari pemisahan masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Dengan ini, pelibatan warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin dan mereka didorong untuk aktif dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan aktivitas-aktivitas kemasyarakatan.
Tanggung jawab kelembagaan (Institutional responsiveness).
Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat.
Lembaga harus dapat dengan cepat merespons berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat
agar manfaat lembaga akan terus dapat dirasakan.
Pendidikan sebagai proses pemanusiaan manusia membutuhkan sinergi antar komponen dan membutuhkan kesepahaman visi seluruh stake holder yang terlibat. Komponen pendidikan yang meliputi raw material (input peserta didik), tools (alat-alat dan sarana prasarana), serta process (metode pembelajaran) adalah sebuah sistem yang akan menentukan kualitas out put (lulusan), sedangkan stake holder yang  terdiri atas siswa, guru, kepala sekolah, wali murid, dinas terkait dan pemerintah daerah harus sevisi dan sinergi sehingga memperlancar dan mempermudah pencapaian tujuan baik tujuan akademis maupun pembentukan moral.
Sementara itu, jika dilihat dari tujuannya, pendidikan berbasis masyarakat adalah untuk memperoleh output pendidikan yang dapat berperan sesuai dengan kebutuhan masyarakat,. Diharapkan masyarakat dapat mengatasi dampak krisis ekonomi terhadap pendidikan. Dengan mengacu pada empat buat sendi/pilar pendidikan sebagaimana dalam buku laporannya ke UNESCO, Jacques Delors, et. al., (1996, hal. 85-97), dalam Pointers and Recommendations, Delors et.al. (hal. 97) mengemukakan bahwa : Learning to know (belajar untuk mengetahui)
Yakni dengan memadukan pengetahuan umum yang cukup luas dengan kesempatan mempelajari
secara mendalam pada sejumlah kecil mata pelajaran. Pilar ini juga berarti juga learning to learn (belajar untuk belajar), sehingga memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan pendidikan yang disediakan sepanjang hayat.
Learning to do (belajar untuk berbuat) 
Tidak hanya memperoleh keterampilan kerja tetapi juga kompetensi untuk berurusan dengan
banyak situasi dan bekerja dalam tim. Misalnya dengan melibatkan kursus-kursus pada program
belajar dan bekerja.
Learning to live togather, learning to live with others (belajar untuk hidup bersama)
Dengan jalan mengembangkan pengertian, orang lain dan apresiasi atas interdependensi melaksanakan proyek-proyek bersama dan belajar mengelola konflik dalam semangat menghormati
nilai-nilai kemajemukan, saling memahami dan perdamaian.
Learning to be ( belajar untuk menjadi seseorang)
Dengan ini masyarakat dapat mengembangkan kepribadian lebih baik dan mampu bertindak mandiri, membuat pertimbangan dan rasa tanggung jawab pribadi yang semakin besar, ingatan, penalaran, rasa estetika, kemampuan fisik, dan keterampilan berkomunikasi.

Mencermati hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan berbasis masyarakat, tak diragukan peran masyarakat sangat strategis dan bersinergi sebagai ujung tombak (leading sector) PAUDNI. Masyarakat dapat menjadi objek sekaligus subjek pendidikan Oleh karena itu masyarakat dituntut untuk dapat menggali potensi pengembangan pendidikan di daerahnya Potensi pendidikan bisa digali dari keadaan masyarakat itu sendiri, mulai dari kearifan lokal, seni-budaya, sistem kerja, hingga pola hidup.
Untuk itu tentunya diperlukan pola kerja sama atau kemitraan yang sinergis antara para pihak terkait (instansi pemerintah), masyarakat, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM). Komponen-komponen tersebut merupakan agen perubahan yang dapat membawa masyarakat dalam paradigma baru dalam dunia pendidikan. Dengan demikian, masyarakat akan memahami dan merasakan bahwa pendidikan dapat diperoleh dimana saja dan bisa dilakukan seluruh kalangan, tanpa memandang status, profesi, usia, atau jenis kelamin.

Oleh :  Dadan Mulyana, S.Si
Sumber : Warta Paudni April 2012


Wednesday, August 29, 2012

Mendongeng untuk Anak, Inilah Cara yang Menyenangkan


Mendongeng atau membacakan cerita untuk anak adalah bentuk kasih sayang orangtua pada sang buah hati. Ternyata, lebih dari sekadar aktivitas yang menguatkan ikatan keduanya, mendongeng juga merupakan kegiatan yang mampu menambah perbendaharaan kata, pengetahuan dasar, rasa ingin tahu, dan menstimulasi keingintahuan anak.
Maka, tak sedikit pakar yang meminta agar orangtua mau meluangkan waktu sekitar 30 menit sehari untuk mendongeng pada anaknya. Agar hasil mendongeng itu kian optimal, berikut adalah trik supaya aktivitas mendongeng makin menyenangkan:
1. Pilihlah buku yang sesuai dengan perkembangan anak
2. Bacakan cerita dengan ekspresif dan menarik
3. Usahakan gunakan suara yang berbeda untuk setiap karakter dalam cerita atau cukup dengan intonasi
4. Gunakan efek drama seperti tertawa, merengek, berbisik, sedih atau efek suara yang lain
5. Tambahkan gerakan (bahasa tubuh)
6. Ketika membacakan cerita, tunjukkan halaman depan, sebutkan judul (sebutkan buku tersebut bercerita tentang apa), sebutkan pengarang buku dan penggambarnya, lalu tunjukkan kata-kata yang dibaca dengan jari agar membantu anak untuk membayangkannya dalam otak
7. Ajukan pertanyaan-pertanyaan seputar cerita
8. Pancing dengan beberapa pertanyaan, ‘’apa yang akan terjadi menurut kamu?’’ atau ‘’apa ini?’’, ‘’apa itu?’’
9. Biarkan anak bertanya mengenai cerita
10. Buat cerita sebagai salah satu cara untuk berkomunikasi dengan anak
11. Biarkan anak menceritakan kembali cerita itu dengan bahasanya sendiri
12. Pada usia tiga tahun seorang anak sudah bisa menghafal cerita dan biasanya senang diberikan kesempatan untuk bercerita. 

