Wednesday, June 29, 2011

3 Contoh Pembunuh Kreativitas Anak

Sebagai orang tua, guru dan orang dalam lingkungan terdekat anak, bisa saja kita menjadi “pembunuh” kreatifitas anak. Kejenuhan, rasa kesal, atau pekerjaan yang menumpuk membuat orang dewasa lupa kalau anak di usia dininya membutuhkan perhatian penuh. Rasa peka mereka bisa jadi belum terasah dalam melihat masalah di sekitarnya. Bagi anak, mereka selalu ingin menjadi pusat perhatian (egocentris).
Sebelum terlanjur menjadi pembunuh calon kreator, ada baiknya kita tahu beberapa hal penyebabnya.
Berikut ini 3 contoh pembunuh kreatifitas anak:

1.Penyuka ketenangan yang berlebihan

Biasanya kata-kata yang sering diucapkan adalah : “ Jangan ribut terus...!”, atau “ Berisik banget sih!”, atau juga “ Jangan mengganggu orang lain!”

Jika hal ini berlanjut terus, maka bahayanya adalah anak akan belajar bahwa mengekspresikan dirinya dengan suara dan menjelajahi kekuasaannya adalah buruk dan anti sosial.
2.Pencela atau penggerutu

“ Gambarmu jelek!”, atau “Suara kayak gitu mau nyanyi..!”. Lalu dilanjutkan dengan, ” ....melakukan begitu saja tidak bisa. Mau jadi apa besar nanti?”

Bahayanya jika terus mendapat celaan seperti ini maka saat sekali waktu kita memintanya melakukan sesuatu, otak anak akan menolak melakukannya. Komentar-komentar buruk kita sudah membuktikan bahwa ia tidak bisa.
3.Over protektif

Ketakutan-ketakutan orang dewasa bisa menjadi penyebab matinya kreatifitas anak. Contoh kalimat yang biasanya keluar adalah ,” Jangan main-main dengan guci Mama,nanti pecah!” atau, “ Jangan naik-naik, nanti jatuh!” dan bisa juga, “ Jangan main kesana, berbahaya!”.

Kita harus tahu bahwa dengan serba melarang dapat membuat rasa ingin tahu anak menjadi terhambat. Ubahlah kalimat larangan menjadi misalnya, “ Guci Mama ini mudah pecah. Kalau pecah nanti Mama sedih lho.”


sumber:http://desri.web.id

Sunday, June 26, 2011

GIZI AND ADVERSITY QUOTIENT ANAK

Gizi merupakan salah satu aspek yang sangat dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Pemenuhan gizi yang cukup pada anak di usia-usia awal (0-8 tahun) dapat mempengaruhi perkembangan mental, termasuk kecerdasan anak. Salah satu kecerdasan yang dapat dipengaruhi adalah kecerdasan adversity (adversity intelligence). Kecerdasan adversity merupakan sebuah bentuk kecerdasan yang memberikan ketahanan terhadap stres (daya resiliensi) tinggi, kemampuan merespon stres (coping mechanism) yang baik serta membangkitkan kemauan dan kemampuan untuk mencapai puncak prestasi.

Kecerdasan adversity akan memberikan dasar bagi anak untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang kompleks. Dengan memiliki kecerdasan adversity yang tinggi anak akan mampu mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan dengan sangat baik, dan bahkan mencapai prestasi puncak. Semakin dini kecerdasan ini ini diasah, akan semakin menetap dan mudah untuk dikembangkan. Dengan kecerdasan ini, seorang anak akan melihat suatu masalah sebagai tantangan untuk maju dan bukan sebagai hambatan. Dia akan memiliki daya kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam menghadapi lingkungan. Anak-anak yang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi akan menjadi seorang climber, yang mampu menularkan ’virus’ positif ke lingkungan sekitarnya, sehingga dia yang akan mempengaruhi lingkungan dengan kuat dan bukan dia yang malah akan terpengaruh oleh lingkungan. Semangat dan daya juangnya yang tinggi mampu mengubah lingkungannya secara signifikan.

Anak yang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi mampu melakukan pemrosesan informasi dari lingkungan secara efektif, sehingga dalam menghadapi tantangan anak-anak ini mudah dan kreatif untuk mencari berbagai alternatif pemecahan masalah, mengelola perilaku dengan baik, mampu melindungi diri dari berbagai pengaruh buruk, serta belajar dari pengalaman dengan baik.

Biasanya, anak-anak ini memiliki kepribadian yang ramah dan mudah akrab dengan lingkungan. Anak-anak ini juga kreatif, inovatif, percaya diri dan memiliki motivasi yang kuat. Mereka dapat menemukan sumber kebahagiaan yang positif, yakin akan kemampuannya untuk mengatasi berbagai tantangan dan hambatan, serta memiliki semangat juang tinggi dalam menjalani kehidupan dan pantang menyerah. Anak-anak ini biasanya tampil sebagai anak-anak yang sehat, tidak mudah terserang penyakit, tidak mudah mengalami gangguan pencernaan, tidak mengalami kesulitan tidur, serta tidak mengalami gangguan perilaku seperti suka menggigit-gigit kuku, menarik-narik rambut, marah dan menagis meraung-raung tanpa sebab yang jelas, rewel, menarik diri dari pergaulan, dan sebagainya.

Anak-anak yang memiliki kecerdasan adversity baik juga tidak akan mudah mengalami stres, sehingga produksi hormon adrenalin akan berada dalam jumlah wajar. Bagi anak-anak yang mudah stres, akan mengalami gangguan keseimbangan hormonal, vitamin dan mineral terkuras, serta sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga mudah terserang penyakit. Hormon adrenalin diproduksi dalam jumlah yang sangat banyak atau melebihi normal, sehingga zat-zat gizi seperti berbagai vitamin B, mineral seng, kalium, dan kalsium akan terkuras untuk memproduksi hormon ini. Dalam kondisi seperti ini, anak yang mudah stres memerlukan asupan vitamin dan mineral tersebut dalam jumlah banyak. Laju penggunaan vitamin C juga meningkat, sehingga asupan vitamin C juga diperlukan dalam jumlah banyak.

Di samping itu, anak-anak yang mudah stres biasanya juga mengalami sulit makan, sehingga mengalami kekurangan zat besi, yang akan memperburuk daya tahan tubuh untuk menghadapi serangan penyakit. Untuk mengantisipasi kekurangan zat besi dianjurkan agar mengkonsumsi bahan pangan hewani macam daging, telur, dan hati. Zat besi dari hewani disebut heme-iron yang dapat diserap jauh lebih baik daripada zat besi nabati, nonheme-iron. Pangan kaya zat besi tadi akan lebih baik jika dikonsumsi bersama-sama dengan makanan sumber vitamin C (sayuran atau buah).

Kecerdasan adversity yang tinggi sangat tergantung pada kualitas otak anak, dan kualitas otak ini sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang tepat bagi anak. Asupan nutrisi ini tidak hanya ketika anak telah dilahirkan, tetapi juga ketika masih berada dalam kandungan. Asupan karbohidrat, protein, lemak dan mineral yang cukup dari ibu akan mempengaruhi kualitas perkembangan otak janin. Komposisi yang tepat harus benar-benar diperhatikan oleh ibu ketika sedang hamil, bahkan ketika dia mempersiapkan diri untuk hamil. Dengan nutrisi yang tepat, ibu juga akan memiliki kesehatan yang baik, sehingga tidak mudah terserang penyakit. Kalau terserang penyakit, seorang anak dengan gizi cukup akan mudah pulih kembali dan manifestasi penyakit tidak akan seberat anak-anak dengan gizi kurang.

Dari sisi ibu, juga akan siap secara fisik untuk mengandung, sehingga dapat menjalani proses kehamilan dengan baik dan dalam kondisi kesehatan prima. Ibu yang sehat akan dapat memberikan dukungan yang cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan janin serta anak-anak yang dilahirkannya. Oleh karena itu, proses merangsang dan mengoptimalkan kecerdasan anak merupakan perjalanan panjang yang cukup kompleks. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi, terutama yang berasal dari orang tua.

Anak-anak yang dilahirkan oleh orang tua yang cukup nutrisinya serta dipenuhi nutrisinya dengan tepat setelah kelahirannya akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Otak anak akan mampu merangsang bangkitnya hormon-hormon timbulnya perasaan senang, pikiran positif, kreatif dan inovatif. Inilah modal dasar bagi peningkatan kecerdasan adversity pada anak. Gizi yang cukup akan dapat merangsang kerja hormon secara efektif, termasuk hormon-hormon yang berfungsi dalam mengendalikan emosi.

Sebagaimana diuraikan di atas, asupan gizi yang seimbang sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas perkembangan otak. Tanpa asupan gizi yang cukup, energi yang diperlukan oleh anak untuk tumbuh dan berkembang juga tidak cukup. Energi yang tersimpan dalam tubuh anak tidak akan banyak digunakan untuk tumbuh dan berkembang, tetapi akan disimpan sebagai cadangan (conserve energy), sehingga anak-anak yang berada dalam kondisi ini akan malas untuk melakukan aktivitas, cenderung tidak aktif, malas berpikir dan berkreasi. Kemampuan anak untuk mengendalikan emosi juga sangat rendah, anak mudah pesimis, sehingga kecerdasannya juga tidak dapat berkembang optimal, bahkan kemungkinan dapat mengalami kemunduran, termasuk kecerdasan adversity.

