Wednesday, May 30, 2012

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN KECERDASAN SPIRITUAL ANAK USIA DINI

Menurut Syamsu Yusuf (2002: h.136) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan keadaan spiritual anak, yaitu faktor pembawaan (internal) dan lingkungan (ekstrnal) adapaun penjelasannya yaitu:

1. FAKTOR PEMBAWAAN (INTERNAL)

Secara hakiki perbedaan manusia dengan binatang adalah manusia mempunyai fitrah beragama. Oleh sebab itu manusia disebut juga dengan homo religius. Fitrah beragama ni tidak memilih kapan manusia tersebut itu berada dan dilahirkan. Dari zaman yang masih primitif sampai modern, bahkan sejak Nabi adam sampai akhir jaman, maupun setiap anak yang lahir dari rahim orangtua yang baik ataupun jahat, bahwasanya secara kodrati setiap manusia memiliki kepercayaan terhadap sesuatu yang berada di luar kekuasaannya yang memiliki kekuatan untuk mengatur kehidupan alam semesta.

Dalam masyarakat primitif sering kita jumpai melalui bukti-bukti peninggalan prasejarah. Adanya kepercayaan terhadap roh-roh gaibyang dapat memberikan kebaikan atau kejahatan. Semua hal tersebut diperlihatkan melalui pemberian saji-sajian (bahasa sunda sesajen) yang dibuat untuk mengusir ataupun meminta tolong kepada roh-roh yang mereka percayai. Selain itu benda-benda yang dianggap keramat, seperti keris, atau batu juga seringkali mereka percayai sebagai benda yang memiliki kekuatan-kekuatan yang dapt mendatangkan kebaikan bagi dirinya sendiri. Tidak heran jika mereka mengeramatkannya. Bahkan, dikalangan mesyarakat modern pun masih ada yang percaya terhadp hal-hal yang bersifat takhayul tersebut.

Melihat kenyataan di atas maka tidak bisa dipungkiri bahwa setiap manusia yang lahir telah memiliki kepercayaan terhadap suatu zat yang mempunyai kekuatan untuk mendatangkan kebaikan ataupun kemudhoratan (mencelakakan). Seperti yang telah difirmankan Allah. SWT, dalam Al Qur’an surat Ar-Rum ayat 30, yang artinya “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Namun dalam perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah, dan ada juga yang mendapat bimbingan dari para rasul Allah SWT, sehingga fitrahnya berkembang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

2. FAKTOR LINGKUNGAN (EKSTERNAL)

Fitrah beragam merupakan salah satu potensi yang memiliki kecenderungan untuk berkembang ke arah yang lebih baik lagi. Namun potensi tersebut tidak akan berkembang manakala tidak ada faktor luar (eksternal) yang turut serta mewarnai pertumbuhan dan perkembangan setiap individu. Jika kita menginginkan potensi beragama setiap anak berkembang ke arah yang lebih baik, tentu kita harus dapat menkondisikan situasi dan lingkungan yang ada disekitar mengarah kepada hal tersebut untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Disini lingkungan yang dimaksud menurut Syamsu Yusuf (2002: h.139) yaitu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Adanya keserasian antara keluarga, sekolah, dan masyarakat akan dapat memberikan dampak positif bagi anak, termasuk dalam pembentukan jiwa keagamaan dalam diri anak. Aapun penje;asana dari masing-masing lingkungan adalah sebagai berikut :

a. Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi setiap anak. Tentunya dalam hal ini orangtua menjadi orang yang paling bertanggungjawabdalam menumbuhkembangkan kecerdasan beragam pada anak. Para orangtua dibebankan tanggungjawab untuk membimbing potensi keagamaan anak sehingga diharapkan akan terbentuk kesadaran beragama (religious consciousness) dan pengalaman agama (religious experience) dalam diri anak-anak secara nyata dan benar. Anak-anak diberi bimbingan sehingga mereka tahu kepada siapa mereka harus tunduk dan bagaimana tatacara sebagai bentuk pernyataan dan sikap tunduk tersebut.

Tentunya pembentukan jiwa keagamaan ini haruslah dimulai sejak anak dalam kandungan sampai ia lahir. Dalam mengembangkan fitrah beragama anak, agama islam mengajarkan kepada orantua khususnya ibu untuk lebih meningkatkan amal ibadahnya kepada Allah, seperti melaksanakan sholat, berdoa, berdzikir, membaca Al-Qur’an dan memberi sedekah ketika anak sedang berada dalam kandungan. Hal inipun didukung dengan pengamatan para ahli jiwa terhadap orang-orang yang mengalami gangguan jiwa; ternyata mereka itu dipengaruhi oleh keadaan emosi atau sikap orangtua terutama ibu pada masa mereka dalam kandungan.

Begitu juga saat anak lahir, agama islam telah mensyariatkan kepada setiap orangtua untuk mengumandangkan azan ditelinga kanan dan iqamat di telinga kiri. Hal tersebut dimaksudkan agar suara yang pertama kali didengar oleh anak adalah kalimat-kalimat seruan kepada Allah sebagai tanda pengajaran kepada anak yang baru memasuki dunia baru. Lalu ada usia ketujuh hari sebaiknya anak di aqiqahkan dan diberi nama yang baik sebagai salah satu doa agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah.

Kemudian Islampun mengajarkan kepada setiap orangtua untuk selalu memberikan anak makanan dan minuman yang halal dan baik yaitu makanan dan minuman yang tidak diharamkan oleh agama serta bersih, bergizi dan berprotein. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 88, “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik ....”. Dan pada periode selanjutnya anak harus diperlakukan engan kasih sayang, dan orangtua harus dapat memberikan kketeladanan melalui perkataan, sikap dan perbuatan yang direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari secara konsisten.

Bahkan nabi Muhammad SAW. Juga mengajarkan dan mencontohkan secara langsung kepada umatnya untuk selalu memberikan kasih sayang kepada setiap anak dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu Al-Qur’an pun mengabadikan kisah Luqmanul Hakim dalam surat Luqman ayat 12-19 yang berisi tentang pengajaran Luqman kepada anaknya yaitu:

- Luqman menanamkan tauhid yang sebersih-bersihnya, yaitu iman kepada Allah SWT, dan tidak memersekutukanNya (QS. Luqman: 13)

- Luqman menanamkan kesadaran kepada anaknya untuk bersyukur kepada Allah SWT dan bersyukur kepada kedua orangtuanya dengan berbuat baik dan berbakti kepadanya (QS. Luqman: 14)

- Luqman menanamkan kesadaran pada anaknya bahwa segala gerak-gerik perilaku dan perbuatan manusia, yang nampak maupun yang tersembunyi tidak lepas dari pengetahuan dan pengawasan ALLAH SWT. (QS. Luqman: 16)

- Luqman menanamkan kesadaran pada anaknya untuk beribadah kepada Allah SWT, dengan mengerjakan sholat berbuat baik, dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar (QS. Luqman: 17)

- Luqman mendidik kepada anaknya agar berbuat baik dan hormat kepada orang lain, bergaul secara baik, serta berperilaku baik, tidak sombong dan angkuh (QS. Luqman: 18-19)

Dari kisah Luqman inilah jelas Al-Qur’an gambarkan bagaimana kewajiban orangtua dalam mendidik dan menanamkan kesadaran beragam pada diri anak dalam setiap keluarga. Tentu hal ini bukanlah hal yang dapat diabaikan oleh orangtua sebagai pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrati ibu dan bapak diberikan anugrah oleh Allah berupa naluri orang tua. Dengan naluri itulah maka timbul kasih sayang dihati mereka sehingga ada rasa tanggung jawab dalam merawat, mengasihi, dan memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya. Dengan demikian pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan anak. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Tahrim ayat 6 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka.”

b . Lingkungan Sekolah

Lingkungan sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak setelah keluarga. Karena hampir setengah hari anak menghabiskan waktunya bersama teman dan gurunya di sekolah. Tentunya segala sesuatu yang ada di sekolah akan menjadi model bagi anak untuk ditiru. Seperti yang diungkapkan Hurlock(1959: h.561) bahwa pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan subtitusi dari keluarga dan guru-guru subtitusi dari orangtua.

Hal ini menggambarkan bahwa guru merupakan orangtua kedua bagi anak-anak. Peran guru di sekolah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi seluruh perkembangan anak, baik kognitif, sosial, emosi maupun afektif. Sayangnya masih banyak sekolah yang lebih menitikberatkan perkembangan anak secara akademik dengan mengukur kecerdasan setiap anak melalui deretan angka sebagai salah satu ukuran perbandingan antara anak yang satu dengan yang lainnya.

Tentunya hal tersebut harus dijadikan bahan pemikiran bagi seluruh guru sebagai penanggungjawab pendidikan bagi anak untuk tetap menggali seluruh potensi dan kecerdasan anak sesuai dengan tahapan perkembangannya. Karena sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang mempunyai program sistemik dalam melaksanakan pengajaran, bimbingan dan latihan kepada anak agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya.

