Tuesday, March 29, 2011

Si Buyung Mulai Kecanduan Internet? Begini Lho Bu, Cara "Mengawal"-nya

Mengakses internet sudah menjadi bagian dari gaya hidup anak. Bahkan, anak SD sekalipun sudah banyak yang menjadi penjelajah dunia maya. Nurlina Purbo, salah seorang pendiri Kelompok Remaja Melek IT (KeRMIT), memaparkan rambu-rambu berinternet yang harus diperhatikan orang tua:

* Sesuaikan pengawasan yang diberikan dengan usia anak.

* Di usia TK, anak hanya sebatas melihat dan menerima penjelasan tentang hal-hal yang ingin diketahuinya. Orang tua harus mencarikan informasi dan membukakan lamannya.

* Pada usia SD dan SMP, anak dapat browsing secara mandiri. Namun, beri batasan apa saja yang boleh dikunjunginya. Orang tua mesti berada di samping anak untuk mendampinginya berselancar di world wide web.

* Bekali anak dengan pegangan moral. Inilah yang akan memagari mereka dari keburukan yang mungkin ditemuinya saat browsing.

* Berikan aturan yang jelas. Pastikan anak memiliki batasan waktu maupun budget untuk mengakses internet. Rambu inilah yang dapat mengawal anak yang sudah remaja ketika memanfaatkan internet di kesehariannya.

Jika diperlukan, pasang parental software. Ada filter Asusila yang direkomendasikan Kementerian Kominfo, Ubuntu Muslim Edition, atau Blankon Sajadah yang bisa Anda unduh secara cuma-cuma.

sumber : www.republika.co.id

MEMBACA SEBAGAI SALAH SATU SARANA MENINGKATKAN POTENSI ANAK

Menurut Psikolog Dr. Rose mini,Mpsi, sesungguhnya setiap anak berbeda, tak ada anak yang sama meski dari rahim yang sama, yang perlu diyakini bahwa sejak dilahirkan anak sudah membawa berbagai potensi yang diturunkan kedua orangtuanya.
Orangtua sering sekali menutut anaknya untuk gemar membaca, tetapi kebanyakan mereka lupa bahwa minat baca anak tidak bisa datang dengan sendirinya. Minat baca harus di pupuk dari dalam keluarganya sendiri. Menciptakan suasana gemar membaca dalam keluarga dengan melibatkan aktivitas anak yang berhubungan dengan buku adalah salah satu cara terbaik untuk membangkitkan minat baca anak.


Bacaan anak sebagai media pendidikan dapat menggugah dan mengembangkan potensi seorang anak, untuk itu tentu saja harus dipergunakan dan dibutuhkan bacaan yang baik. Bacaan yang baik harus diperkenalkan orangtua (orang dewasa) kepada anak dengan antusiasme, ini dapat tercapai kalau kita sendiri mengenal bacaan anak sehingga dapat membimbing anak, meskipun nantinya pilihan dapat kita serahkan pada mereka sendiri.


Lalu potensi apa saja yang dapat kita gugah dan kembangkan pada diri seorang anak? Bakat dan kreatifitas anak dapat dikembangkan misalnya melalui buku-buku yang mempunyai ilustrasi yang bagus. Melalui bagian cerita yang indah memungkinkan anak terdorong untuk menulis, membuat puisi, sehingga apresiasi mereka terhadap bahasa dapat ditingkatkan. Dengan membaca buku fiksi ilmiah, imajinasi anak dapat mengantisipasi teknologi masa depan.


Melalui buku-buku non-fiksi yang bersifat informasi maka wawasan anak tentang lingkungan bertambah dan ini dapat menolong mereka mengamati lingkungannya. Menggugah dan mengembangkan potensi anak serta pemahaman nilai-nilai dapat tercapai dengan baik, bila disekolah maupun di perpustakaan anak dibiasakan untuk memberikan tanggapan mengenai buku yang dibacanya. Misalnya dengan cara mendiskusikan sebuah buku atau cerita, mengajak anak-anak untuk banyak bertanya dan melontarkan pendapatnya, membandingkan ilustrasi buku atau diminta membuat ilustrasi buku yang di bacanya sesuai dengan interpretasi anak masing-masing, mendiskusikan bahasa yang dipakai pengarang dan sebagainya.


Peranan Ibu dan Bapak
Mungkin ibu dan bapak sudah mengetahui bahwa anak harus didekatkan pada buku sejak mereka masih kecil untuk membentuk mereka menjadi manusia yang berwatak, arif berwawasan dan berinteligensia tinggi di kemudian hari. Jadi jelaslah bahwa dalam kehidupan keluarga, minat dan kecintaan membaca seorang anak harus ditanamkan dan dimulai oleh ibu dan bapak. Ibu dan bapak harus dapat memberi contoh kepada anak-anaknya. Karena itu ibu dan bapak haruslah merupakan pribadi yang gemar membaca juga.