Kecerdasan adversity salah satunya dipengaruhi oleh produksi serotonin di dalam otak, karena serotonin ini mempengaruhi ketahanan seseorang di dalam menghadapi tantangan. Untuk meningkatkan produksi serotonin diperlukan makanan sumber protein seperti pangan hewani asal ternak, ikan, dan kacang-kacangan. Pangan sumber protein itu diketahui kaya akan asam amino tryptophan. Di dalam tubuh tryptophan akan mendorong produksi serotonin.
Karbohidrat dalam diet merangsang pembuatan hormon insulin, yang menarik asam amino lain sehingga triptofan mendapat kesempatan untuk masuk ke otak, yang kemudian diubah menjadi serotonin. Serotonin, suatu pemancar saraf yang penting dalam otak, jika dikurangi dapat menyebabkan susah tidur, kelesuan, kehilangan tenaga, ketidakmampuan untuk konsentrasi dan depresi. Oleh karena itu, karbohidrat menyebabkan rasa santai (karena serotonin) dan protein menyebabkan ketajaman penglihatan. Sejumlah kecil protein diperlukan untuk menjaga keseimbangan. Sebagian besar sereal yang biasa digunakan pada waktu sarapan dan sumber karbohidrat kompleks (zat tepung) mempunyai cukup protein untuk mengurangi stres sepanjang hari. Agar tidur tenang di malam hari, makanan kecil yang mengandung zat tepung sebelum tidur dan sejumlah kecil protein, misalnya roti dan susu/jus dapat membantu. Vitamin juga B6 diperlukan untuk membuat serotonin.

Selain konsumsi karbohidrat, protein dan lemak dalam jumlah seimbang, diperlukan juga konsumsi vitamin dan mineral dalam jumlah yang tepat. Di bawah ini adalah daftar vitamin dan mineral yang diperlukan untuk optimalisasi kecerdasan adversity pada anak, karena vitamin dan mineral ini terutama diyakini berkaitan dengan pengendalian emosi, sebagai komponen utama dalam kecerdasan adversity.
VITAMIN dan MINERAL untuk MENINGKATKAN KECERDASAN ADVERSITY PADA ANAK
Zat Gizi
Sumber Makanan
Vitamin B1
Hati, daging, serealia
Riboflavin (Vit B2)
Susu, hati, daging, ikan
Niacin
Ikan, kacang-kacangan, daging
Vitamin B12
Susu, ikan laut, telur
Vitamin C
Tomat, mangga, nanas, jeruk, jambu biji
Kalsium
Ikan laut, susu, teri
Seng
Daging, ikan laut, buncis

Dalam hal memenuhi asupan gizi yang seimbang, anak-anak juga sebaiknya dihindarkan dari konsumsi alkohol, kopi dan makanan kaleng. Konsumsi gula juga dibatasi, karena alkohol, kopi dan gula dapat menimbulkan gejala-gejala mirip gangguan emosional.

Alkohol merupakan salah satu jenis minuman yang sebaiknya dihindari, karena hanya mengandung energi dan bersifat diuretik, serta dalam metabolismenya memerlukan vitamin B1 dan niasin. Apabila kedua zat gizi tersebut terkuras karena untuk mencerna alkohol, maka metabolisme karbohidrat akan mengalami gangguan, sehingga kadar gula dalam darah akan menurun atau rendah. Rendahnya kadar gula ini akan menimbulkan gejala-gejala yang berupa pandangan kabur, mual, berkeringat, sakit kepala, dan sebagainya. Sifat diuretik alkohol akan mengurangi vitamin-vitamin B, vitamin C, mineral kalsium, kalium, dan magnesium. Alkohol diserap langsung oleh perut dan mencapai sel otak, selaput lendir sel meluas dan berubah sehingga komunikasi dalam sel otak menjadi buruk. Dalam jangka panjang, alkohol dapat menimbulkan ketergantungan (adiktif). Ketergantungan terhadap alkohol dalam jangka panjang dapat mengubah fungsi jiwa, dan gejala lepas zat (sakaw) dapat menyebabkan halusinasi. Alkohol memperlambat produksi enzim yang diperlukan untuk mencerna makanan, terutama lemak. Alkohol menghabiskan persediaan vitamin C, asam folat, vitamin B-lain, zat seng dan vitamin A dalam tubuh. Alkohol juga memperberat kerja hati untuk bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

Kopi juga harus dihindari karena mengandung kafein yang cepat diserap oleh tubuh, merangsang sistem saraf pusat dan membuat tubuh kita terjaga lebih lama. Kafein menghalangi penyerapan zat besi jika dikonsumsi dengan makanan atau dalam satu jam setelah makan. Kafein dapat meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah dan dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan iritasi lambung. Kafein bersifat diuretik, yaitu menyebabkan seseorang sering buang air kecil, sehingga menyebabkan ikut terbuangnya vitamin-vitamin yang larut dalam air, yaitu vitamin B dan C. Perlu diingat bahwa sebenarnya kafein tidak hanya terdapat dalam kopi, tetapi ada juga dalam teh, coklat dan minuman ringan lainnya.

Pada anak-anak gula banyak dikonsumsi dalam bentuk coklat, biskuit, kue dan makan ringan lainnya, bahkan dalam minuman. Gula dapat menyebabkan reaksi pada beberapa anak seperti lekas marah. Gula merupakan salah satu bentuk dari karbohidrat, yang merupakan salah satu sumber energi. Dalam proses metabolisme karbohidrat menjadi energi memerlukan vitamin B. Apabila kita mengkonsumsi banyak gula, maka jumlah vitamin B yang diperlukan akan semakin banyak. Apabila vitamin B terkuras dan tubuh kita tidak memiliki cadangan yang cukup banyak, maka akan timbul gangguan terhadap fungsi saraf dan timbul gejala-gejala gangguan pada emosi, misalnya kelelahan secara emosional, depresi, mudah terusik atau mudah marah, dan sebagainya.

Makanan kaleng diawetkan dengan menggunakan berbagai bahan pengawet, dan ditambah dengan bahan-bahan kimia lainnya, misalnya pewarna, penguat rasa, dan sebagainya. Berbagai bahan kimia ini disinyalir memiliki efek negatif terhadap fungsi-fungsi tubuh, terutama fungsi otak, sehingga sebaiknya dihindarkan dari konsumsi anak-anak.

Suasana makan juga perlu diperhatikan, sehingga nutrisi yang masuk dapat dicerna dengan baik dan bermanfaat bagi tubuh secara optimal. Makan sebaiknya dilakukan dalam rileks, tidak terburu-buru dan dicerna dengan baik. Kondisi psikologis yang kondusif perlu diciptakan sehingga anak-anak menikmati waktu makan dengan nyaman, bukan dengan keterpaksaan. Makanan harus dicerna dengan baik, sehingga lambung tidak dipaksa mencerna makanan yang masih kasar, sehingga proses pencernaan menjadi tidak sempurna. Dengan demikian, makanan akan mudah diserap oleh darah dan dialirkan ke seluruh tubuh.

Dalam menyendok makanan juga sebaiknya tidak terlalu banyak. Kita harus ajarkan kepada anak-anak untuk menyuap sesendok demi sesendok dan tidak terlalu penuh, serta mengunyah dengan sempurna. Dengan mengunyah secara baik dan tidak tergesa-gesa juga memberikan kesempatan kepada enzim-enzim yang ada di mulut untuk bekerja dengan baik. Apabila anak sudah merasa kenyang, sebaiknya tidak kita paksa untuk menghabiskan makanan, karena anak dapat mengalami stres, perut yang tidak nyaman akibat kekenyangan dan merasa bahwa waktu makan adalah waktu yang sangat tidak menyenangkan, sehingga cenderung dihindari. Di samping itu, sebaiknya kita juga tidak memaksa anak-anak memakan makanan yang tidak disukai, karena akan mengganggu anak secara psikologis, apalagi apabila paksaan tersebut diikuti dengan ancaman atau menakut-nakuti anak. Anak-anak sebaiknya makan dalam porsi yang tidak terlalu banyak, tetapi sering, sehingga metabolisme makanan berjalan sempurna.
Untuk mengetahui bahwa anak-anak mendapatkan asupan gizi yang tepat, maka yang perlu dipantau terus adalah berat badan dan tinggi badan menurut usia. Berat badan anak sesungguhnya merupakan hasil langsung dari pola makan anak, gaya hidup (termasuk di dalamnya pola pengasuhan yang diterima anak, tingkat stres) dan berbagai aktivitas anak secara fisik (termasuk kualitas bermain, lama waktu bermain, jenis permainan, dan sebagainya). Berat badan anak dalam kondisi normal perlu terus dipertahankan, sehingga memberikan kondisi kesehatan anak yang ideal.

Asupan gizi yang sehat seimbang mempengaruhi kecerdasan adversity, karena kecerdasan ini menuntut tubuh yang prima, bebas dari segala macam penyakit dan gangguan psikologis. Gizi yang cukup dapat membuat anak bertahan terhadap penyakit. Persediaan gizi yang cukup akan membuat anak tahan terhadap tantangan dan permasalahan yang terjadi. Pada saat anak menghadapi hal yang baru, tantangan, dan permasalahan, tubuh kita memproduksi banyak sekali adrenalin, dan proses ini menggunakan cadangan energi yang berada dalam tubuh anak. Pada anak-anak yang mengalami kekurangan gizi, tidak memiliki cukup cadangan energi untuk melakukan ini, sehingga akan mengalami kehabisan energi, yang ditampakkan dengan gejala-gejala susah tidur, kelelahan, tubuh yang lesu, sehingga tidak mampu beraktivitas dengan optimal. Dalam kondisi seperti ini, zat-zat gizi yang diperlukan bagi perkembangan otak menjadi sangat kurang, sehingga perkembangan kecerdasan anak juga tidak berkembang optimal.
Makanan sangat mempengaruhi fungsi otak, karena ada beberapa unsur penting dari makanan yang mempengaruhi kimia otak, yang disebut sebagai neurotranssmitter. Neurotranssmitter sangat penting bagi perkembangan fisik dan psikis, terutama dalam memberikan kenyamanan dan ketenangan tidur serta pengendalian diri secara emosional.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gizi sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan adversity seorang anak, dan ini perlu diperhatikan sejak awal, bahkan jauh sebelum seorang anak dilahirkan. Kecerdasan adversity memberikan bekal pada anak untuk menjalani kehidupan dengan penuh optimisme, gizi, memberikan landasan untuk mengembangkan dan menguatkan bekal tersebut, sehingga anak akan lebih siap mengarungi kehidupan global yang semakin kompleks dan kompetitif.