Dalam kaitan mengembangkan fitrah keagamaan dalam diri anak, maka gur waji memberikan keteladanan dan perkataan, sikap maupun perbuatan yang baik serta cara berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu akan lebih efektif jika semua guru dan staf di sekolah dapat merefleksikanya melaui pembiasaan yang dimulai dari diri sendiri. Selain itu diperlukan juga guru agama yang memiliki kepribadian yang mantap (akhlak mulia), menguasai disiplin ilmu agama islam, dan memahami ilmu-ilmu yang lain yang menunjang kemampuannya dalam mengelola proses belajar mengajar. Namun bukan berarti pengembangan kecerdasan beragama hanyalah menjadi tanggungjawab guru agama saja. Melainkan juga menjadi tanggungjawab guru bidang studi laing dengan cara tetap menyisipkan nilai-nilai agama dalam seluruh proses belajar mengajar setiap hari.

c. Lingkungan Masyarakat.

Selain faktor keluarga dan sekolah, lingkungan masyarakat jua turut mempengaruhi perkembangan kecerdasan beragama pada anak. Lingkunan masyarakat yang dimaksud meliputi lingkungan rumah sekitar anak sebagai tempat bermain, televisi, serta mediacetak seperti buku cerita maupun komik yang paling banyak digemari oleh anak-anakusia dini. Menurut syamsu Yusuf (2002: h. 141) lingkungan masyarakat adalah situasi atau kondisi interaksi sosial dn sosiokultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama atau kesadaran beragama individu. Dalam msayarakt akan terbentuk suatu perilaku yang dominan pada setiap individu karena adanya interaksi sosialyang terjadi antara teman sebaya maupun dengan anggota masyarakat lainnya. Pada diri anak akan muncul perilaku baik ataupun tidak baik tergantung seberapa besar lingkungan sekitarna mempengaruhi dalam pergaulan sehari-hari. Karena pada dasarnya anak cepat sekaliterpengaruh oleh hal-hal yang ia lihat, dengar dan rasakan.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hurlock (dalam Syamsu Yusuf, 2006) yang mengemukakan bahwa standar atau aturan-aturan ‘gang’ (kelompok bermain) memberikan pengaruh kepada pandangan moral dan tingkah laku para anggotanya”. Disini dapat dikemukankan bahwa kualitas perkembangan kesadaran beragama bagi anak sangat bergantung pada kualitas perilaku atau pribadi orang dewasa atau warga masyarakat. Jika anak sering bergaul dengan lingkungan yang kurang baik, maka bukan tidak mungkin anak akan berperilaku sama dengan apa yang ia lihat dan dengar dalam kehidupan sehari-harinya.

Selain manusia sebagai faktoryang mempengaruhi perkembangan beragama anak, media cetak dan televisi juga turut serta memberikan andil besar dalam mewarnai pertumbuhan anak dalam lingkungannya.

PENGEMBANGAN KECERDASAN BERAGAMA ANAK USIA DINI

Dalam mengembangkan kecerdasan beragama diperlukan sebuah strategi, dimana strategi tersebut tentunya ada tujuan yang ingin dicapai. Dengan tujuan, pembelajaran dapat dilaksanakan secara terarah. Karena merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam merancang sebuah program pembelajaran. Adapun tujuan penggunaan strategi pembelajaran diantaranya yaitu : (Hapidin, 2006: h.6)

a. Memahami dan memetkan kemampuan atau tingkah laku awal (entering behavior) anak didik sebelum pembelajaran dilaksankan

b. Memahami dan mengidentifikasi tingkat dan gaya belajar (level and learning style) anak didik yang diperlukan untuk menyesuaikan berbagai nsur dalam pembelajaran.

c. Memilih dan mengembangkan suatu model pembelajaran yang seuai dengan karakteristik perkembangan dan situasi yang dihadapi, terutama yang terkait dengan pemberdayaan sarana dan prasarana yang ada di dalam kelas (calssroom management) maupun sarana dan prasarana yang ada diluar kelas.

d. Memilih dan menggunakan berbagai bentuk pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai dengan gaya belajar anak didik.

e. Menyusun dan mencitakan berbagai proses pembelajaran yang memungkinkan anak belajar sendiri secara kreatif, efektif dan efisien.

f. Meningkatkan mutu proses dan hasil belajar anak didik.

Tentunya hal ini dapat dilakukan sebelum anak mulai proses kegiatan belajar mengajar. Biasanya guru sudah menyiapkan langkah-langkah yang dapat memenuhi prosedur yang sudah ditetapkan. Dengan media, serta lingkungan yang sudah disesuaikan, guru dapat memetakan kemampuan setiap anak sebagai individu yang biasa disebut assesment. Dimana assesmen ini dilakukan guna memetakan perkembangan serta program selanjutnya yang akan dilaksanakan untuk mengembangkan setiap potensi anak seuai dengan kebutuhan perkembangannya.

Adapun tahapan penggunaan strategi pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Memetakan kurikulum yang dijadikan acuan generic dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

2. Memetakan kebutuhan anak dalam program dan proses pembelajaran, baikdengan acuan kurikulum maupun perkembangan anak.

3. Memetakan dan mengelompokkan hasil analisis kebutuhan anak

4. Menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan masing-masing kelompok anak.

5. Memilih pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang sesuai

6. Menentukan media dan sumber belajar yang tepat

7. Menyusun langkah-langkah pembelajaran yang sesuai

8. Melakukan penataan ruang kelas yang mendukung proses penciptaan situasi pembelajaran yang kondusif.

Sebagai sebuah sistem, proses pembelajaran terdiri dari beberapa komponen yang satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan. Adapun komponen yang dimaksud yaitu : (Hapidin, 2006: H.21)

1. Analisis tujuan pembelajaran

Tujuan artinya seuatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu kegiatan atau usaha. Suatu kegiatan akan berakhir, bila tujuannya sudah tercapai. Kalau tujuan itu bkan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan dimulai untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai kepada tujuan akhir (Zakiah Daradjat, 2001: h.72)

Kegiatan pengajaran harus mempunyai tujuan, karena setiap kegiatan yang tidak mempunyai tujuan akan berjalan meraba-raba. Tujuan yang jelas dan berguna akan membuat orang lebih giat, terarah, dan sungguh-sungguh. Semua kegiatan harus berorientasi pada tujuannya. Bahan pengajaran, metode dan teknik pelaksanaan kegiatan pengajaran, sarana dan alat yang digunakan harus dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran dengan efektif dan efisien.

Secara umum pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, SWT., serta berakhlak mulia dalam kehidupan probadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (GBPP PAI, 1994)

2. Materi Pembelajaran

Dalam sebuah sistem pembelajaran, isi atau materi pembelajaran merupakan komponen kedua yang harus disusun dan dikembangkan. Materi pembelajaran dalam konteks pendidikan anak usia dini dapat dianalisis berdasarkan standar perkembangan yang dicapai dengan berbagai ragam tema-tema pembelajaran.

3. Metode Pembelajaran

Metodologi adalah metodologi pembelajaran, yaitu cara-cara yang dapat digunakan guru untu menyampaikan pelajaran kepada murid. Cara-cara penyampaian yang dimaksud berlangsung dalam interaksi edukatif dan penggunaan berbagai cara itu merupakan upaya untuk mempertinggi mutu pendidikan/pengajaran yang bersangkutan. Metodologi berarti ilmu tentang metode, sementara metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatanguna mencapai tujuan yang ditentukan.

Dalam pengembangan kecerdasan beragama, ada beberapa metode pembelajaran yang sesuai dan efektif secara profesional dan komprehensif. Dengan tujuan agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik dan bentuk kegiatannya dapat berlangsung dalam suasana terbuka dan menyenangkan.

Adapun beberapa metode yang digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar dalam pengembangan kecedasan beragama pada anak antara lain yaitu bercakap-cakap, pemberian tugas, bercerita, bermain peran, demonstrasi, karyawisata, keteladanan, dan bernyanyi. (Otib satibi, : h. 11.6)

4. Teknik Pembelajaran

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya embelajaran. Dengan demikian teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan sesorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

5. Media dan Sumber Belajar

Kata media berasal dari bahasa latin “medius” yang secara harafiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘ pengantar’. Dalam bahasa arab, media adalah perantara (wasail) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Azhar, 2007. H.3). Gerlach & Ely (1971) dalam azhar juga mengemukakanbahwa media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang mebuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi arti media di sini tidaklah hanya berupa materi tetapi juga lingkungan sekitar anak yang mendukung terjadinya suatu proses pembelajaran. Selain itu AECT (Assocation of Education and Comunication Technology, 1977) juga membatasi arti mediasebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan informasi atau pesan, Hamidjojo dan Latuheru (1993) juga menambahkan media sebagai sebuah bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat shingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada peneriama yang dituju.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas , maka mediadaat dikatakan sebagai salah satu penunjang dalam sebuah proses pembelajaran yang sudah direncanakan sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan diterima oleh anak dengan mudah secara riil atau nyata. Dengan media, diharapkan tidak akan terjadi salah persepsi bagi anak tentang permasalahan yang sedang dibahas sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan keinginan.