Menurut penelitian Prof. Benyamin Bloom (Jim Trelease, 1982) bahwa 50% kematangan intelegensia seorang anak tidak hanya suka meniru-niru suara-suara yang didengar di rumahnya (termasuk suara TV), mereka meniru perbuatan orang tuanya.
Beberapa saran yang digunakan untuk mendekatkan anak pada sastra:
1) Biasakan anak-anak bergaul dan dikelilingi buku dirumah sejak mereka belum bersekolah (masa prasekolah).
2) Kita dapat memperkenalkan sastra pada anak-anak sebelum mereka dapat membaca dengan cara membacakan buku yang baik dan sesuai untuk anak prasekolah.
3) Tidak benar bahwa membacakan cerita pada anak akan mematikan inisiatifnya untuk dapat membaca sendiri. Justru sebaliknya, anak akan suka membaca dan lebih cepat dapat membaca, karena anak terbiasa melihat huruf dan kata-kata.
4) Janganlah segera berhenti membacakan cerita pada anak segera setelah mereka dapat membaca sendiri.
5) Ibu dan bapak haruslah mau meluangkan waktu untuk bercerita atau membacakan buku pada anak secara teratur setiap hari..
6) Carilah waktu saat ibu bapak dan anak sama-sama dalam keadaan santai.
7) Hal lain yang perlu diajarkan pada anak adalah belajar merawat dan menyayangi buku.
8) Janganlah memberikan buku yang sarat dengan pesan-pesan moral, karena anak akan bosan dan tidak mau membacanya.

Langkah Menciptakan Suasana Membaca
1) Fisik: Ruang yang bersih, terasa lega dimana buku-buku disusun secara rapi dan teratur serta terawat bersih maka dengan sendirinya mengajar anak untuk mencintai dan menyukai memasuki suatu ruangan yang disebut sebagai perpustakaan.
2) Mental: Ibu dan bapak tidak hanya mengajar membaca, tetapi juga memotivasi anak menyukai membaca dan menjadi pembaca yang baik.
3) Sarana: Anak harus dikelilingi dengan buku. Oleh karena itu, dirumah harus mempunyai banyak koleksi buku yang mudah didapat. Selain buku idealnya juga tersedia film strip, video, film yang isinya berhubungan dengan bacaan.

DAFTAR PUSTAKA
Buku Mendongeng dan Minat Membaca, DR. Murti Bananta, SS; MA, Jakarta : 2004
Menumbuhkan Kemandirian dan Harga Diri Anak, Deborah K. Parker, M.Ed, Jakarta : 2006

sumber : www.paudni.kemdiknas.go.id/bppnfi1/

Monday, March 28, 2011

PKBM BERBASIS KERAKYATAN MENUJU INDUSTRI

Pengantar

Keberadaan dan kiprah PKBM setelah lahirnya UU Sisdiknas semakin mencuat. PKBM bukan lagi plang nomor 2 dalam khasanah Pendidikan di Indonesia. Berdasarkan pengakuan konstitusi ini, tugas keluarga besar PKBM adalah merubah citra, pola dan perjuangan untuk sama sejajar dengan semua lembaga pendidikan lainnya di Indonesia. Jika tidak, PKBM hanya dipandang sebagai sebuah lembaga proyek yang akan hidup berdasar belas kasih Pendidikan Luar Sekkolah (PLS), pada hal PKBM berada di tengah masyarakat dan kiprahnya ditunggu 90 juta masyarakat miskin yang ingin memperoleh pendidikan. Untuk itu, tugas PKBM harus cerdas, tersistim dan profesional agar keberadaannya eksis di masyarakat.
Krisis ekonomi yang masih terus berkelanjutan, ditambah lagi munculnya berbagai krisis seperti krisis politik, moral, intelektual telah turut menimbulkan dampak pada moral anak sebagai salah satu dampak dari keterbatasan waktu bagi orangtua untuk memperhatikan pendidikan anak.
Kebijakan pemerintah di bidang PLS dan PKBM, khususnya di Sumatera Utara merupakan hal yang sangat menggembirakan, dimana warga masyarakat khususnya masyarakat dengan berbagai keterbatasan dapat belajar tanpa batasan usia yang ditentukan. Waktu belajar juga dapat ditentukan bersama. Oleh karena itu PKBM merupakan salah satu wadah dan mitra untuk masyarakat dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa menjadi lebih mandiri, cerdas, terampil dan berguna bagi masyarakat itu sendiri.
Beragamnya niat, tujuan dan pola dalam menjalankan aktifitas PKBM membuat PKBM sampai saat ini belum bisa bangkit. Hanya beberapa PKBM saja yang terus bergeliat menuju perubahan dan eksis di tengah masyarakat. Peran pengelola, Subdis PLS bersama Forum PKBM sangat besar dalam mensosialisasikan misi, visi dan tujuan PKBM untuk sampai ke target utama agar pelayanan prima bisa dinikmati oleh masyarakat.