Oleh : Widya Ayu Puspita, S.K.M., M.Kes (Tenaga Fungsional pada BPPNFI Regional IV Surabaya)

Thursday, June 23, 2011

Yuk... Menyiapkan Pendidikan Buah Hati!

Meski geleng-geleng kepala karena tak habis pikir dengan makin mahalnya pendidikan, Budi cukup beruntung. Ia sudah menyiapkan dana pendidikan bagi kedua anaknya. Lebih beruntung lagi, dana itu dia siapkan dengan memperhitungkan kemungkinan naiknya biaya pendidikan akibat inflasi.

Mengutip Prita Hapsari Ghozie, perencana keuangan dari ZAP Finance, inflasi biaya pendidikan sangat nyata. Oleh karena itu, dana pendidikan memang harus disiapkan sesuai kebutuhan. Persiapan dana pendidikan semestinya ada di peringkat pertama dalam skala prioritas kesiapan dana kita.

"Misalnya, kalau kita sudah mau pensiun, tetapi uang (kebutuhan sehari-hari) belum cukup, kita bisa jadi tenaga honorer atau berbisnis sendiri. Tapi, kalau pendidikan? Tidak bisa ditunda. Anak umur 7 tahun sudah harus masuk sekolah dasar. Lulus SD, masuk ke sekolah menengah, seterusnya, seterusnya," kata Prita.

Porsi yang dialokasikan untuk dana pendidikan juga paling besar, sekitar 70 persen dari pos investasi. Sisanya, sekitar 20 persen untuk dana pensiun dan 10 persen untuk kebutuhan rutin.

Di masa sekarang ini, menyiapkan dana pendidikan tidak hanya menjadi keharusan bagi keluarga yang sudah memiliki anak. Idealnya, dana pendidikan disiapkan orangtua saat si anak masih berada dalam kandungan. Dengan demikian, sudah ada perhitungan pasti, kapan anak itu akan masuk taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan kuliah.

Bagi para lajang, tak salah juga menyiapkan dana pendidikan untuk anak-anak mereka kelak. Wajar kok, punya mimpi menyekolahkan anak sebaik-baiknya meskipun kita masih berstatus bujang.

Bagi yang sudah berumah tangga, urusan pendidikan juga harus dibicarakan bersama antara suami dan istri, untuk menyatukan persepsi dan keinginan. Apalagi, saat ini ada beraneka ragam sekolah dengan variasi biaya dari yang biasa-biasa saja hingga yang luar biasa. Idealnya, persiapkanlah dana pendidikan dengan menggunakan asumsi biaya sekolah swasta. Atau, jika ingin anak bersekolah ke luar negeri, harus mengambil asumsi negara yang biaya pendidikannya di tengah-tengah.

Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah kebutuhan dana pendidikan. Apakah hanya untuk uang pangkal, uang masuk sekolah, atau semua biaya pendidikan hingga lulus.

Memang, saat ini banyak institusi atau negara yang menawarkan beasiswa pendidikan. Namun, lebih baik dana pendidikan sudah disiapkan jauh-jauh hari. Sehingga jika di kemudian hari si anak memperoleh beasiswa pendidikan, anggap saja itu bonus.

Setelah semua rencana itu tergambar, pertanyaan selanjutnya adalah adakah uang kita?

Sah-sah saja mempunyai mimpi menyekolahkan anak secara jauh lebih baik. Namun, satu hal harus diingat, orangtua yang menyiapkan dana pendidikan bagi anak-anak mereka juga harus terus hidup dengan baik dan memiliki cukup dana saat pensiun.

Oleh karena itu, mimpi-mimpi yang sudah disusun tak boleh terlalu di awang-awang, harus realistis juga. Semisal, jika sebelumnya ingin menyekolahkan anak ke sekolah swasta berbiaya kelas satu, target itu bisa diturunkan standarnya menjadi sekolah swasta berbiaya kelas dua.

Instrumen harus tepat

Nah, untuk menyiapkan dana pendidikan, instrumennya harus tepat. Instrumen ini bisa ditentukan setelah kita menghitung lengkap kebutuhan kita, mencakup kapan dana pendidikan itu dibutuhkan, berapa besar biayanya, dan toleransi kita sebagai investor. Beragam instrumen bisa dipilih, antara lain tabungan, reksa dana, atau logam mulia.

Yang paling umum terjadi, orang tua memilih menyiapkan dana pendidikan hanya untuk kebutuhan uang masuk sekolah sejak setahun sebelumnya. Jika kebutuhan itu yang ditetapkan, pilihan instrumen yang tepat adalah tabungan.

Pilihan tersebut berdampak pada jumlah uang yang harus disisihkan per bulan cukup lumayan karena sisa waktu yang tersedia relatif singkat. Namun, keputusan tersebut masih lebih baik dibandingkan kebiasaan buruk sebagian orangtua saat ini, yang tergopoh-gopoh menyiapkan dana pendidikan saat masa pendaftaran sekolah sudah di depan mata.

Bagi yang tidak suka mengambil risiko dalam upaya menyiapkan dana pendidikan anak, tabungan juga menjadi instrumen tepat. Toh, produk tabungan yang ditawarkan berbagai bank sangat beragam, bergantung pada kebutuhan. Ada tabungan konvensional, ada syariah, bahkan ada juga jaminan asuransi saat terjadi sesuatu pada si penabung selama jangka waktu tabungan.

Riza Zulkifli, Senior Vice President Group Head Mass Banking Group Bank Mandiri, mencontohkan produk Tabungan Rencana yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya dana pendidikan. Dengan produk tersebut, pemilik rekening dapat meminta bank untuk memindahkan dananya ke rekening Tabungan Rencana, setiap tanggal tertentu dalam kurun waktu yang ditentukan.

Jangka waktu tabungan jenis ini paling cepat satu tahun, dengan jumlah minimum sebesar Rp 100.009 per bulan. Karena tak dilengkapi fasilitas kartu anjungan tunai mandiri, tak akan ada godaan untuk mengambil dana yang ada di tabungan tersebut sebelum tenor berakhir. Kalaupun terpaksa diambil, si penabung akan terkena denda atau penalti.

Riza mengakui, dari 600.000 rekening Tabungan Rencana dengan dana total Rp 3 triliun yang ada di Bank Mandiri, mayoritas ditujukan sebagai simpanan dana pendidikan. Umumnya, nasabah Tabungan Rencana untuk dana pendidikan ini menabung Rp 300.000-Rp 1 juta per bulan dalam jangka waktu lima tahun.

Muchamad Thoyib, General Manager Divisi Treasury, Dana, dan Internasional Bank BNI Syariah, menambahkan, tingkat ketertarikan masyarakat untuk menyimpan dana pendidikan melalui tabungan semakin tinggi. Apalagi, jangka waktu program tabungan yang ditawarkan kepada nasabah cukup beragam, dari satu hingga 18 tahun.

Asuransi yang menyertai tabungan-berjangka jenis ini juga menjadi daya tarik masyarakat untuk menjadi nasabah. Salah satu instrumen yang juga tak kalah diminati adalah asuransi pendidikan, sebagai produk ikutan dalam asuransi jiwa yang memasukkan unsur tabungan pendidikan.

Untuk produk asuransi ini, ada jangka waktu di mana kita tidak bisa mencairkan dana itu. Jika di tengah-tengah masa asuransi kita membutuhkan dana itu dan terpaksa diambil, polis itu pun berakhir.

"Salah satu kelemahannya, premi asuransi pendidikan mahal. Kalau mau dana pendidikan anak cukup, premi tidak bisa segitu-gitu saja," kata Prita.

Premi asuransi pendidikan menjadi relatif tinggi karena besaran uang yang disetorkan terbagi ke dalam sejumlah pos. Pertama adalah dana pendidikan yang sudah siap diinvestasikan.

Kedua adalah pos dana darurat dan asuransi sebagai proteksi diri. Dana darurat digunakan untuk menambah dana pendidikan kita yang jika setelah tiba waktunya ternyata masih kurang karena tergerus inflasi.

Adapun asuransi diperlukan untuk memproteksi jika pencari penghasilan-sebagai sumber investasi pendidikan-mendadak tak bisa menjalankan tugasnya lagi.

Nah, selamat merencanakan biaya pendidikan bagi sang buah hati!

(DEWI INDRIASTUTI)
Sumber :Kompas Cetak

Masih TK Kok Sudah Nakal...Bagaimana 'Mengoreksinya'?

Usil. Banyak teman dibuat menangis olehnya. Atau bila mengamuk, apapun dilempar hingga guru kewalahan. Anda pernah menjumpai 'anak nakal' model begini?

Psikolog Netty Amalia mengatakan, tidak ada anak TK yang nakal. Sematan kata itu kurang tepat, karena seusia anak TK masa perkembangan, anak-anak sedang aktif, rasa ingin tahu, dan mencoba melakukan sosialisasi dengan teman-teman seusianya. Ketika sosialisasi di sekolah, ada yang bisa diterima, tetapi ada juga yang belum bisa diterima oleh teman-temannya.

‘’Jadi tidak ada istilah anak TK yang nakal, mungkin lebih karena iseng. Itupun selama keisengan, mengganggu teman, tidak bisa diam di kelas masih dalam takaran wajar, bukan sebuah kenakalan,’’ ujar Netty kepada Republika.