Menurut Wina (2006: h.173) yang dimaksud dengan sumber beajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Beberapa sumber belajar yang bisa dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Beberapa sumber belajar yang visa dimanfaatkan oleh guru khususnya dalam setting proses pembelajaran adalah manusia sumber, alat, dan bahan pengajaran, serta berbagai aktifitas dan kegiatan. Adapun penjelasan dari masing-masing seumber belajar yaitu:

1. Manusia Sumber

Manusia merupakan sumber utama dalam proses pembelajaran. Dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran , manusia dapat dimanfaatkan dalam setting prosesbelajar mengajar. Penggunaan manusia sebagai sumber pembelajaran dapat dilakukan di dalam maupun diluar kelas. Dengan adanya manusia sumber secara langsung dapat memotivasi serta menambah wawasan dan dapat menghindari terjadinya salah persepsi pada diri anak. Dalam kecerdasan beragam, manusia sumber dapat dijadikan salah satu sumber belajar ketika guru ingin mengenalkan kepada anak secara langsung tentang kehidupan yang sebenarnya.

2. Alat dan bahan pengajaran.

Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk membantu guru sedangkan bahan pengajaran adalah segala sesuatu yang mengandung pesan yang akan disampaikan kepada siswa. Adapun yang termasuk bahan pengajaran dalam pengembangan kecerdasan beragama yaitu buku cerita, majalah islam, koran, foto dan gambar. Dan yang meliputi alat diantaranya, adalah slide projector untuk menayangkan film slide, tape, video player, pemutar kaset audio atau kaset video dan lain sebagainya.

3. Berbagai aktivitas dan kegiatan

Yang dimaksud dengan aktivitas adalah segala perbuatan yang sengaja dirancang oleh guru untuk memfasilitasi kegiatan belajar siswa seperti kegiatan diskusi, demonstrasi, simulasi, melakukan percobaan, dan lain sebagainya. Aktivita dikemas dalam kegiatan belajar mengajar dalam satu hari yang disesuaikan dengan tahapan, minat dan kebutuhan anak. Tentunya hal tersebut sudah dirancang sedemikian rupa agar dapat menarik dan menyenangkan bagi anak sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Oleh: Drs, Hapidin. M.Pd (Dosen FIP, Universitas Negeri Jakarta)

Sumber: Bulettin PAUD Volume 10 tahun 2011

PENDEKATAN EKOLOGI DALAM MEMBANGUN KARAKTER KEWIRAUSAHAAN PADA ANAK USIA DINI

PENDAHULUAN

Kewirausahaan (enterpreneurship) adalah faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi dalam pembanunan suatu negara karena akan mendorong kepada pertumbuhan secara kuantitatif dan kualitatif. Kewirausahaan akan melahirkan banyakpengusaha, dan mereka yang membuka peluang kerja dan menyediakan berbagai barang dan jasa. (Baum & Locke, 2004). Pengusaha yang menggerakkan kehidupan ekonomi dan meningkatkan dayasaing nasional (Zahra, 1999). Oleh karena itu banyak peneliti beranggapan bahwa pengusaha merupakan agen utama perubahan dan kemajuan sebuah negara (Kirzner, 1979, Elliot, 1983, dan Giersch, 1984 dalam Warneryd, 1988)

Banyak negara telah membuktikan betapa pentingnya peran pengusaha dalam pembangunan ekonomi, Hamilton (1999). Mencontohkan Taiwan sebagai negara industri baru (Newly Industrial Country) yang dapat mencapai kemajuan kerena memiliki banyak pengusaha, terutama pengusaha kecil dan menengah. Demikian juga dengan negara-negara industri lain seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Itali menurut Verma & Singh (2002) dan Tan Wee Liang (2004) yang mencapai kemajuan ekonomi karena peranan pengusaha kecil dan menengah.

Pengalaman negara-negara tersebut dapat menjadi cermin bagi Indonesia untuk mendorong kewirausahaan pada masyarakat. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar memiliki potensi untuk menjadi negara maju, terutama apabila dapat mengembangkan kemandirian ekonomi. Kemandirian ekonomi suatu bangsa tidak terlepas dari kemandirian masyarakatnya. Hanya Masyarakat mandiri yang dapat mengembangkan dirinya mencapai semua ha yang diinginkan dan tidak tergantung pada pihak lain.

Keberadaan pengusaha tidak dilihat dari jenis pekerjaannya, tetapi melihat karakter yang dimiliki oleh individu, Schumpeter (dalam Hisrich, 1990); Seorang ahli ekonomi yang sangat penting dalam kajian kewirausahaan menjelaskan bahwa yang disebut pengusaha adalah orang yang mampu menciptakan sesuatu yang berbeda. Kewirausahaan adalah karakter atau jiwa yang bersifat khusus, karakter yang akan terefleksi dalam tingkah laku, karakter pencipta ini yang mendorong individu atau mandiri, baraini mencoba sesuatu, dan siap menanggung resiko atas sebuah pilihan. Dalam tinjauan psikologi, pengusaha adalah orang yang memiliki dorongan berprestasi yang tinggi, selalu berusaha menyempurnakan setiap tugas, dan berupaya membebaskan diri daripada pengawasan dan kendali orang lain (Crane & Crane, 2007) apabila karakter ini yang banyak dimiliki oleh anggota masyarakat maka akan lebih abnyak pengusaha (Hisrich, 1990)

Menjadi pengusaha tidak berarti memiliki kemampuan berbisnis dimasa dewasa, tetapi dapat mulai dibina pada usia dini, Uri Bronfenbrenner (1986) menggunakan pendekatan ekologi untuk menerangkan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan kepribadian individu.

TEORI EKOLOGI DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN DAN KARAKTER INDIVIDU

Pendekatan ekologi dalam menjelaskan perkembangan manusia diperkenalakan oleh Uri Bronfenbrenner (1986); seseorang ahli psikologi dari Cornell University Amerika Serikat. Menurutnya perkembangan anak sangat berorientasi pada lingkungan (Santrock, 2003). Ada 5 sistem utama dalam ekologi yaitu: sistem mikro, sistem meso, sistem ekso, sistem makro dan sistem krono (Thomas, 2000). Kelima sistem tersebut membantu perkembangan individu dalam membentuk ciri-ciri fisik dan mental tertentu. Sistem mikro adalah lingkungan dimana individu tinggal, konteksi ini meliputi keluarga individu, teman sebaya, sekolah dan lingkungan tampat tinggl (Bronfenbrenner & Ceci, 1994). Dalam sistem mikro terjadi banyak interksi secara langsung dengan agen sosial, yaitu orang tua, teman dan guru (santrock, 2003),

Individu dalam proses interaksi bukan sebagai penerima pasif, tetapi turut aktif membentuk lingkungan. Setiap individu mendapatkan pengalaman dari setiap aktivitas, dan memiliki peranan dalam membangun hubungan interpersonal. Menurut Bronfenbrenner (1986).Aktifitas adalah sesuatu yang dilakukan bersama dengan orang lain, peranan adalah perilaku positif yang diharapkan oleh orang lain, dan hubungan interpersonal adalah cara individu berhubungan dengan orang lain, melalui perkataan apa yang disampaikan secara lisan dan perilaku yang dimunculkan ketika hidup bersama. Aktivitas, peranan dan hubungan interpersonal yang terjadi dalam setting lingkungan dimana individu tinggal. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan sosial yang terdiri dari orang tua, adik-kakak, guru, teman-teman dan guru. Lingkungan tersebut sangat mempengaruhi perkembangan individu terutama pada anak usia dini sampai remaja.

Sisstem Meso mencakup hubungan antara 2 konteks mikro melibatkan hubungan antara dua konteks, atau latar lingkungan (rumah, sekolah, dan teman nsebaya) yang mengkontrol perkembangan individu. Perhatian sistem meso dofokuskan kepada efek sinergi dari pencapaian masa depan dengan proses yang tejadi dalam setiap seting sistem mikro (Thomas, 2000). Lingkungan sekitar rumah (tetangga) merupakan unit lingkungan mewakili sistem meso, didalamnya meliputi aspek lingkungan sekitar rumah, sekolah, kelompok teman sebaya dan kelompok orang dewasa. Keseluruhan aspek lingkungan tersebut dapat mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku anak-anak (Bronfenbrenner, & ceci 1993)

Sistem Ekso terdiri dari lingkungan tempat kerja orang tua, kenalan saudara (adik, kakak, atau saudara lain) dan peraturan dari pihak sekolah (Thomas, 2000). Ketiga elemen sistem ekso ini dapat mempengaruhi perkembangan tingkahlaku anak-anak dan remaja, baik secara langsung atau tidak langsung melalui nilai dan pengaruh yang diterapkan dalam sistem meso. Dalam sistem meso pengaruh tersebut disalurkan baik secara langsung atau tidak langsung kepada setiap set sistem mikro, dirumah, sekolah, atau teman sebaya (Bronfenbrenner, 1986). Akhirnya perkembangan tingkah laku anak-anak dan remaja secara keseluruhan dapat dilihat melalui model sistem makro.