Monday, August 13, 2012

Kemampuan Membaca Anak Bukan Proses "Sim Salabim"


Belajar membaca bukanlah proses yang sekali berjalan langsung berhasil. Proses ini menempuh sejumlah tahapan hingga akhirnya bisa membaca sendiri dan lancar.  Waktu yang terbaik bagi anak untuk mulai belajar membaca adalah sejak usia dini, biasanya ketika mereka memasuki usia pre school. Ini adalah waktu terbaik di mana mereka mampu untuk mulai membangun kemampuan dasar dalam membaca.
Berikut ini adalah tahap-tahap dalam belajar membaca:

1. "Pre-reader" dan pembaca pemula
- biasanya suka melihat-lihat buku dan mulai suka untuk membacanya;
- sering berperilaku seperti layaknya seorang yang sedang membaca, misalnya memegang buku dan berpura-pura seolah sedang membacanya;
- belajar tentang kata-kata dengan melihat buku bergambar dan bermain dengan blok-blok yang ada gambar huruf, dan lain-lain;
- belajar tentang kata-kata melalui lagu, sinyal traffic lights, dan logo yang ada di kemasan produk makanan;
- belajar bagaimana teks bekerja, misalnya, di mana sebuah cerita dimulai dan berakhir di proses pencetakan;
- mulai memahami bahwa pemikiran mereka bisa dituangkan dalam cetakan tertulis;
- menggunakan gambar-gambar dan ingatan untuk menceritakan atau menceritakan ulang sebuah cerita.

2. "Emerging reader"
- siap menerima instruksi untuk membaca;
- belajar bahwa teks adalah cara untuk memberitahukan sebuah cerita atau informasi;
- mulai untuk mencocokkan kata-kata yang tertulis untuk diucapkan dan menemukan hubungan antara suara dengan huruf-huruf;
- mulai bereksperimen dengan membacam dan ingin mencoba untuk mengucapkan kata-kata dengan keras ketika membaca teks-teks sederhana;
- menemukan gambar-gambar yang bisa membantu untuk memahami teks, dan belajar bahwa kata-kata menyampaikan pesan yang konsisten dengan gambar.

3. "Early reader"
- mulai lebih percaya diri dan menggunakan metode yang lebih bervariasi, misalnya, mengandalkan isyarat visual untuk mengidentifikasi kata-kata pada teks;
- mengadaptasikan apa yang mereka baca ke teks-teks yang berbeda;
- mengenali banyak kata-kata, mengetahui lebih banyak tentang membaca, dan memiliki semangat untuk mencoba membaca teks-teks baru.

4. "Fluent reader"
- berpikir bahwa membaca adalah sesuatu yang baik dan bekerja dengan otomatis;
- menggunakan metode-metode yang bervariasi untuk mengidentifikasi kata-kata dan artinya;
- dapat membaca berbagai jenis teks dan memprediksikan peristiwa yang ada dalam cerita;
- menghubungkan cerita yang ada dalam buku dengan pengalaman atau pengetahuan mereka sendiri dan menemukan sesuatu yang baru.

Mungkin akan memakan waktu untuk melalui setiap tahapan dan anak Anda mungkin membutuhkan perhatian dan dukungan untuk melewati tahapan-tahapan tersebut. Anda, sebagai orangtua, bisa membuat sebuah aturan main yang dapat membimbing anak untuk meningkatkan kemampuan membacanya hingga berhasil.

Bagaimana membantu anak dalam membaca?

Sebagai orangtua, Anda adalah guru pertama dan utama bagi mereka. Ketika Anda membantu mereka belajar membaca, maka Anda telah membuka pintu menuju dunia buku dan belajar. Membaca dengan keras untuk anak-anak adalah cara terbaik untuk menarik perhatian mereka dan menumbuhkan ketertarikan mereka dalam membaca.

Dengan bantuan orangtua, anak akan belajar bagaimana membaca dan dapat mempraktikkannya hingga mereka dapat membaca dengan kenyamanannya sendiri. Kemudian, mereka akan memiliki informasi dan pengetahuan yang luas!

Membaca dapat menjadi aktivitas keluarga. Menghabiskan waktu dengan permainan kata-kata, cerita-cerita, dan buku-buku itu akan membantu anak Anda untuk:
- mengumpulkan informasi dan belajar tentang dunia;
- belajar bagaimana cerita dan buku bekerja, bahwa buku-buku memiliki awal, akhir, karakter, dan tema-tema;
- memperkaya penguasaan kosa kata dengan membaca dan bercerita tentang kata-kata baru;
- belajar bagaimana mendengarkan dan berpikir;
- belajar bahasa lisan dan pola bahasa;
- "jatuh cinta" dengan buku.

Yang perlu diingat adalah, tahapan yang dilalui anak yang satu dengan anak lain dalam membaca berbeda. Tidak usah membandingkan antara yang satu dengan yang lainnya. Hal terpenting adalah, Anda peduli dengan kemampuan membaca anak sehingga bisa memilihkan buku dan beraktifitas bersama mereka yang bisa membantu meningkatkan kemampuannya. 

sumber: edukasi.kompas.com