PKBM Berbasis Kerakyatan Menuju Industri

Melihat fenomena dan keberadaan PKBM saat ini, Pengelola PKBM sudah harus berani, cerdas dan inovatif dalam merancang fundraising guna membiayai program, arif dalam melaksanakan capacity building dan mulai melakukan loby-loby dalam membangun networking, sehingga dapat menjawab permasalahan yang muncul serta mampu bertahan tanpa subsidi dari pemerintah.
Keberadaan PKBM saat ini sudah harus mulai diarahkan kepada pola PKBM Berbasis Kerakyatan Menuju Industri, dimana PKBM harus mampu mensinergikan programnya dengan program pemerintah melalui Dinas/Instansi terkait dan juga sudah dapat diarahkan menjalin kerja sama dengan dunia industri/perdagangan. Untuk itu PKBM harus merancang pola dan strategi berupa patron dan pemikiran yang di beri nama PANCALOGI PEMBAHARUAN PKBM :

1. Kebijakan Transisi (saat Anggaran belum turun, program harus jalan)
2. Pelaksanaan dan Pemeliharaan Program dan Asset PKBM
3. Perbaikan Mutu Hasil Pelayanan PKBM
4. Penataan Sumber Pendanaan PKBM
5. Penataan Atmosfir Kelembagaa PKBM

Kelima unsur akan di tata dalam KEBIJAKAN UMUM :
1. Penataan Sistim Informasi, Administrasi, Keuangan, kesetaraan & Lifeskill (Industri)
2. Peningkatan mutu pelayanan ke pada PD dan masyarakat bukan kepada oknum PLS (birokrat)
3. Relevansi (Link and Mach- Lifeskill berbasis Industri)
4. Pemerataan Kesejahteraan dan SDM (Pengelola, Penyelenggara, Tutor & Peserta Didik)

Penutup

Mengenai Konsep PKBM Berbasis Kemasyarakatan Menuju Industri dapat dikembangkan sesuai dengan karakter PKBM yang diselaraskan dengan karaketer sosial dan budaya lingkungan PKBM.

Oleh : Zulfikar El Ridho, SE (Pengelola PKBM Econom Medan)
Sumber: www.paudni.kemdiknas.go.id/bppnfi1/

Sunday, March 27, 2011

Membangun Kecerdasan Anak dengan Cerita

SETIAP kali sebelum tidur terngiang-ngiang suara dan terbayang-bayang mimik muka almarhumah emak bercerita kepada kami lima kakak beradik. Kami berebut untuk duduk paling rapat dengan emak untuk mendengar kisah dari Al-Quran, cerita rakyat yang sarat dengan teladan dan kesusahan hidup emak zaman penjajahan Jepang. Kami kakak beradik tidak jemu-jemu mendengarnya walaupun berkali-kali ceritanya diulang. Saat itu mendamaikan jiwa dan masih menenangkan perasaan saya apabila mengenangkan kembali nostalgia itu.

Kini, tradisi ini diteruskan kepada anak saya yang berusia delapan, tujuh dan satu tahun. Mata mereka akan bersinar kegembiraan dan kadang-kadang dahi berkerut karena coba memahami apa yang diceritakan. Pertanyaan mereka banyak sekali. Adik kecil yang baru berusia setahun juga seperti mengerti dan sesekali coba bertanya dengan mengeluarkan bunyi yang belum difahami. Sangat susah untuk berhenti dari bercerita karena permintaan anak banyak sekali. Ia kadangkadang agak meletihkan, tetapi kegembiraan anak dan ucapan sayang serta terima kasih dari mereka setelah selesai bercerita cukup menghibur. Kanak-kanak dan cerita bagaikan tidak bisa dipisahkan. Peranan cerita adalah besar dalam proses pendidikan sebuah generasi.