Melalui model sistem makro, budaya memberikan pengaruh kepada individu. Budaya dalam hal ini adalah pola tingkah laku, kepercayaan dan semua produk dari sekelompok manusia yang diwariskan dari generasi ke generasi. Sistem Krono dalam teori ekologis mencakup pola-pola kejadian lingkungan sepanjang perjalanan hidup dan kondisi sosial sejarah yang dialami oleh individu.

PEMBAHASAN

Teori ekologi dapat menjelaskan cara lingkungan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh individu, termasuk dalam pengembangan karakter. Untuk mengembangkan karakter kewirausahaan sejak usia dini, sistem yang sangat memberikan peran berada pada level sistem makro, meso, dan krono. Interaksi antara orang tua dan anak serta interaksi anak dengan lingkungan sekitar rumah akan memberikan pengaruh yang besar. Menurut kajian Larissa (2006) sebagian besar pengusaha memiliki orang tua yang juga pengusaha. Dalam prespektif ekologi keadaan ini bukan disebabkan oleh faktor genetik, melainkan oleh faktor interaksi dalam sistem mikro dan meso. Seorang anak setiap waktu berinterksi denga orang tua, dan mereka tidak hanya melihat apa yang dilakukan oleh orangtuanya, tetapi juga mendengar isi pembicaraan yang umumnya berkaitan dengan kegiatan bisnis yang dijalankan.

Papda keluarga pengusaha faktor ekologi dapat menjelaskan mengapa setiap orangtua pengusaha umumnya memiliki anak yang juga akan menjadi pengusaha. Orangtua secara sadar atau tidak sadar telah melatihkan anak-anaknya melalui contoh dan interaksi yang intensif mengenai kgiatanusaha dalam sistem mikro.

Pada banyak kegiatan usaha makro, kecil dan menengah kegiatan produksi umumnya dijalankan di dalam rumah dan sekitar rumah. Sebagai contoh industri kerajinan, kebanyakan dikerjakan didalam rumah masing-masing pengrajin atau pegawai adalah anggota keluarga, termasuk paman, bibi, sepupu, keponakandan tetangga. Dengan demikian seorang anak yang berada dalam pengasuhan keluarga pengusaha akan selalu berinteraksi dengan kegiatan usaha. Orangtua mereka adalah orang yang bekerja ditempat tinggal, kakak mereka atau saudara yang lain juga merupakan pekerja. Kondisi ini juga secara tidak langsung membuat kehidupan kerja merupakan bagian yang tidak terhindarkan.

Dede Rahmat Hidayat (2009) mendapati bahwa karakter ini dapat dibangun melalui berbagai bentuk pembiasaan interaksi yang terus menerus membeuat terjadiproses internalisasi pada anak. Kehidupan mereka yang selalu bersentuhan dengan kegiatan produksi, perbincangan mengenai proses produksi, termasuk juga perhitngan untung rugi. Secara berkelanjutan menyebabkan anak-anak juga memiliki cara perhitungan dan car berfikir yang sama dengan orang tua. Sementara komponen sistem ekso untuk tingkat usia dini belum banyak memberikan pengaruh, terutama dalam kaitannya dengan kegiatan persekolahandan penanaman nilai budaya komunal.

Bagi keluarga yang bukan pengusaha, membangun karakter pengusaha tidak selalu dimaknai dengan berbagai pembahasan dan isi pembicaraan yang berhubungan dengan kegiatan usaha, tetapi dilakukan dengan melatihkan berbagai keterampilan yang menjadi dasar bagi pengusaha, seperti yang dijelaskan oleh Baum & Locke (2004). Beberapa karakter dasar penting bagi pengusaha adalah kemandirian, tanggungjawab pribadi, dan pengambilan keputusan, sementara menurut Mc. Clelland, karakter utama dari pengusaha adalah memiliki motivasi berprestasi yang tinggi (N.Ach). Karakter tersebut didapat melalui pembiasaan yang bersifat mendasar dan sederhan. Kebiasaan untuk merapihkan mainan ketika selesai bermain, meletakkan piring makan ditempatnya. Melatihkan pengambilan keputusan anak sejak awal diberikan kesempatan untuk menentukan pilihan makanan, pakaian, dan kegiatan yang akan dimainkannya, sehingga mereka terbiasa menentukan pilihan sendiri dan orang tua akan menanyakan alasan mengenai pilihan-pilihan tersebut, serta menekankan kepada konsekwensi yang akan mereka terima dengan pilihan tersebut.

KESIMPULAN

Kewirausahaan adalah sifat penting yang harus dimiliki oleh pengusaha. Pengusaha untuk dapat memajukan perekonomian sebuah negara. Pengusaha bukan semata-mata sebuah kegiatan usaha, tetapi yang paling mendasar adalah karakter. Pembangunan karakter dan kepribadian terbangun sejak usia dini. Pendekatan ekologi memberikan kontribusi untuk menjelaskan mengenai interaksi yang terjadi pada seorang individu dan mendorongnya untuk menjadi pengusaha, terutama dalam sistem mikro dan meso. Interaksi yang bersifat memandirikan dan mendorong keberanian untuk mengambil keputusan akan membantu membentuk karakter sebagai pengusaha yang gigih, bertanggungjawab, dan berani mengambil keputusan.

RUJUKAN

Baum, RJ & Locke, E. 2004. Relationship enterpreneurial traits, skill, and motivation and subsequent venture growth, Journal of applied Psychology, 89 (4)

Bronfenbrenner, U. 1986. Ecology of the family as a context for human development Research perspectives, developmental psychology, 22 (6)

Bronfenbrenner, U & Ceci, SJ. 1994 Nature-Nurture Reconceptualized in Development Perspective; A Bioecological Model. Psycoligical Review IOJ (4); 568-686

Oleh: Dede Rahmat Hidayat (Dosen Jurusan BK FIP Universitas Negeri Jakarta)

Saturday, May 26, 2012

PENDIDIKAN KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP UNTUK ANAK USIA DINI

Pendidikan lingkungan hidup

Kecintaan terhadap lingkungan hidup merupakan manifestasi kecintaan pada tanah air, yang didalamnya mencakup proses interaksi untuk saling menjaga, membagi dan mengisi antara anak bangsa dalam semangat kesatuan dan persatuan dan memahami bahwa ruang Indonesia adalah milik bersama dan untuk kepentingan bersama yan gperlu dijaga kelestarian dan fungsinya.

Dalam spirit keagamaan dimulai dari ufuk timur dengan berkembangnya agama Hindu, Budha, Konfusius, Tao yang meyakini dan mengakui bahwa manusia adalah bagian integral dari alam dan tidak mempunyai kedudukan khusus dihadapan penciptanya. Dari semua agama, meyakini bahwa semua yang ada dialam ini adalah indah dan harmoni. Dengan ketentuan yang riil, mantap dan tegar serta segenap daa atau ketahanan alami yang ada untuk kelangsungan kehidupan. Apa yang kita miliki sebenarnya hanya titipan yang mungkin juga diperlukan oleh yang lain. Binatang maupun tumbuhan tidak layak untuk dibunuh atau dimatikan kecuali untuk memenuhi kebutuhan akan makan karena manusia memang monivor. Jadi manusia harus hidup dari sesuatu yang organik dari tumbuhan maupun hewan

Pedidikan lingkungan hidup sarat dengan pesan, spiritual, moral lahir dan batin, pesan lahir itu tidak hanya berupa materi, tetapi juga jati diri, persahabatan, empati, mengenal perasaan pihak lain. Disamping pendidikan nasional mencakup pengertian lintas waktu dan menggapai berbagai ilmu dan keterampilan secara lisan disiplin, karena wawasan atau filsafat tentang lingkungan hidup juga perlu dikembangkan sejak dini bahkan sejak sesorang masih dalam kandungan ibu sampai akhir hayat.

Pendidikan lingkungan formal, nonformal maupun informal untuk mengelola lingkungan hidup. Konsep dasar tentang lingkungan hidup juga memerlukan kompromi yang didukung oleh kesepakatan dan perilaku bersama. Sikap dan perilaku yang benar terhadap lingkungan hidup dimana kiprah pengabdian diri kita, kalau sejak dini sudah ditanamkan hemat materi, hemat air dan energy; pasti tidak ada sumber daya padat. Sumberdaya air dan energy yang tersia-sia. Untuk mengajarkan pendidikan lingkungan hidup pada anak usia dini, ajarkan mulai dari usia dini untuk sadar lingkungan. Tidak membuang sampah sembarangan di segala tempat seperti di selokan dan sungai. Air tidak lancar karena trsumbat oleh sampah. Sungai akan banjir karena tumpukan sampah yang menggunung contoh seperti kota jakarta, kota metropolitan sering banjir karena manusia tidak sadar lingkungan, membuang sampah seenaknya.