‘Kenakalan’ atau keisengan itu terjadi bisa saja karena anak belum diajarkan orangtuanya di rumah. Bisa juga karena di rumah sering dijahili oleh kakak-kakaknya, tidak bisa melawan lalu dibawa ke sekolah menjahili teman-temannya. Oleh karena itu, kata Netty, nilai-nilai, etika, tatakrama harus sudah ditanamkan sedini mungkin agar ketika anak keluar rumah bisa beradaptasi dengan baik.

Kalau keisengan itu disebabkan pola asuh, anak diberitahu saja sudah mengerti. "Sayang, tidak boleh suka mukul ya, atau gangguin teman, nanti teman-teman tidak mau main lagi. Kasihan kan, temannya jadi sakit. Sayang, kalau mau main di luar ya, nanti mejanya rusak."

‘’Diberitahu begitu anak akan mengerti, dan tidak melakukan lagi, kecuali anak kebutuhan khusus. Itu pun bukan karena keinginan si anak melakukan hal tersebut, tetapi koordinasi motoriknya yang tidak bisa dikendalikan,’’ papar lulusan Psikologi Universitas Islam Bandung ini.

Kalau anak-anak masih suka iseng di sekolah, Netty menyarankan:

1. Sikap orangtua

Mengajak anak komunikasi, kenapa sih kok masih nakal di sekolah? Anak pasti akan memberi alasan. Hargai dan dengarkan penjelasan si anak sehingga orangtua tahu alasan yang sebenarnya. Jangan-jangan anak kita yang benar.

Ketika berdialog dengan anak, posisi orangtua:

- jangan membela si anak,

- jangan pula menyalahkan si anak.

- Orangtua sampaikan alasannya, dan dampaknya dari keisengan tersebut. Misalkan, kalau terus memukul Reza, nanti Reza sakit, dan tidak mau lagi main sama Adek. Nanti Adek tidak punya temen. Anak pasti mengerti penjelasan tersebut.

2. Dialog dengan Guru

Jika cara pertama masih membuat anak iseng, sebaiknya bekerjasama dengan pihak sekolah (guru). Banyak cara dilakukan guru untuk mereda keisengan anak-anak TK. Sebenarnya, kata Netty, sekolah TK bukan untuk menghasilkan anak pintar membaca dan menulis melainkan ajang anak melakukan sosialisasi dengan teman-teman seusianya. Anak diajarkan berbagi, menghargai teman, saling membantu, menunggu giliran, dan perkembangan lainnya.

Bagi anak yang aktif, guru bisa menyarankan agar anak jangan datang terlambat, harus datang lebih awal. Karena sebelum masuk kelas ada baris berbaris, bernyanyi, dan olahraga. Kalau anak aktif setelah melakukan rangkaian ini, energinya lumayan terkuras. Ketika masuk kelas sudah fokus, tidak sempat mengganggu temannya lagi.

Tapi kalau datangnya menjelang belajar, energinya masih kuat bakal kambuh lagi menggoda temannya.

3. Serahkan kepada ahlinya

Jika keisengan anak terus menerus, tidak bisa dikendalikan lagi, sudah banyak penilaian guru dan orangtua murid, dan tarafnya sudah mengganggu di kelas sebaiknya konsultasikan dengan ahlinya. Bisa ke psikolog. Nanti akan didiagnosa apa yang menyebabkan keisengan anak terus berlanjut. Jika ditemukan ada gangguan harus segera ditindaklanjuti.

Seharusnya orangtua peka apa yang terjadi pada anaknya. Apalagi anak TK masih terbuka kalau ada masalah, bisa marah-marah, menendang, melempar. Sikap ini berbeda dengan anak yang dewasa yang cenderung memilih diam.

‘’Sayangnya masih banyak orangtua yang belum mau menerima kalau anaknya ada masalah. Mereka hanya mau mendengar perkembangan anak yang bagus-bagus saja,’’ tambahnya.

Sumber: http://www.republika.co.id

Tuesday, June 21, 2011

Pendidikan Keorangtuaan

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional melalui survey. Pusat Statistik Pendidikan 2010 jumlah penduduk buta aksara di Indonesia tercatat masih cukup banyak, yaitu 8,3 juta orang atau 5,1
persen dari jumlah penduduk. Sedangkan berdasarkan hasil Sensus Penduduk yang dilaksanakan BPS tahun 2010 tercatat masih 11,3 juta orang. Meski begitu, capaian Pendidikan Kekasaraan yang telah dilaksanakan menurut UNESCO hasilnya sudah menunjukkan hal yang menggembirakan karena dapat malampaui target Education for All (EFA) yang menargetkan 5 persen hingga tahun 2015.
“Dari jumlah penduduk buta aksara yang disebutkan di atas, 80% berusia 45 tahun ke atas. Berdasarkan data ini, maka Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat tahun 2011 ini memberikan prioritas pada pendidikan keorangtuaan (parenting education),” ujar Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Ella Yulaelawati PhD
Menurut Ella, program parenting education merupakan program layanan pendidikan yang pelaksanaannya lebih mengarah pada pemberantasan kemiskinan ekonomi, pendidikan pola asuh anak, perbaikan kesehatan ibu dan bayi, dan pemberdayaan perempuan. Program ini dilaksanakan melalui penguatan Taman Bacaan Masyarakat, penataan kelembagaan, kelompok belajar bersama, PUG Provinsi, PUG tingkat Kabupaten dan Kota, serta seluruh lembaga mitra penyelenggara pendidikan masyarakat. Ada pandangan sepihak yang menyatakan usia 45 tahun merupakan usia lanjut yang dengan sendirinya akan berakhir, sehingga dinilai tidak berpengaruh.

“Pandangan tersebut kurang tepat, justru Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat menilai sebaliknya, yaitu usia yang berpengaruh kuat terhadap pendidikan anak dalam keluarga. Hal inilah yang menyebabkan Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat menitiberatkan programnya tahun 2011 lebih pada parenting education,” tukasnya. Dijelaskan, program pendidikan masyarakat tahun 2011 ini pada
prinsipnya berfokus pada dua program pokok, yaitu program pendidikan yg dapat membaca, menulis, berbahasa nasional, dan berhitung; sedangkan pendidikan yakeaksaraan dasar dan pemberdayaan yang
berbentuk multi keaksaraan.

Pendidikan keaksaraan dasar adalah layanan pendidikan yang diselenggarakan untuk menjadikan masyarakng memberdayakan adalah pendidikan yang bersifat fungsional dalam arti pemberian makna dari
apa yang diketahui untuk mengantar cakrawala berpikir mereka kearah yang lebih luas, sehingga mereka dapat melakukan perubahan hidup kearah yang lebih baik. Hal senada diungkap Plt Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal, Hamid Muhammad yang menyambut baik pengembangan pendidikan keorangtuaan. Pendidikan orang keorangtuaan atau pendidikan orang dewasa dikembangkan melalui pendidikan keluarga. “Hal ini penting dilaksanakan karena pendidikan keluarga merupakan satu system program pendidikan yang berpengaruh terhadap kesuksesan program pendidikan nasional,” ujar Hamid.

Pendidikan Masyarakat, sambungnya yang paling utama untuk dikembangkan adalah pendidikan yang memiliki pola memberdayakan masyarakat dari segala aspek khusunya pada aspek sosial budaya dan lingkungan. Walaupun demikian program keaksaraan dasar masih tetap menjadi prioritas untuk dituntaskan.

Prinsip Pendidikan
Sementara itu, tokoh pendidikan Prof Dr Arief Rahman menegaskan secara prinsip dalam pendidikan keorangtuaan yang harus dilakukan adalah kegiatan saling belajar (kerjasama) ini bisa terjadi apabila tidak ada
pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa sungkan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak harus saling mendengarkan.
“Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa manjadi sumber belajar, dan ini berarti bahwa setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman,” ujarnya.
Artinya dalam membentuk masyarakat belajar yang perlu dikembangkan konsep pilar belajar dari UNESCO perlu dikembangkan seperti; learning to know, learning to do, learning to be, learning to life together,
and learning to believe in God, yang merupakan akumulasi dari berbagai pengetahuan keterampilan yang diperoleh sejak masa kanak-Manusia yang telah dibekali dengan pilar Learning to know akan memiliki sejumlah pengetahuan dan ketrampilan berpikir.

Menurut Arief, pendidikan secara umum adalah sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak dan budi mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pada intinya pendidikan keorangtuaan adalah suatu proses yang disadari untuk mengembangkan potensi individu sehingga memiliki kecerdasan pikir, emosional, berwatak dan berketerampilan untuk siap hidup
ditengah-tengah masyarakat. Prinsip dasar dari pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia, mengembangkan potensi dasar peserta didik agar berani dan mampu menghadapi problema yang dihadapi tanpa rasa tertekan, mampu, dan senang meningkatkan fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi, sehingga terdorong untuk memelihara diri sendiri maupun hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Sunday, June 19, 2011

MENJADIKAN TUTOR SEBAGAI PROFESI YANG PROFESIONAL

Siapakah Tutor?
Salah satu tenaga pendidik yang patut diperhatikan agar menjadi pendidik yang memiliki kualifikasi profesional adalah “tutor”, jenis tenaga pendidik ini terkadang luput dari perhatian kita terutama bahwa istilah tutor ini hanya banyak dikenal pada lingkungan pendidikan non formal, namun seiring dengan tuntutan pendidikan yang ditertuang dalam undang-undang No.20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional bahwa pendidikan terbagi atas tiga jalur, yaitu: jalur pendidikan formal, jalur pendidikan non formal, dan jalur pendidikan informal, terkait dengan jalur pendidikan non formal, pasal 26 menjelaskan bahwa: “Pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Hal tersebut menggiring kita untuk selayaknya mengenal jenis tenaga pendidik yang berlebel tutor, karena tanpa tenaga pendidik yang satu ini, penyelenggaraan pendidikan non formal senyatanya tidak dapat berjalan sebagaimana diamanatkan undang-undang, dan untuk lebih menfokuskannya agar mencapai tujuan atas kehadiran mereka didunia pendidikan yakni memberi layanan pendidikan sebagai pengganti, pelengkap, penambah maka sudah selayaknya jika tenaga tutor diwadahi lebih baik agar menjadi tenaga yang berkualifikasi profesional.
Secara definisi tutor itu sendiri berarti tenaga yang berasal dari masyarakat yang bertugas dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi proses pembelajaran pada pendidikan non formal, memiliki kompetensi dan menjadi pendidik pada kelompok-kelompok belajar atau tenaga honor yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang untuk membimbing kegiatan pendidikan non formal dengan berbagai spesialisasi (Pedoman tutor inti, Kemdiknas.2010).