Kita dapat juga mengajak anak-anak melihat sungai yang penuh sampah atau sungai ciliwung yang menghanyutkan semua sampah. Kemudian bisa juga kita memperlihatkan sampah yang dibuang sembarangan akan menimbulkan bau sampah yang luar biasa, bau sampah akan mengganggu kesehatan. Jika lingkungan yang kotor, bau sampah, lalat datang membawa penyakit menetes dimana-mana saja tempat yang kotor, bau kurang sedap.

Lingkungan dan Masyarakat

Manusia hidup bergantung pada lingkungan, manusia dapat berkembang dan mempertahankan hidup lingkungannya. Manusia sebagai makhluk sosial, hidup berkelompok, bekerjasama dan berhubungan satu sama lain. Dengan hidup berkelompok, manusia saling tergantung stu dengan yang lainnya serta dengan lingkungannya. Manusia mempertahankan dirinya dari pengaruh lingkungan yang tidak menyenangkan. Manusia juga mengolah keadaan alam sebagai sumber penghidupannya. Untuk melakukan semua itu manusia harus menggunakan akal dan pikirannya. Berawal dari penemuan teknologi modern, manusia trus berusaha untuk memanfaatkan sumber alam. Lingkungan baik karena dijaga kelestariannya, lingkungan yang rusak karena tidak adanya kepedulian.

Kesadaran Lingkungan di rumah bagi anak usia dini

Pendidikan pertama bagai anak dimulai dari keluarga. Seorang anak akan lurus dan bengkok berawal dari keluarga. Bagaimana anak bisa peka trhadap lingkungannya tergantung cara keluarga memberikan konsep keteladanaan buat buah hatinya. Misalkan orang tua memberikan konsep dari agama “ kebersihan adalah sebagian dari iman” anak yang suka kebersihan akan disayang Tuhan setelah itu harus ditindak lanjuti dalam perbuatan yaitu tidak sembarangan membuang bungkus makanan, permen, anak akan tahu persis dimana letak tempat sampah yang ditaruh orang tuanya. Jika tidak menghabiskan makanya, akan ingat binatang piaraannya. Sebagaimana orangtuanya selalu menyayangi binatang dan selalu memberikan jatah makanan. Anak dibiasakan diajak menyirami tanaman, sambil diberikan pengertian-pengertian ringan, yaitu sesuatu yang hidup perlu makan dan minum seperti manusia. Dari hal-hal yang sederhana dan pengalaman ringan yang selalu dalam bimbingan, akan tumbuh dan berkembang pada kepribadian anak yang selalu sayang dan menyayangi di lingkungan keluarga baik dalam hal kebersihan, tanaman, binatang piaraan.

Kesadaran Lingkungan di luar Sekolah dan Di Luar Rumah Bagi Anak Usia Dini

Pengalaman dalam bermain adalah suatu pelajaran bagi anak yang mana masa penjelajah, mengeksplorasi, mengamati, meneliti dan menemukan. Anak akan berhadpan langsung dengan pengalamannya. Bersama teman-teman atau sendiri. Dalam bermain di lingkungan luar sekolah atau luar rumah, masih perlu pengawasan dan bimbingan, jangan sampai sebagai orang tua mendidik anak.

Peran pendidik dan atau orang tua adalah memandu dan memfasilitasi. Mengamati anak dan mendengarkan apa yang mereka ucapkan saat mereka mempelajari tentang kesadaran lingkungan. Tidak merendahkan kemampuan anak, jangan memaksakan anak untuk melakukankegiatan yang belum siap dilakukan anak tersebut. Dengan sikap-sikap tersebut akan menumbuhkan pada diri anak secara alami dan kesadaran terhadap lingkungannya akan kuat. Karena menemukan sendiri untuk selalu menyayangi lingkungannya tanpa paksaan atau tekanan.

Stop Global Warming

Sudah akrab dengan slogan itu? Kita mulai sadar untuk menjaga lingkungan. Bisa di bayangkan bagaiman seandainya es dikutub mencair, suhu lautan meningkat, kekeringan berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, belum lagi banjir besar-besarandan gelombang badai hebat. Hal mengerikan itu bisa terjadi jika kita tidak mencegah perubahan iklim. Apa kita tahu penyebab perubahan iklim? Perubahan iklim disebabkan penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas bumi yang terus menerus. Misalkan pemborosan premium, listrik menggunakan baterai atau seperti yang paling sering kita lakuakn buang sampah sembarangan.

Sadar tidak, kalau kita terus menerus membuang karbondioksida ke atmosfir dengan menggunakan bahan bakar tersebut. Rupanya sikap kita itu dapat meningkatkan suhu iklim dunia yang akhirnya memicu perubahan iklim. Perubahan yang tidak dapat diprediksi seperti itu juga mematikan, padahal yang akan terkena dampaknya paling besar dari perubahan iklim adalah negara pesisir pantai, Negara kepualauan diwilayah negara berkembang seperti Asia Tenggara. Indonesia pastinya termasuk dalam kateegori wilayah ini. Nah kalau begitu jangan ditunda-tunda lagi mulai dari sekarang kita bersikap ramah terhadap lingkungan dan hemat energy. Sebagai langkah awalkita bisa menyukseskan kampanye WWF dalam program “Earth Hour” apa itu? Merupakan kampanye perubahan iklim global WWF. Individu, pelaku bisnis, sampai pemerintah dari berbagai negara di semua belahan dunia akan mematikan lampu selama satu jam sebagai pernyataan dukungan supaya penanggulangan perubahaniklim pada sabtu 28 maret pukul 20.30 – 21.30 (waktu setempat). Nah di tahun ini Earth Hour akan menjangkau satu milyar orang memadamkan lampu mereka sebagai bagian dari aksi bersama dunia. Sebagai tanda kita peduli lingkungan, ayolah kita sama-sama mulai mematikan lampu satu jam pada malam tersebut.

PADAMKAN LAMPU DEMI MASA DEPAN BUMI

Mengajak anak kita melakukan gerakan hemat energi yaitu tidak menghambur-hamburkan listrik, misalnya dengan cara ajarkan kepada anak didik kita menonton televisi seperlunya, menyalakan TV, Radio, mematikan lampu jika sudah tidak diperlukan lagi.

Anak diajarkan untuk berhemat dalam pemakaian air disekolah, dirumah maupun ketika mereka diluar rumah. Disekolah, misalnya guru mengajarkan anak untuk membuka kran air tidak terlalu besar, ketika mencuci tangan menggunakan air seperlunya dan segera matikan kran bila sudah selesai. Guru mengajarkan kepada anak untuk disiplin dalam membuang sampah dengan cara memulai dari diri sendiri, misalnya membuang bekas makanan yang dibawanya ke dalam tong sampah, kalau lagi jalan-jalan tidak menemui tong sampah menyimpannya di kantong plastik. Jika menemukan sampah di jalan memungut sampah tersebut dan membuangnya ke tong sampah dengan disiplin membuang sampah akan mencegah terjangkitnya penyakit dan bahaya banjir. Selain menghemat energy, anak juga diajak untuk menghemat dalam pemakaian kertas karena dengan menghemat kertas berarti mengurangi pemakaian kayu.

PENGARUH LINGKUNGAN PADA TINGKAH LAKU ANAK

Bagi kita semua anak-anak amat sangat penting untuk membangun lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang kondusif dalam pola pembelajaran akan mendorong anak-anak lebih menghayati nilai-nilai kebaikan.

Nilai-nilai kebaikan adalm tindakan yang sepele seperti saling berbagi, saling menjelaskan tentang pengaruh lingkungan yang positif., seperti yang dikatakan oleh Ramadian Al- Gadzadzafi adalah menempati posisi lingkungan. Lingkungan adalah ruang dimana seseorang hidup. Baik ruangan fisik, mental maupun spiritual. Lingkungan itu sendiri sebenarnya netral, tidak mempengaruhi apa-apa jika hanya dilalui sepintas kilas. Ia baru mempengaruhi manusia ketika menstimulasi manusia secara berulang-ulang, terus-menerus, dalam waktu yang lama. Pengaruh lingkungan terhadap manusia bisa berupa membentuk atau mengubah tingkah laku, bisa positif, bisa negatif bergantung kepada faktir-faktor apa yang relevan dengan kegiatan atau dengan kegiatan manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang dapat dipengaruhi oelh lingkungan dimana ia berada. Seringkali pengaruh lingkungan itu sangat besar sehingga bukan hanya mengubah atau meluruskan, tetapi sampai mengalahkan tabiat asal seseorang.