Tutor Sebagai Profesi
Lebih jauh tentang arti profesi tenaga pendidik tutor bahwa dalam pasal 39 ayat (2) Undang-undang no.20 tahun 2003 menyebutkan pendidik termasuk tutor merupakan tenaga profesional dan secara umum dalam studi tentang masalah profesionalisme, kita berkenalan dengan sejumlah definisi tentang “profesi” salah satu definisi yang dikemukakan oleh Dr. Sikun Pribadi, profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu (Dr. Sikun Pribadi, 1976). Rumusan yang singkat dan sederhana ini mengandung sejumlah makna atau pengertian yang masih perlu dikaji lebih lanjut agar kita dapat memahami keseluruhan perumusan tersebut. Sementara itu melihat jauh kebelakang sebelum munculnya undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menegaskan bahwa salah satu jenis tenaga yang bersifat profesi adalah tutor, selalu muncul pertanyaan apakah pekerjaan tutor (tenaga pendidik) dapat disebut sebagai suatu profesi? Pertanyaan itu muncul bahkan terkadang masih terdengar pasca terbitnya UU no.20 tahun 2003 tersebut karena masih ada pihak yang berpendapat bahwa pekerjaan pendidik bukan suatu profesi tersendiri. Berbagai alasan yang mereka kemukakan antara lain, bahwa setiap orang dapat menjadi tutor asal telah menjalani jenjang pendidikan tertentu ditambah dengan sedikit pengalaman mengajar, karena itu seseorang dapat saja menjadi tutor pada kelompok belajar, jika dia telah mengalami pendidikan tersebut dan telah memiliki pengalaman mengajar dilembaga PNFI, selain itu ada beberapa bukti bahwa pendidikan dapat saja berhasil walaupun si tutor tidak pernah belajar ilmu pendidikan dan keguruan. Sebagai ilustrasi, banyak orang tua seperti pedagang, petani dan sebagainya yang telah mendidik anak-anak mereka dan berhasil, padahal mereka sendiri tidak pernah mengikuti pendidikan tentang cara mendidik dan mempelajari ilmu mengajar. Sebaliknya tidak sedikit tutor atau tenaga pendidik lainnya atau sarjana pendidikan yang tidak berhasil mendidik anak-anaknya. Jadi kendati seseorang telah diberikan pendidikan dan pelatihan (diklat) menjadi tutor, namun belum menjadi jaminan bahwa anaknya akan terdidik dengan baik. Kritik lain yang sering dilontarkan adalah hasil pendidikan di kelompok-kelompok belajar sering kali tidak dapat segera dilihat hasilnya, berbeda dengan profesi kedokteran atau teknologi pertanian.
Pandangan diatas dinilai terlalu picik, profesi tutor hendaknya dilihat dalam hubungan yang luas. Sejumlah rekomendasi dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Peranan pendidikan harus selalu dilihat dalam konteks pembagunan secara menyeluruh, yang bertujuan membentuk manusia sesuai dengan cita-cita bangsa. Pembagunan tidak mungkin berhasil jika tidak melibatkan manusianya sebagai pelaku dan sekaligus sebagai tujuan pembangunan. Untuk menyukseskan pembagunan perlu ditata suatu system pendidikan yang relevan. System pendidikan dirancang dan dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Tanpa keahlian yang memadai maka pendidikan sulit berhasil. Keahlian yang diperoleh tenaga pendidik (tutor), tidak dimiliki oleh masyarakat pada umumnya, melainkan hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu yang telah menjalani pendidikan secara berencana dan sistematik.
2. Hasil pendidikan memang terkadang tidak dapat dilihat dan dirasakan secara singkat, tetapi baru dapat dilihat dalam jangka waktu yang lama, bahkan mungkin setelah satu generasi. Itu sebabnya proses pendidikan tidak boleh keliru atau salah kendatipun hanya sedikit saja. Kesalahan yang lakukan oleh orang-orang yang bukan ahli dalam bidang pendidikan dapat merusak satu generasi seterusnya dan akibatnya akan berlanjut terus. Itu sebabnya pula tangan-tangan yang mengelola system pendidikan terutama pendidikan non formal harus terdiri dari tenaga-tenaga profesional dalam bidang pendidikan.
3. Suatu kelompok belajar selayaknya profesional membentuk warga belajar menjadi manusia dewasa yang berkepribadian matang dan tangguh, yang dapat dipertanggungjawabkan dan bertanggungjawab terhadap masyarakat dan terhadap dirinya para lulusan kelompok belajar pada waktunya harus mampu bekerja mengisi lapangan kerja yang ada. Mereka harus dibekali dengan pemahaman dan keterampilan untuk berjuang dan pandai meraih peluang kerja. Para orang tua telah mempercayakan anak-anaknya untuk didik di kelompok belajar. Mereka tidak punya cukup dana untuk memberi pendidikan secara formal sebagaimana diharapkan, namun mereka juga tidak punya pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk diberikan kepada anaknya. Sehingga tanggungjawab pendidikan masyarakat yang menjadi warga belajar praktis terletak ditangan-tangan tutor dan tenaga pendidik lainnya. Itu sebabnya para tutor harus cukup memperoleh pendidikan dan pelatihan (diklat) profesi kependidikan, agar memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efisien dan efektif. Hal ini hanya mungkin dilakukan jika kedudukan, fungsi dan peran tutor diakui sebagai suatu profesi.
4. Sesuai dengan hakikat dan kriteria profesi yang telah dijelaskan diatas, sudah jelas bahwa pekerjaan tutor harus dilakukan oleh orang yang bertugas selaku tutor. Pekerjaan tutor adalah pekerjaan yang penuh pegabdian pada masyarakat, dan selayaknya ditata dalam kode etik tertentu. Kode etik itu mengatur bagaimana seorang tutor harus bertingkah laku sesuai dengan norma-norma pekerjaannya, baik dengan hubungan warga belajar maupun dengan hubungan teman seprofesi.
5. Sebagai konsekuensi logis dari pertimbangan tersebut, setiap tutor harus memiliki kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi kemasyarakatan. dengan demikian tutor memiliki kewenangan mengajar untuk diberikan imbalan secara wajar sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Dengan demikian setiap calon tutor seharusnya menempuh program pendidikan dan pelatihan profesi tutor pada satuan lembaga yang kompeten.

Profesi Tutor Yang Profesional
Berbicara mengenai profesionalisme tutor maka tentu tidak akan terlepas dari seberapa besar kompetensi yang dimiliki atau dapat dikatakan dalam sebuah kalimat pertanyaan bahwa untuk menjadi seorang tutor yang profesional maka kompetensi apa yang harus dimiliki?, sebelum membahas lebih jauh tentang kompetensi tutor maka perlu dipahami bahwa dari aspek individu tutor memiliki ciri atau kriteria profesionalnya, tutor adalah jabatan profesi yang seharusnya profesional dipekerjaannya dan seharusnya memenuhi kriteria profesional sebagai berikut :
1.Fisik
- Sehat jasmani dan rohani
- Tidak mempunyai catat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa
kasihan dari warga belajar.
2. Mental/Kepribadian
- Berkepribadian/berjiwa pancasila
- Mampu menghayati GBHN
- Mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang kepada warga
belajarnya
- Berbudi pekerti yang luhur
- Berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal.
- Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh rasa tenggang rasa.
- Mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab yang besar akan tugasnya.
- Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi.
- Bersifat terbuka, peka dan inovatif
- Menunjukkan rasa cinta kepada profesinya
- Ketaatannya terhadap disiplin
- Memiliki sense of humor.
3. Keilmiahan/pengetahuan
- Memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi.
- Memahami ilmu pendidikan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai
pendidik.
- Memahami, menguasai serta mencintai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan.
- Memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain.
- Senang membaca buku-buku ilmiah
- Mampu memecahkan persoalan secara sistematis, terutama yang berhubungan dengan
bidang studi.
- Memahami prinsip-prinsip belajar mengajar.
4. Keterampilan
- Mampu berperan sebagai organisasi proses belajar mengajar.
- Mampu menyusun bahan ajar/memahami bahan ajar yang ada atas dasar pendekatan
structural, interdisipliner, fungsional, behavior dan teknologi
- Manpu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan
- Mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik dalam
mencapai tujuan pendidikan
- Memahami dan melaksanakan kegiatan pendidikan non formal.
Selain kriteria profesional secara individu, seorang tutor dapat kompeten jika memiliki kemampuan dalam mengembangkan dan membangun tiga pilar kompetensi (Sri Surtini, 2010) yakni :
1. Keterampilan mengajar, yaitu keterampilan mengembangkan dan mengelola pengetahuan dan pengalaman serta kemampuan menjalani belajar sepajang hayat.
2. Keterampilan berfikir, yaitu keterampilan berpikir kritis, kreatif dan inovatif untuk menghasilkan keputusan dan pemecahan masalah

sumber : http://www.paudni.kemdiknas.go.id/bppnfi5/

Sunday, June 12, 2011

Motorik Halus

Perkembangan motorik halus anak penting bagi masa depannya kelak. Orang tua bisa mengoptimalkannya sejak dini?
Atu, ua, iga, berhacil! Andi (2,5 tahun) berteriak girang setelah menyusun empat baloknya. Keberhasilan Andi memang bukan hal yang luar biasa. Tapi, ini merupakan bagian dari pencapaian perkembangan motorik halus yang sangat penting.

Kemampuan motorik halus adalah kemampuan seorang anak melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian gerak dan kemampuan memusatkan perhatian. Semakin muda usia anak, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk berkonsentrasi pada kegiatan yang berkaitan dengan kemampuan motorik halus.

Beda Anak beda pencapaiannya

Kecerdasan motorik halus anak berbeda-beda. Dalam hal kekuatan maupun ketepatannya. Ada anak usia 4 tahun yang mahir berenang. Ada pula anak yang genap 6 tahun belum dapat makan dengan rapih. Anak perempuan cederung lebih dini dalam kecerdasan motorik halus, terutama soal kecekatannya. Sedangkan anak laki-laki lebih unggul dalam melangkah, melempar, menangkap bola, dan menaiki atau menuruni tangga. Sementara anak perempuan menunjukkan kemampuan yang lebih baik saat berjingkat-jingkat, meloncat, dan berlari cepat.

Menurut Mollie and Russell Smart, perbedaan ini juga dipengaruhi oleh pembawaan anak dan stimulai yang didapatkannya. Lingkungan (orang tua) mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam kecerdasan motorik halus anak. Lingkungan dapat meningkatkan ataupun menurunkan taraf kecerdasan anak, terutama pada masa-masa pertama kehidupannya.

Setiap anak mampu mencapai tahap perkembangan motorik halus yang optimal asal mendapatkan stimulasi tepat. Di setiap fase, anak membutuhkan rangsangan untuk mengembangkan kemampuan mental dan motorik halusnya. Semakin banyak yang dilihat dan didengar anak, semakin banyak yang ingin diketahuinya. Jika kurang mendapatkan rangsangan anak akan bosan. Tetapi bukan berarti anda boleh memaksa si kecil. Tekanan, persaingan, penghargaan, hukuman, atau rasa takut dapat mengganggu usaha dilakukan si kecil.

Pencapaian kemampuan

Pencapaian kemampuan motorik halus (adaftif) anak akan tampak pada usia 2-5 tahun. Berikut tahapan kemampuan sesuai usia yang dapat dimiliki oleh seorang anak:

Usia 2 tahun

Mencontoh bentuk-bentuk yang melingkar. Mampu menyusun dan membangun tugu yang terdiri dari 7 buah balok. Memasukkan sendok kosong ke dalam mulut dengan benar. Sebagian anak mampu membuka satu per satu halaman bukunya. Memegangi gelas dengan satu tangan. Bahkan ada anak yang dapat menggunting dan melipat kertas sambil bercakap-cakap.

Dalam penguasaan anggota gerak tubuhnya yang lain, ia sudah mampu memanjat anak tangga sekaligus menuruninya. Ia pun mulai menjadi teman ayahnya bermain, karena kemampuannya menendang bola besar sudah mulai terbentuk.

Usia 3 tahun

Mampu membuat garis lurus, menyusun 9 buah balok. Memasukkan sendok berisi makanan ke mulut tanpa banyak yang tumpah. Di usia ini anda dapat mulai mengajarinya menulis. Sebab, diantara usia 3,5-4,5 tahun, pengendalian otot-otot tangan dan jari-jari yang diperlukan untuk menulis simbol-simbol lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan koordinasi organ-organ bicara yang dibutuhkan untuk perkembangan bahasanya.

Usia 4 tahun

Mampu membuat garis lurus, menyusun 9 buah balok. Memasukkan sendok berisi makanan ke mulut tanpa banyak yang tumpah. Di usia ini anda dapat mulai mengajarinya menulis. Sebab, diantara usia 3,5-4,5 tahun, pengendalian otot-otot tangan dan jari-jari yang diperlukan untuk menulis simbol-simbol lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan koordinasi organ-organ bicara yang dibutuhkan untuk perkembangan bahasanyaBisa menggunting garis lurus dengan baik. Dapat menggambar dan mencoret-coret huruf meski dalam bentuk kasar. Mampu mengenakan bajunya sendiri.

Usia 5 tahun

Mampu melipat kertas menjadi bentuk segitiga. Dapat secara tepat menggambar bentuk kotak, huruf, dan angka. Dalam permainan ia sudah bisa menangkap bola kecil dan melemparkannya kembali dengan lebih baik. Bahkan ia sudah bisa berjalan meniti garis lurus.

Penulis : Hirmaningsih (Dosen UIN Pekanbaru)
Sumber: http://bintangbangsaku.com

Wednesday, June 8, 2011

Memberdayakan Masyarakat Marjinal Melalui Pendidikan Life Skill

Menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Artinya bahwa manusia sepanjang hidupnya membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya dan hal ini secara tidak langsung tercermin pada aspek kehidupan kita sehari - hari misalnya dalam berorganisasi maupun dalam pergaulan masyarakat (bermasyarakat). Karena disanalah sebenarnya diri kita mengaktualisasikan potensi diri melalui proses pembelajaran pada permasalahan yang timbul dalam masyarakat.

Dunia pendidikan merupakan dunia yang unik dan penuh dengan beragam permasalahan, baik itu yang berasal dari intern maupun ekstern lingkungan pendidikan. Kondisi ini adalah hal yang wajar sekali, mengingat dunia pendidikan tidak saja mengelolah benda – benda fisik, akan tetapi yang tidak kalah pentingnya yaitu mengelolah sesuatu yang hidup berupa manusia yang memiliki perasaan, pikiran, egoisme, nafsu / hasrat dan keinginan - keinginan lainnya.

Tantangan pendidikan nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini adalah 1) Peningkatan pemerataan kesempatan pendidikan, 2) Peningkatan kualitas pendidikan, 3) Peningkatan efesiensi pendidikan, dan 4) Peningkatan relevansi pendidikan. Begitu pula tantangan di lingkungan Pendidikan Non Formal (PNF), dimana permasalahan – permasalahan yang terjadi semakin komplek saja. Hal ini disebabkan dunia Pendidikan Non Formal adalah dunia yang berhadapan langsung dengan masyarakat / peserta didik yang “bermasalah”, baik itu bermasalah dari segi ekonomi (kemiskinan), segi pendidikan (putus sekolah), segi sosial (pengangguran), segi sumber daya manusia (rendahnya ketrampilan yang dimiliki) dan lain sebagainya. Dengan kata lain, Pendidikan Non Formal menitik beratkan pada pemberdayaan “masyarakat sampah” atau masyarakat yang bermasalah secara kolektif.

Masyarakat yang bemasalah ini secara umum sering disebut sebagai “Masyarakat Marjinal”. Secara harfiah marjinal berasal dari kata marjin yang artinya tepi atau pinggiran. Sedangkan masyarakat marjinal sering disebut sebagai masyarakat pinggiran. Dimana salah satu ciri khas dari masyarakat marjinal adalah tidak terperdayanya / terpinggirnya keberadaan mereka dalam mendapatkan akses ekonomi, pendidikan, sosial budaya bahkan politik, sehingga menyebabkan timbulnya pemiskinan struktural, kebodohan dan keterbelakangan dalam segala aspek kehidupan.

Mengutip beberapa tulisan yang ada, dinyatakan bahwa keberadaan mereka dapat dikatagorikan sebagai kaum buruh rendahan, kaum imigran kota (pemukinan kumuh dan padat), masyarakat di daerah perbatasan, maupun masyarakat desa tertinggal karena faktor sumber daya alam yang tidak mendukung. Keberadaan mereka pelan tapi pasti menjadi penyebab terjadinya akumulasi segala bentuk penyakit masyarakat seperti pelacuran, gelandangan / pengemis, anak jalanan, pencurian, perampokan, human trafficking, narapidana, dan lain - lain di suatu negara. Dengan demikian masyarakat marjinal ini bila tidak diberdayakan melalui pemberian solusi yang tepat, maka dapat menjadi bom waktu yang dahsyat, sehingga dapat merusak sendi - sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan, khususnya Pendidikan Non Formal (PNF) merupakan kata kunci yang tepat dalam mengurai benang kusut yang terjadi dalam masyarakat marjinal. Salah satu unsur dalam PNF adalah Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill). dimana inti dari Pendidikan Life Skill ini adalah pembelajaran pada peserta didik dengan mengutamakan aspek ketrampilan yang dapat dipakai sebagai penunjang dan pegangan hidup bagi mereka. Artinya ada relevansi pendidikan dengan kehidupan nyata yang nantinya akan dijalani oleh peserta didik. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) merupakan salah satu institusi dari Pendidikan Non Formal yang memiliki peran penting dan strategis sekali dalam upayanya memberdayakan masyarakat marjinal khususnya di bidang pendidikan yaitu melalui program – program pendidikan Life Skill seperti pertukangan kayu, otomotif, menjahit, bordir, sablon, elektro, komputer dan lain – lain. Sehingga tidak salah bila problem kemiskinan dan kebodohan yang dihadapi masyarakat marjinal dapat dicarikan solusinya melalui program - program PNF yang ada dalam institusi Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).

Kondisi Pendidikan Pada Masyarakat Marjinal

Salah satu kontribusi terbesar terserapnya peserta didik pada program Kesetaraan maupun Kecakapan Hidup (Life Skill) adalah masyarakat marjinal yang berada pada desa tertinggal / miskin akibat aspek Sumber Daya Alam yang tidak mendukung kehidupan mereka. Dari data yang ada, bahwa jumlah masyarakat miskin tahun 2004 sebanyak 36,1 juta dan tahun 2005 meningkat menjadi 54 juta, dimana sekitar 15,4 juta penduduk miskin tersebut mendapatkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang merupakan alokasi dana APBN dari kompensasi kenaikan BBM.