Jika seseorang dalam merespon lingkungan tetap berpegang teguh pada tuntunan agama, dan taat kepada Allah SWT, maka orientasinya akan mengarahkan tingkah lakunya kearah kebaikan dirinya. Baik kebaikan didunia maupun akhirat. Sebaliknya jika dalam merespon lingkungan itu mengikuti dorongan nafsu dan fikiran rendah, maka ia akan terbawa kepada tingkah laku yang mencelakakan dirinya, terutama jika dilihat dari kacamata agama. Saat semua orang dilingkungan anda adalah orang dengan aurabaik, dengan tutur kata yang sopan, dan santun dalam ruang sikap baik, maka pikiran dan emosi anda juga akan selalu dalam kondisi damai, nyaman, dan senag. Sifat dan sikap itu bisa menular seperti virus, anda wajib membangu daya tahan mental agar virus-virus negatif tidak mebuat kualitas dari sifat dan sikap baik anda menurun

Oleh : Dwinita Yunus, SE, M.Pd

Sumber: Buletin PAUD volume 10 Tahun 2011

Tuesday, May 22, 2012

ONE VILLAGE ONE PRODUCT (Pendekatan baru pemberdayaan masyarakat melalui PNFI)

Konsep One Village One Product (OVOP) sebenarnya bukan kosa kata baru di bidang pemberdayaan masyarakat. Sejarah OVOP bermula dari sebuah kota kecil di Jepang yang bernama Oita sekitar tahun 2001, yang diterjemahkan sebagai “paling sedikit satu kecamatan menghasilkan satu produk unggulan”.

Konsep ini menyebar ke Thailand dengan istilah One Tambon, One Product (OTOP) yang oleh pemerintah Thailand dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan. Selain Thailand, China juga mengadopsi konsep ini dengan nama lain yaitu One Factory One Product, di Philipina dikenal dengan istilah One Barangay One Product, di Malaysia di kenal dengan nama Satu Kampung Satu Product Movement.

Di Indonesia sendiri, program pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah dengan pendekatan OVOP baru dimulai sejak keluarnya Inpres Nomor 6 Tahun 2007, yang menugaskan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk mengembangan sector ini melalui pendekatan OVOP. Bahkan pada tanggal 14 November 2009 bertempat di Nusa Dua Bali, Wakil Presiden Budiono, mencanangkan OVOP sebagai gerakan nasional. Konsep One Village One Product atau satu desa satu produk merupakan

pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah dengan memanfaatkan sumberdaya lokal, atau dengan kata lain, konsep OVOP ini merupakan salah satu pendekatan menuju klusterisasi produk-produk unggulan yang berskala mikro, kecil, dan menengah agar dapat berkembang dan mengakses pasar secara lebih luas, baik local, domestic, dan luar negeri.

Meskipun kampanye dan gerakan OVOP lebih banyak dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, di bidang pendidikan khususnya pendidikan non formal dan informal, gagasan ini juga sudah mulai diadopsi untuk dijadikan sebuah model inovatif yang dapat dijadikan kerangka konsep dan rujukan untuk menjadikan OVOP sebagai pendekatan baru pemberdayaan masyarakat melalui program-program PNFI, khususnya jenis-jenis program seperti pendidikan kecakapan hidup (PKH atau life skills). Salah satunya adalah yang dilakukan oleh Pusat Kegiatan Belajar Pendidikan Nonformal (PKB-PNF) Provinsi Sulawesi

Tengah, melalui suatu kegiatan “Penyelenggaraan Pendidikan Vokasi untuk Mendorong Usaha Keluarga menuju One Village One Product”

Apa yang dilakukan oleh PKB-PNFI Provinsi Sulawesi Tengah adalah hal yang menarik untuk dicermati, selain karena gagasan ini merupakan pendekatan baru di bidang PNFI, yang mencoba untuk mendesain pembelajaran vokasional melalui pedekatan keunggulan potensi local wilayah dengan “sapuijuk” sebagai pilihan produk unggulannya, juga menarik untuk dilihat seberapa jauh pendekatan ini memberikan manfaat terhadap masyarakat terkait dengan peningkatan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan/tarafhidup, yang pada akhirnya akan melahirkan konsep baku memberdayakan masyarakat melalui

program PNFI dengan pendekatan OVOP.

Sebagai sebuah model yang diharapkan mengandung gagasan yang inovatif, penyelenggaraan pendidikan vokasi dengan basis rumah tangga dalam suatu kawasan ikatan kekerabatan keluarga dengan pendekatan OVOP. Keberhasilannya akan sangat ditentukan oleh bagaimana desain awal model itu dibangun, kerangka konsepnya seperti apa, serta model ini dibuat untuk menjawab apa.

Meskipun tidak diuraikan dengan jelas, secara garis besar model yang dikembangan oleh PKB PNFI Sulawesi Tengah berangkat dari kenyataan bahwa pelaksanaan pendidikan vokasional oleh lembaga PNF masih belum mengedepankan potensi sumberdaya lokal suatu daerah (desa), baik dari sisi sumberdaya manusianya, kelembagaannya, maupun sumberdaya alamnya, sehingga sebagian besar program-program pendidikan vokasional berujung pada kegagalan, tidak kontinyu, yang pada akhirnya tidak mampu meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sebagai outcome dan impact yang diharapkan dari penyelenggaraan program. Tidak dapat dipungkiri, bahwa program-program seperti KWK, KWD, KPP, KBU, dan program lainnya yang selama ini dilaksanakan, belum mampu menyelesaikan persoalan-persoalan pengangguran, kemiskinan, dan peningkatan kesejaheraan masyarakat. Hal-hal seperti inilah yang berusaha untuk diselesaikan melalui model ini.

Kritik terhadap Model

One Village One Product (OVOP) sebagaimana yang dikemukakan oleh Andi S. Budiman (2011) merupakan salah satu langkah menuju klusterisasi industri di sektor industri kecil dan menengah bertujuan untuk mengangkat produk-produk unggulan daerah agar dapat berkembang dan masuk ke pasar yang lebih luas. OVOP yang secara sederhana diartikan satu desa satu produk mengandung semangat pemberdayaan masyarakat desa, atau dalam bahasa Dirjen IKM Kementerian Perindustrian, OVOP ini adalah momentum “Revitalisasi

Pedesaan”. Jadi model ini juga sekaligus dapat digunakan sebagai panduan melakukan “RevitalisasiPedesaan”oleh lembaga penyelenggara program vokasi. Namun apakah model ini memenuhi kriteria untuk dijadikan rujukan pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan OVOP? Dalam penerapan konsep One Village One Product, pemilihan jenis produk yang akan dijadikan produk unggulan merupakan salah satu tahapan yang menentukan. Jenis produk yang akan ditetapkan sebagai produk unggulan harus terlebih dahulu melalui kajian dari berbagai aspek, karena produk yang dikategorikan unggul saja belum tentu sukses mengakses pasar secara lebih luas.

Pemilihan “SapuIjuk” sebagai produk unggulan di desa Maranatha meskipun telah memenuhi beberapa kriteria penetapan produk unggulan, merupakan titik lemah dari pengembangan model yang dilakukan. Ini sekaligus kritik terhadap pengembangan model yang dilakukan oleh PKB PNFI Sulawesi Tengah. Pendekatan OVOP mengharuskan untuk memilih produk unggulan yang berdaya saing tinggi dengan aspek-aspek; 1) nilai produktivitas; dan 2) potensi pasar yang berkaitan dengan nilai dan harga jual. Keunggulan nilai produktivitas meliputi kuantitas dan kualitas produk (LPPcom, 2009). Pada sisi lain, studi eksplorasi pengembangan model yang dilakukan merekomendasikan beberapa

produk unggulan yang potensial dikembangkan di Desa Maranatha seperti; komoditas bawang, cabe, dan peternakan babi. Potensi pasar (local dan domestic), mutu dan penampilan produk, serta kontinyuitas dan konsistensi produksi akan sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan program One Village One Product (OVOP) di Desa Maranatha

dengan “SapuIjuk” sebagai pilihan produk unggulannya. Pernyataan ini didukung oleh fakta bahwa:

1. Bahan baku utama (ijuk dan gagang sapu) didatangkan dari luar Desa Maranatha, bukan merupakan sumberdaya alam lokal. Ini berakibat pada tidak terjaminnya pasokan serta menyumbang pada bertambahnya biaya produksi.

2. Pengembang model tidak menguraikan hasil analisis potensi pasar, termasuk analisis pesaing, padahal di pasaran banyak produk yang sejenis dengan mutu dan penampilan produk yang lebih baik.

Dua fakta di atas akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan tujuan pendekatan OVOP yang menjadi tema dan gagasan inovatif dari model yang dikembangkan, khususnya pada hal-hal yang terkait dengan 1) pengembangan produk unggualan daerah yang memiliki potensi pemasaran local, nasional, dan internasional; 2) pengembangan dan peningkatan kualitas produk agar dapat bersaing dengan produk lainnya; serta 3) peningkatan pendapatan masyarakat setempat.

Kritikkedua, dari aspek pelembagaan dan penguatan kelompok. Dalam laporan draf model, ruang lingkup model tidak mencakup pelembagaan dan penguatan kelompok. Dengan konsep satu desa satu produk, dalam ide besar “revitalisasi pedesaan” OVOP sangat mengandalkan usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi sebagai ujung tombak yang bisa dilahirkan dari pelembagaan dan penguatan kelompok. Padahal pelembagaan dan penguatan kelompok (misalnya koperasi pengrajin sapu ijuk) akan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan di sector usaha kecil dan menengah, seperti akses pasar, pembiayaan, dan posisi tawar.