Kondisi di atas menjadi semakin rumit ketika terjadi krisis ekonomi yang kedua pada tahun 2007, yang menyebabkan kondisi sosial ekonomi masyarakat semakin terpuruk, yaitu banyaknya industri keuangan (bank, asuransi, lembaga kredit, dll) yang gulung tikar sehingga terjadi PHK masal. Dampak tersebut menyeret pula pada sektor industri yang masih banyak memiliki hutang pada lembaga keuangan, sehingga terjadi gagal pembayaran.

Masyarakat miskin desa ditambah dengan masyarakat miskin kota akibat PHK inilah yang memiliki kontribusi terbesar pada jumlah angka pengangguran terbuka di Indonesia yaitu tahun 2003 sebanyak 9,5 juta, tahun 2004 sebanyak 10,8 juta dan tahun 2005 sebanyak 11,27 juta serta jumlah penduduk setengah pengangguran sebanyak 30,1 juta. Mereka semua adalah penduduk usia produktif yang mengalami penurunan daya beli serta ketidakmampuan menyekolahkan anak mereka, artinya banyak diantara anak – anak mereka yang mengalami putus sekolah atau drop out.

Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa rata – rata lama pendidikan penduduk usia 15 tahun hanya 7,1% dibawah pendidikan dasar 9 tahun. Artinya penduduk dengan usia sampai 15 tahun yang dapat mengenyam pendidikan hanya 7,1%. Di lain pihak dapat dilihat pada data angka partisipasi sekolah, yaitu untuk penduduk usia 7-12 tahun (SD) 96%, usia 13-15 tahun (SMP) 81% dan usia 16-18 tahun (SMA) 50,97%. Hal ini berarti angka partisipasi sekolah menunjukkan tren yang semakin menurun, yaitu semakin tinggi jenjang suatu sekolah, maka semakin menurun kemampuan masyarakat untuk menyekolahkan anak – anak mereka.

Keberadaaan masyarakat marjinal dengan kondisi sosial, ekonomi, dan pendidikan seperti diatas akan berdampak pada menurunnya kemampuan mereka untuk menyekolahkan anak - anaknya, sehingga program pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa mengalami stagnasi. Artinya pemberdayaan masyarakat marjinal akan semakin sulit teratasi tanpa adanya peningkatan taraf hidup (pendapatan) masyarakat. Hal ini sesuai dengan fakta di beberapa negara maju, bahwa pendapatan masyarakat yang tinggi akan berbading lurus (berpengaruh) dengan peningkatan kualitas SDM. Sehingga akar permasalahan masyarakat marjinal sebenarnya adalah tidak adanya pendapatan / penghasilan yang memadai di kalangan mereka akibat terputusnya akses ekonomi, sehingga berdampak pada segi – segi kehidupan lainnya, termasuk pendidikan bagi anak – anak mereka.

Dengan demikian menurut penulis, bahwa kondisi masyarakat marjinal bila dibiarkan terus menerus akan berdampak pada sektor pendidikan seperti :
a. Semakin banyaknya angka putus sekolah (drop out) dan buta huruf di kalangan mereka.
b. Semakin menurunya kualitas SDM
c. Semakin tingginya angka pengangguran.
d. Semakin tingginya penyakit – penyakit sosial masyarakat dan kerawanan sosial masyarakat.
e. Indeks kemajuan pendidikan di Indonesia semakin tertinggal dengan negara – negara lain.

Konsep Dasar Pendidikan Life Skill

Beberapa pengertian tentang Life skill dari para ahli pendidikan berbeda – beda karena disesuaikan dengan kepentingan dari peserta didik, akan tetapi esensinya sama. Brolin (1989) mendifinisikan bahwa kecakapan hidup sebagai kontinum pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh seseorang untuk berfungsi independent dalam kehidupannya. Malik Fajar (2002) mendifinisikan kecakapan hidup sebagai kecakapan hidup untuk bekerja selain kecakapan untuk berorientasi ke jalur akademik. Sementara itu Tim Broad-Based Education Depdiknas (2002) menafsirkan kecakapan hidup sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.

Dalam konteks masyarakat marjinal ini maka pengertian – pengertian diatas merupakan konsep pemikiran yang perlu disosialisaikan pada masyarakat marjinal untuk memotivasi diri mereka dengan cara memberi bekal dasar dan latihan ketrampilan yang disesuaikan dengan nilai -- nilai kebutuhan hidup sehari – hari agar tidak selamanya mengalami keterpurukan dalam kehidupannya. Sehingga wajar apabila solusi PNF melalui pendidikan kecakapan hidup ini terus dikumandangkan pada mereka agar tertarik untuk mengikutinya baik di institusi pemerintah seperti SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) ataupun di lembaga – lembaga non profit seperti PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) maupun LSM yang menyelenggarakan pendidikan Life Skill bagi masyarakat kurang mampu.

Sementara itu menurut Tim Broad-Based Education Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah :
1. Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi.
2. Memberikan kesempatan pada sekolah (Formal / Non Formal) untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas.
3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah (Formal/Non Formal) dengan mendaur ulang limbah alam yang ada untuk dimanfaatkan sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.

Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan utama pendidikan kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan mampu, sanggup dan terampil menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya di masa datang. Esensi dari pendidikan kecakapan hidup adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan nilai – nilai kehidupan nyata, baik secara representatif maupun progresif.

Adanya pendidikan kecakapan hidup (Life Skill) bagi masyarakat marjinal ini akan memberikan manfaat yang nyata baik secara pribadi peserta didik maupun terhadap masyarakat lainnya yaitu :

1. Bagi peserta didik, akan dapat meningkatkan kualitas berfikir, kualitas kalbu, dan kualitas fisik. Peningkatan kualitas tersebut pada gilirannya akan dapat meningkatkan pilihan – pilihan dalam kehidupan individu, misalnya karir, penghasilan, pengaruh, prestise, kesehatan jasmani dan rohani, peluang pengembangan diri, kemampuan kompetitif dan kesejahteraan pribadi.

2. Bagi masyarakat, dapat meningkatkan kehidupan yang maju dan madani dengan indikator – indikator sebagai berikut : peningkatan kesejahteraan sosial, pengurangan prilaku destruktif sehingga dapat mereduksi masalah – masalah sosial dan tumbuhnya harmonisasi dalam masyarakat dengan memadukan nilai – nilai religi, solidaritas, ekonomi, kuasa dan seni (cita rasa).

Implementasi Pendidikan Life Skill terhadap Masyarakat Marjinal

Keberadaan masyarakat marjinal di sekitar kita merupakan fenomena yang wajar dan harus diterima sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Kita tidak dapat menghindar dari kenyataan tersebut sehingga tidak perlu saling menuding dan menyalahkan penyebab dari keberadaan mereka, Yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana upaya kita sebagai anggota keluarga besar bangsa Indonesia ini untuk turut serta mencari solusi dalam rangka memberdayakan mereka agar tidak mengalami keterpurukan yang berkelanjutan.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memberdayakan mereka adalah dengan peningkatan kualitas hidup melalui jalur pendidikan non formal yaitu dengan mengikutsertakan mereka ke dalam program pendidikan kecakapan hidup (Life Skill). Banyak jenis pendidikan Life Skill yang dapat mereka pilih sesuai dengan kebutuhan hidup sehari – hari mereka. Menurut Tim Broad- Based Education Depdiknas (2002) bahwa kecakapan hidup meliputi lima katagori yaitu : a) Kecakapan personal, b) Kecakapan berpikir rasional, c) Kecakapan sosial, d) Kecakapan akademik dan e) Kecakapan Kejuruan. Sementara itu menurut Slamet PH (2009) merumuskan kecakapan hidup dalam dua katagori yaitu :

1. Kecakapan hidup bersifat dasar, meliputi :

a. Kecakapan belajar terus menerus : merupakan kecakapan terpenting bagi peserta didik, karena mau belajar untuk menambah wawasan / ilmu, sehingga dapat membuka kesuksesan di masa depan.
b. Kecakapan Calistung : kecakapan ini dapat memberikan peserta didik untuk memahami dan menafsirkan informasi baik dalam bentuk bacaan, tulisan maupun hitungan.
c. Kecakapan berkomunikasi : peserta didik dapat berinteraksi baik lisan, tulisan, gambar, dan mendengar.
d. Kecakapan berpikir : peserta didik dapat berpikir secara deduktif – induktif, ilmiah, kritis nalar, rasional, sistemik, dan kreatif dalam memecahkan persoalan dan pengambilan keputusan.
e. Kecakapan kalbu : iman (spiritual), rasa dan emosi yang terkendali bagi peserta didik, merupakan unsur – unsur pembentuk jiwa yang kuat disamping juga akal.
f. Kecakapan mengelola kesehatan badan : dengan badan sehat dan kuat , maka segala aktivitas dapat dilakukan dengan baik oleh peserta didik.
g. Kecakapan merumuskan keinginan dan upaya untuk mencapainya : peserta didik dapat memotivasi diri agar teguh dan pantang menyerah dalam menggapai cita – cita.
h. Kecakapan berkeluarga dan sosial : peserta didik diajarkan tentang nilai-nilai kasih sayang dalam keluarga seperti kesopanan, toleransi, kedamaian, keadailan, respek, kecintaan, solidaritas dan tatakrama. Disamping itu juga nilai-nilai sosial kemasyarakatan seperti menjunjung tinggi HAM, peduli pada barang-barang milik publik, kerjasama, tanggungjawab, keterbukaan dan apresiasi terhadap keanekaragaman.

2. Kecakapan hidup instrumental, meliputi :

a. Kecakapan memanfaatkan teknologi dalam kehidupan : seperti memanfaatkan dalam bidang pertanian, peternakan, kerajinan, industri, perdagangan, dll.
b. Kecakapan mengelola sumber daya : seperti mengidentifikasi, mengorganisir, merencanakan dan mengalokasikan sumber daya.
c. Kecakapan bekerjasama dengan orang lain : diajarkan tentang pentingnya kebersamaan, menghargai orang lain, tangungjawab, akuntabilitas, manajemen negosiasi dan kepemimpinan.
d. Kecakapan memanfaatkan informasi : peserta didik diajarkan cara – cara mencari sumber informasi yang ada.
e. Kecakapan menggunakan sistem dalam kehidupan : diajarkan cara berpikir, cara mengelola dan cara menganalisis kehidupan sebagai sistem.
f. Kecakapan berwirausaha : peserta didik diajarkan untuk (1) bersikap dan berpikiran mandiri, (2) bersikap berani menaggung resiko, (3) tidak suka mencari kambing hitam, (4) berusaha menciptakan dan meningkatkan nilai sumber daya, (5) terbuka terhadap umpan balik, (6) selalu ingin perubahan yang lebih baik, (7) tidak pernah puas, selalu berinovasi dan improvisasi demi perbaikan, (8) memiliki tangungjawab moral yang baik.

Dalam kontek masyarakat marjinal, maka semua katagori kecakapan hidup seperti diatas baru dapat berdampak pada mereka jika katagori kecakapan hidup tersebut dapat mengangkat harkat kehidupan mereka yaitu bagaimana caranya agar mendapatkan penghasilan yang layak bagi kelangsungan hidup mereka. Dengan penghasilan yang layak tentunya mereka dapat mengatasi segala problema yang mereka hadapi, termasuk ketidakmampuan menyekolahkan putra putrinya. Sehingga berdasarkan lima katagori maupun dua katagori pendidikan life skill tadi, maka yang mungkin mereka pilih adalah kecakapan kejuruan / ketrampilan dengan dijiwai kecakapan berwirausaha, yaitu dengan memilih minat / bakat ketrampilan apa yang dapat dikuasai untuk mendapatkan penghasilan (income) dan berusaha untuk mandiri dengan cara berwirausaha. Ini adalah pilihan yang rasional yang saat ini mereka butuhkan.

Penerapan pendidikan life skill dengan memilih kecakapan kejuruan dan dengan dijiwai kecakapan berwirausaha dapat diaplikasikan jika mereka memiliki kesadaran akan potensi dirinya untuk berkembang serta bermanfaat bagi kelangsungan kehidupannya. Artinya mereka sadar akan butuh ilmu ketrampilan yang akan digunakan kelak untuk berwirausaha. Tinggal bagaimana mereka dapat mengasah kecakapan berpikir dan kecakapan mencari informasi tentang jenis ketrampilan apa saja yang dapat dipelajari dan di lembaga / institusi mana saja yang menyediakan pembelajaran kecakapan kejuruan tersebut.

Disinilah peran institusi Pendidikan Non Formal (PNF) seperti Sanggar Kegitan Belajar (SKB), PKBM serta LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat, untuk mengajak mereka (masyarakat marjinal) belajar kecakapan kejuruan / ketrampilan serta kecakapan berwirausaha. Ajakan dan himbauan ini tidaklah berguna jika metode pendekatan kita tidak menerapkan sistem “Human Approach” yaitu system pendekatan kemanusiaan dengan memberikan perngertian dan memotivasi mereka akan pentingnya belajar untuk menambah ilmu dan wawasan demi kelangsungan hidup mereka. Tentu hal ini tidak mudah dan membutuhkan waktu serta ketekunan tersendiri, sehingga diharapkan dengan kesadaran mereka sendiri untuk bangkit dari keterpurukan dan mereka bersedia belajar untuk menambah ilmu ketrampilan dan berwirausaha demi menatap masa depan yang lebih cerah. Apabila kesadaran dan motivasi untuk bangkit agar tetap survive, maka lambat laun permasalahan yang ada pada masyarakat marjinal dapat dikurangi.

Bagi institusi PNF yang menyelenggarakan pendidikan kecakapan hidup dapat memberikan berbagai macam ketrampilan seperti otomotif, las bubut, komputer, pertukangan, elektro, menjahit, border, kerajinan, sablon, agribsinis, peternakan, perikanan dan lain – lain. Dalam proses pembelajaran, maka seyogjanya institusi PNF tadi telah memiliki link / jaringan ke perusahaan untuk proses pemagangan dari peserta didik. Link / jaringan selajutnya yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian informasi tentang lembaga – lembaga keuangan yang dapat membiaya usaha mikro bagi peserta didik yang berkeinginan untuk usaha mandiri. Jika tahapan proses – proses yang telah dilakukan oleh institusi PNF tadi seperti pendekatan kemanusiaan, pemberian informasi, penyelenggaraan pendidikan, pemagangan dan permodalan dapat dilalui dengan baik, maka besar kemungkinan pemberdayaan masyarakat marjinal dapat dituntaskan melalui pendidikan Life Skill.

SUMBER BACAAN
Download artikel, Slamet _PH, 12 April 2010, Pendidikan Kecakapan Hidup : Konsep Dasar.
Download artikel, Ningrum Khasanah, 12 April 2010, Pembelajaran Life Skill (Kecakapan Hidup) Di Sekolah Alam Ar_Ridho Bukit Kencana Jaya Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
Download artikel, 16 April 2010, PKBM Solusi Pendidikan Memberdayakan Masyarakat Marjinal.
Download artikel, Sarah Serena, SH, MH, 16 April 2010, Negara, Pemiskinan Struktural dan Kaum Buruh.
Download artikel, Jawahir Tantowi, SH, PhD, 16 April 2010, Masyarakat Marjinal Perbatasan di Kalimantan Barat.

oleh : ACHMAD TAUFIK (UPT SKB KABUPATEN PONOROGO)

Sunday, June 5, 2011

Si Kecil Doyan Minuman Berenergi? Anak Bisa Kegemukan Lho

ara dokter memperingatkan bahwa anak-anak yang diberi minuman berenergi dapat menimbun berat badan. Pasalnya mereka belum tentu cukup aktif untuk membakar kalori tambahan.

Berdasarkan Daily Mail, para dokter mengatakan minuman berenergi yang mengandung antara 10 dan 270 kalori seharusnya tidak pernah diberikan kepada anak-anak. Sebaliknya mereka harus diberi air putih untuk melepaskan dahaga mereka, dan minum jus buah dan susu rendah lemak dalam jumlah yang disarankan sehari-hari bersama makanan.

Masalah tersembunyi dengan minuman berenergi adalah kafein, yang bisa mencapai kadar racun hingga 14 kali lebih besar daripada dalam minuman ringan lain. Stimulan itu sudah dikaitkan dengan kejang-kejang, diabetes, gangguan jantung dan gangguan perilaku.

Para dokter memperbarui peringatan mengenai minuman berenergi, dan potensi bahaya dari minuman berenergi, menyusul laporan para pakar dari anggota "American Academy of Pediatrics Committee on Nutrition.

"Bagi kebanyakan anak-anak yang terlibat dalam aktivitas fisik rutin, air putih adalah yang terbaik," kata Dr Holly Benjamin, penulis laporan dan seorang dokter di COmer Children's Hospital, bagian dari University of Chicago.

Dia mengatakan kebanyakan tingakt aktivitas anak-anak terlalu rendah untuk membakar kalori yang terdapat dalam minuman yang tidak dibutuhkan anak-anak, dan bisa menyebabkan obesitas dan kerusakan gigi.

"Ada banyak kekeliruan mengenai minuman olah raga dan minuman berenergi dan remaja sering tidak sadar mengenai perbedaannya," kata Dr Marcie Beth Schneider, yang turut menulis laporan. Dia praktek pengobatan remaja dan anak-anak di Connecticut.

"Beberapa anak minum minuman berenergi yang mengandung kafein dalam jumlah besar, saat tujuan mereka semata-mata untuk menghilangkan dehidrasi setelah olah raga. Ini berarti mereka menelan kafein dalam jumlah besar dan stimulan lain, yang bisa berbahaya.

Dr Schneider mengatakan dalam banyak kasus bisa sulit untuk mengatakan seberapa banyak kafein dalam produk dengan melihat label.

"Beberapa kaleng atau botol minuman berenergi bisa memiliki lebih dari 500mg kafein, yang setara dengan 14 kaleng soda," kata Schneider.

Di antara merek minuman berenergi yang disorot dalam laporan adalah Red Bull, Monster dan Rockstar. Minuman olah raga temasuk All Sport, Gatorade dan Powerade.

Pada bulan Februari, para dokter Amerika Serikat memperingatkan risiko kesehatan dari minuman berenergi dan mengatakan mereka harus diatur "sebagaimana alkohol dan tembakau."

"Minuman olah raga dan minuman berenergi dipasarkan untuk anak-anak dan remaja untuk berbagai macam penggunaan yang tidak tepat," kata laporan yang dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics itu.

"Kandungan kalori dalam minuman olah raga adalah 10 hingga 70 kalori dalam sekali penyajian, dan kandungan kalori minuman berenergi berkisar dari 10 hingga 270 kalori dalam sekali penyajian. Umumnya, ada sedikit kebutuhan untuk minuman yang mengandung karbohidrat selain asupan sari buah dan susu rendah lemak yang direkomendasikan sehari-hari.

"Konsumsi rutin karbohidrat yang terkandung dalam minuman olah raga oleh anak-anak dan remaja harus dihindari dan dibatasi. ASupan itu bisa mengantar pada konsumsi kalori berlebihan dan meningkatkan risiko obesitas sebagaimana pengikisan gigi."

Sumber: Antara