Kritikketiga, dari aspek kemitraan. Meskipun mitra kerja telah dijadikan bahagian dari ruang lingkup pengembangan model, pengembang model masih belum maksimal menyusun lembaga-lembaga mitra yang akan dilibatkan beserta peran masing-masing. Hasil pengamatan dan wawancara di lapangan juga menunjukan bahwa meskipun telah ada lembaga-lembaga mitra yang ditetapkan, tetapi bentuk nyata keterlibatannya masih belum jelas.

Tulisan ini tidak berpretensi untuk masuk secara teknis dalam tahapan pengembangan model yang dilakukan, tetapi dengan dukungan dana yang relatif besar (Rp. 150.000.000), PKB PNFI Sulawesi Tengah seharusnya bisa menghasilkan model final (master model) yang benar-benar aplikatif, layak terap, dibutuhkan oleh stakeholders, serta berangkat dari kajian lapangan dan dasar pemikiran untuk memberikan solusi permasalahan-permasalahanpenyelengaraan program vokasional.

*): Tulisan ini merupakan catatan atas kunjungan ke lokasi pengembangan model Di Desa Marathana Kab. Sigi biromaru Sulteng

Oleh: Asmuddin Staf Seksi Fasilitasi Sumberdaya BPPNFI Reg. V Makassar

Saturday, May 12, 2012

POTRET BURAM ORGANISASI SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (Catatan atas eksistensi UPTD SKB ke depan)

Membicarakan pendidikan nonformal (dulu pendidikan luar sekolah, sekarang pendidikan nonformal), tidak bisa dilepaskan dari pembicaraan mengenai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).Hal ini terkait dengan dua hal;

pertama; dari aspek sejarah dan latar belakang terbentuknya UPTD SKB ditingkat kabupaten dan kota. Jika dilihat kebelakang, sebelum pemberlakuan undang-undang otonomi daerah di akhir tahun 90-an, UPTD SKB merupakan unit pelaksana teknis daerah yang bertanggung jawab langsung ke Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (sekarang Ditjen PAUDNI)yang secara hirarki struktur organisasi merupakan bahagian dari Ditjen PLSP, serta diserahi tugas untuk melaksanakan sebagian tugas-tugas Menteri Pendidikan dibidang Pendidikan Luar Sekolah dan pemuda.

Kedua; dari aspek tugas dan fungsi, meskipun UPTD SKB telah menjadi bahagian dari pemerintah kabupaten dan kota, tugas dan fungsinya tidak mengalami perubahan yang signifikan, yang secara garis besar tetap menjadi unit pelaksana teknis daerah di bidang pendidikan nonformal dan bertanggung jawab ke Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, sebagaimana yang termuat dalam aspek legal pembentukannya.

Sebagai sebuah organisasi pemerintah yang bergerak di bidang penyelenggaraan pendidikan nonformal dan informal di tingkat kabupaten dan kota dengan tugas utama : Melakukan pembuatan percontohan dan pengendalian mutu pelaksanaan program Program Pendidikan Nonformal dan Informal, berdasarkan kebijakan kebijakan Kepala Dinas Pendidikan masing-masing,

dan fungsi-fungsi antara lain:

1) menyiapkan bahan dan membuat percontohan program di bidang PNFI;

2) menyusun bahan dan melaksanakan bimbingan, monitoring, dan evaluasi program di bidang PNFI;

3) menyusun bahan dan melaksanakan pengendalian mutu program PNFI; dan

4) menyusun bahan dan melaksanakan kegiatan peningkatan mutu pendidik dan tenaga

kependidikan PNFI.

Meskipun penyusunan tugas dan fungsi organisasi UPTD SKB di sebagian besar kabupaten/kota masih mengacu pada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 023 tahun 1997 dan Nomor: 254 tahun 1997, posisi UPTD SKB sangat diperlukan dan strategis di dalam peningkatan kualitas pendidikan nonformal secara keseluruhan. Oleh karena itu, UPTD SKB menjadi satu-satunya organisasi di tingkat kabupaten/kota yang memiliki tenaga fungsional pamong belajar sebagai pendidik di bidang pendidikan nonformal dan informal dengan tugas utama fokus pada tiga hal yaitu : 1) Pengembangan model; 2) Pengkajian program; dan 3) Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (Permenpan & RB No. 15 tahun 2010). Ke tiga tugas utama ini merupakan tugas-tugas dibidang pendidikan nonformal untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi.

Potret Kekinian UPTD Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)

Ekspektasi terhadap keberadaan UPTD SKB sebagai ujung tombak peningkatan kualitas pendidikan nonformal dan informal di daerah sesuai tugas dan fungsinya akan terwujud apabila didukung oleh berbagai pihak dan tersedianya beberapa aspek yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan layanan pendidikan nonformal yang diselenggarakannya. Dukungan berbagai pihak ini bisa datang dari unsur masyarakat, swasta, dan pemerintah daerah, dan aspek-aspek pendukung yang dibutuhkan antara lain; perencanaan organisasi,

keadaan sumberdaya manusia (PTK-PNF), sarana dan prasarana, angaraan/dana.Dari beberapa aspek yang telah disebutkan tadi, potret realitas UPTD SKB akan diuraikan difokuskan pada beberapa hal seperti :

1. Dukungan berbagai pihak

Dalam era saat ini, ada tiga komponen public yang harus saling berinteraksi dan saling menguatkan agar tercipta pelayanan public yang bermutu sesuai dengan standar pelayanan.Ke tiga komponen public yang dimaksud adalah; masyarakat, swasta, dan pemerintah. Sama halnya dengan pelayanan public yang diselenggarakan oleh UPTD SKB, terkait dengan penyelenggaraan program di bidang pendidikan nonformal dan informal, UPTD SKB harus dapat membangun sinergi dan basis dukungan dari masyarakat, sektor swasta, dan unsur pemerintah lainnya. Tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak tersebut (baca: komponen kepublikan), maka dapat dipastikan bahwa proses penyelenggaraan, output, dan outcome program tidak akan berkualitas atau dengan kata lain akan sangat jauh menyimpang dari taget output dan outcome yang telah ditetapkan.

Indikator dukungan masyarakat dapat dilihat dari besarnya keterlibatan unsur masyarakat (individu maupun lembaga) pada setiap siklus penyelenggaraan program dalam organisasi, dukungan sektor swasta dapat dilihat dari seberapa banyak lembaga-lembaga swasta yang menjadi mitra dalam penyelenggaraan kegiatan, sedangkan dukungan unsur pemerintah (mungkin juga DPRD) dapat diukur dari dukungan pembiayaan, jaringan kemitraan untuk membangun sinergitas penyelenggaraan program, serta dukungan pengembangan SDM PTK. Terkait dengan aspek dukungan pihak lain ini, kesimpulan laporan hasil analisis pengkajian organisasi dan kelembagaan di tingkat UPTD BPKB dan UPTD SKB yang dilakukan oleh BPPNFI Regional V Makassar tahun 2010 (laporan belum dipublikasikan), dengan mengambil sampel di 30 lembaga yang tersebar di Sulsel, Sulbar, Sulteng, dan Sultra, menunjukan bahwa kualitas dukungan dari tiga komponen ini (masyarakat, swasta, dan pemerintah, termasuk DPRD) masih sangat rendah. Bentuk-bentuk dukungan masih dalam bentuk yang tidak signifikan dan tidak sesuai kebutuhan penyelenggaraan program.Hal ini berakibat pada semakin melemahnya posisi tawar dan eksistensi organisasi.Hasil evaluasi yang dilakukan pada setiap tahunnya juga menunjukan bahwa tidak banyak UPTD SKB yang dapat membangun kemitraan dengan sektor swasta dalam rangka penguatan penyelenggaraan program.

Rendahnya kualitas dukungan pihak lain termasuk ketidak mampuan UPTD SKB untuk membangun jaringan kemitraan berakibat pada rendahnya kualitas penyelenggaraan program, yang secara langsung akan berakibat pada rendahnya kualitas output dan outcome program. Salah satu indikatornya dapat dilihat pada penyelenggaraan program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH),

UPTD SKB tidak memiliki data kompetensi lulusan untuk menjawab efektifitas output kegiatan, serta keterserapan (juga pekerjaan) warga belajar ke dunia usaha dan industri sebagai jawaban atas efektifitas outcome kegiatan.

2. Perencanaan Organisasi

Perencanaan (planning) merupakan salah satu fungsi organik dari manajemen. Perencanaan merupakan proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Pada intinya, perencanaan merupakan sesuatu yang sangat penting dan harus dilakukan dalam sebuah organisasi. Bagaimana dengan UPTD SKB?Apakah organisasi telah melakukan perencanaan terkait dengan penetapan tujuan organisasi dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut? Sebagaimana yang dikemukakan oleh Handoko (2003)bahwa : Perencanaan (planning) terkait dengan (1) pemilihan atau penetapan tujuan organisasi; dan (2) penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran, dan standar yang dibutuhkanuntuk mencapai tujuan. Apabila perencanaan organisasi ini tidak dilakukan, maka organisasi diibaratkan orang yang berjalan dalam kegelapan tanpa arah yang jelas yang akan berdampak pada :1) tidak adanya arahan terhadap apa yang akan dicapai; 2) tingginya ketidak pastian dalam perjalanan organisasi; 3) terjadinya pemborosan; dan 4) tidak adanya alat ukur untuk mengontrol dan mengevaluasi tingkat efektifitas dan efisiensi organisasi.

Terkait dengan aspek ini, dapat kita lihat bahwa hampir semua UPTD SKB tidak memiliki dokumen perencanaan organisasi yang memadai, bahkan sama sekali tidak memiliki rencana organisasi. Kalaupun UPTD SKB memiliki dokumen rencana kerja, maka yang dimaksudkan adalah kumpulan proposal atau program-program kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun tersebut.

Perencanaan organisasi yang dimaksud adalah suatu proses yang berkesinambungan, yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Oleh karena itu, perencanaan minimal harus memiliki empat unsur yaitu; 1) Pemilihan. Artinya perencanaan merupakan proses memilih di antara kegiatan yang diinginkan, karena tidak semua yang dinginkan itu dapat dilakukan dan dicapai dalam waktu yang bersamaan; 2) Sumber daya. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya.Sumber daya disini menunjukan segala sesuatu yang dianggap berguna dalam pencapaian suatu tujuan tertentu mencakup sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya modal dan keuangan; 3) Tujuan.Perencanaan meruapak alat untuk menetapkan dan mecapai tujuan; dan 4) Waktu. Perencanaan mengacu ke masa depan. Salah satu unsur penting dalam perencanaan adalah waktu. Tujuan-tujuan perencanaan dirancang untuk dicapai pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, perencanaan berkaitan dengan masa depan. Sepanjang UPTD SKB tidak memiliki dokumen perencanaan organisasi, maka ekspektasi terhadap organisasi dan eksistensinya akan berada pada ruang hampa, yang secara sosial tidak akan mampu memberikan kontribusi nyata terhadap pencapaian tujuan pendidikan dan tujuan pembangunan, khususnya dibidang pendidikan nonformal dan informal.

3. Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Keberadaan pendidik dan tenaga kependidikan di UPTD SKB merupakan faktor yang sangat menentukan untuk mendukung berjalannya roda organisasi.SDM PTK yang memiliki kompetensi sesuaikebutuhan organisasi lah yang akan dapat merencanakan dan merealisakan program kerja organisasi secara baik.Wursanto (2005) mengemukakan bahwa SDM itu penting karena: 1) Manusia mempunyai kemauan dan kemampuan untuk berbuat dan membangun; 2) Manusia merupakan faktor perangsang kearah tercapainya tujuan organisasi secara efisien dan efektif; 3) Manusia merupakan modal utama organisasi; 4) Manusia merupakan mahluk sosial, mahluk bermasyarakat, yang mampu mengadakan kerjasama dengan semua pihak dalam usaha mencapai tujuan bersama; 5) Manusia merupakan unsur terpenting dalam organisasi karena manusia mampu untuk berkembang baik dalam cara berpikir, cara hidup, maupun cara berkelompok atau bermasyarakat. Bagaimana gambaran SDM PTK PNF di UPTD SKB? Laporan hasil analisis organisasi dan kelembagaan yang dilakukan tahun 2010 menunjukan bahwa hanya 7 lembaga dari 30 lembaga yang dijadikan sampel yang memiliki SDM PTK dengan tingkat kesesuaian kompetensi yang sesuai kebutuhan organisasi di atas 75%, 23 lembaga lainnya memiliki tingkat kesesuaian kompetensi sekitar 75% ke bawah. Rendahnya tingkat kesesuaian kompetensi dengan kebutuhan organisasi ini diperparah oleh rendahnya pemahaman PTK-PNF yang ada di UPTD SKB terkait dengan pemahaman visi dan misi organisasi, pemahaman terhadap tugas dan fungsi organisasi, serta pemahaman terhadap tugas dan fungsi masing-masing PTK. Kondisi PTK-PNFyang dimiliki organisasi ini bersumbangsih secara nyata terhadap rendahnya kinerja UPTD SKB, yang berdampak langsung pada rendahnya kualitas penyelenggaraan program PNFI yang dilaksanakan oleh UPTD SKB.

4. Pembiayaan

Salah satu unsur penting dalam organisasi selain SDM dan Sarana prasarana adalah unsur pembiayaan. Sebanyak apapun rencana organisasi, sehebat apapun SDM yang dimiliki, dan selengkap apapun sarana dan prasarana yang ada, kalau anggaran untuk merealisasikan program kerja organisasi tidak ada, maka tujuan-tujuan organisasi tetap tidak akan bisa dicapai. Pembiayaan ini dapat bersumber dari siapa saja, akan tetapi sebagai lembaga pemerintah ditingkat kabupaten/kota, maka unsur pembiayaan seharusnya lebih banyak bersumber dari alokasi APBD. Ini merupakan wujud tanggung jawab dari pemerintah kabupaten/kota untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi yang dibebankan kepadanya sebagai amanat dan konsekwensi pemberlakukan otonomi daerah. Terkait dengan aspek pembiayaan ini, bagaimana gambaran ditngkat UPTD SKB? Apakah UPTD SKB telah mendapat alokasi anggaran yang memadai dari pemerintah daerah masing-masing? Berdasarkan laporan hasil evaluasi yang dilaksanakan pada setiap tahunnya, tidak banyak UPTD SKB yang mendapat alokasi anggaran dari APBD untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi nya. Bahkan data laporan analisis pengkajian dan pengembangan organisasi yang dilakukan pada tahun 2010 menunjukan bahwa hanya 7 dari 30 lembaga yang mendapat alokasi anggaran penyelenggaraan program dari APBD. Penyelenggaraan program masih banyak didukung oleh dukungan pembiayaan APBN melalui bantuan sosial. Rendahnya dukungan pengalokasian anggaran dari masing-masing pemerintah kabupaten/kota menyebakan UPTD SKB tidak maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Perubahan Paradigma

Potret buram yang telah digambarkan sebelumnya, tentunya sangat berbanding terbalik dengan ekspektasi yang dibangun terhadap UPTD SKB .Kondisi ini secara internal seharusnya menjadi tantangan sendiri, untuk mereposisi peran dan merumuskan ulang paradigma baru terhadap eksistensi UPTD SKB. Perubahan paradima ini penting dengan beberapa alasan seperti : 1) masyarakat membutuhkan layananan pendidikan nonformal dan informal yang bermutu; 2) lembaga PNF dituntuk untuk mengubah berbagai kesenjangan, seperti kesenjangan di bidang akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan kesenjangan lainnya; 3) Lembaga PNF diorientasikan untuk mendukung dan memperkuat pencapaian tujuan penmabngunan pendidikan nonformal; 4) pendidikan nonformal dihadapkan pada dua tantangan besar pembangunan PNF terkait dengan peningkatan mutu pendidikan dan peran serta PNF dalam membantu masyarakat menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Reposisi peran dan perubahan paradigma ini menuntuk UPTD SKB untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.Perbaikan kualitas pelayanan organisasi harus dimulai dari pembenahan internal organisasi dengan penerapan berbagai standar pengendalian mutu.Penerapan standar pengendalian mutu bagi UPTD SKB sebagaimana yang dikemukakan oleh Saleh Marzuki (2009) pada intinya adalah untuk pelibatan masyarakat secara terbuka dalam pengendalian mutu layanan organisasi. Rumusan paradigma baru UPTD SKB dapat mengacu pada apa yang dikemukanan oleh Marzuki (2009) seperti berikut ini: 1. Mementingkan layanan kepada masyarakat berazaskan kesamaan, pemerataan, keadilan, perdamaian, dan penghormatan atas hak-hak asasi manusia. 2. Harus siap mengikuti bakuan sistem mutu, sumber daya berkualitas, proses operasional yang benar, dan mutu yang benar, akuntabilitas terhadap masyarakat (user). 3. Programnya menitik beratkan pada pemberdayaan dengan community organization, self management dan collaboration, participatory approach education for justice. 4.Mengutamakan pengendalian oleh stake holders, masyarakat (users) sendiri seperti kelompok belajar, pimpinan masyarakat, dan organisasi setempat. 5. Memihak kepada masyarakat berarti menyetujui desentralisasi dan otonomi daerah. Perubahan paradigma Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) ini akan berimplikasi pada penguatan organisasi yang terkait dengan penetapan visi dan misi organisasi, penyiapan sumber daya manusia sebagai respon terhadap perubahan, proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, pengendalian mutu serta evaluasi, serta pertanggung jawaban terhadap publik. Sebagaimana yang dikemuakan oleh Saleh Marzuki tersebut, pengembangan paradigma baru ini akan memposisikan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) sebagai organisasi pelayanan publik di bidang pendidikan nonformal yang berorientasi kepada kebutuhan pendidikan masyarakat setempat, dengan pelayanan yang berkualitas. Dengan posisi yang demikian, maka memudahkan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) sebagai institusi PNF dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional melalui jalur pendidikan nonformal.

oleh : Asmuddin Staf Pada Seksi Fasilitasi Sumberdaya BPPNFI Regional V Makassar