Cerita dapat membantu kanak-kanak memperkuatkan imaginasi, meningkatkan pengalaman, mengembangkan penguasaan bahasa serta memberikan pelajaran budi pekerti dan nilai murni melalui peristiwa yang diungkap dalamnya. Banyak ibu bapak marah apabila anak seperti tidak mengindahkan kata-kata ketika coba memberi nasihat atau mendisiplinkan mereka dengan akhlak mulia. Mereka kadang kala tidak menurut kata ibu bapak bukan karena nakal tetapi tidak faham nasihat atau arahan yang diberikan. Contohnya, kanak-kanak berusia lima tahun diberi nasihat supaya jangan durhaka kepada ibu bapa karena perbuatan ini dimurkai Allah dan berdosa. Perkataan derhaka mungkin biasa bagi kita, tetapi ia adalah baru dan susah untuk mereka fahami. Cara paling berkesan menerangkan maksud durhaka adalah dengan bercerita. Contohnya, kisah Si Malin Kundang yang durhaka kepada ibunya. Anak akan lebih mudah memahami sesuatu perkataan apabila mereka dapat mengaitkannya dengan cerita yang disampaikan atau dibacakan kepada mereka.

Zaman kian berubah, kini aktivitas bercerita banyak diambil alih oleh guru sekolah, TPA, pengasuh playgroup, televisi dan komputer. Bagaimanapun ibu bapak harus memupuk minat dan mencari masa untuk bercerita kepada anak. Bercerita adalah aktivitas yang sangat berkesan untuk mendekati anak dalam kesibukan ibu bapak sekarang. Secara tidak langsung anak akan merasakan mereka diberi perhatian dan dihargai. Ada juga ibu bapak yang merasakan apabila anak pandai membaca, kerja mereka semakin mudah karena mereka mampu membaca sendiri cerita kegemaran masing-masing. Mereka tidak perlu lagi bercerita.

Pakar pendidikan mengatakan bahawa ibu bapak masih perlu membacakan cerita kepada kanak-kanak di bawah umur 12 tahun. Kanak-kanak pada usia ini masih memerlukan panduan dari ibu bapak untuk menerangkan maksud perkataan yang tidak mereka fahami dan untuk memperjelaskan hikmah dari cerita yang dibaca.

Islam sangat menggalakkan aktivitas bercerita. Al-Quran mengandungi banyak kisah. Manusia memperoleh pelajaran berharga darinya. Keunggulan al-Quran terbukti mendidik manusia dari generasi ke generasi dan tiada tandingannya. Kita diajak bercerita mengenai kisah nyata yang diceritakan Allah dalam al-Quran seperti firman-Nya yang bermaksud: Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berfikir.(Surah al-Araf, ayat 176) Kisah Al-Quran senantiasa mengajar bahwa kebenaran akan melenyapkan kebatilan. Ini dapat memberi kesan dalam diri anak bahwa orang yang suka membuat dosa dan maksiat akan kecundang akhirnya. Perasaan ini penting untuk membenihkan keimanan dan akhlak mulia anak sejak kecil.

Keagungan dan kebesaran Allah bisa disampaikan melalui cerita mengenai kebaikan dan keindahan makhluk ciptaan Allah seperti haiwan, serangga dan tumbuhtumbuhan sesuai dengan fitrah anak-anak yang sukakan hewan dan tumbuh-tumbuhan. Kisah Rasulullah, nabi, sahabat dan pahlawan Islam juga akan dapat membantu anak-anak mencintai dan mencontohi sifat terpuji mereka.

Banyak teknik bercerita yang boleh digunakan, termasuk bercerita secara lisan, dengan bantuan buku cerita, kertas bergambar dan boneka. Carilah cerita yang akan memberi manfaat dan mengandungi unsur humor yang dapat menarik perhatian anak-anak. Apabila bercerita secara lisan, gunakan nada suara dan mimik muka yang sesuai supaya menarik perhatian, mudah difahami dan menyentuh perasaan. Elakkan cerita yang terlampau susah untuk difahami dan banyak mengandungi penafsiran yang belum mampu digarap oleh anak-anak.

Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berfikir.

(Surah al-Araf, ayat 176)
sumber :http://dunia-ibu.co.cc

Pendidikan Anak Usia Dini Lewat Keluarga

Sebagian masyarakat Indonesia belum sepenuhnya menyadari pentingnya pendidikan bagi anak usia dini. Padahal, pendidikan anak usia dini (PAUD) saat ini diakui menjadi tahapan penting dalam pendidikan anak, seperti tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional.

PAUD merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun rohani anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Usia 0 sampai 6 tahun merupakan masa emas bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Selain gizi yang cukup, beragam stimulus atau rangsangan untuk perkembangan fisik, yakni koordinasi syaraf motorik halus dan kasar, kecerdasan yang meliputi daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi serta kecerdasan spritual.

Oleh sebab itu, pendidikan yang diberikan pada anak usia dini, bukan saja sangat penting bagi perkembangan kemampuan dasar anak untuk menempuh jenjang pendidikan selanjutnya, tetapi juga turut memberikan kontribusi yang sangat besar dalam mempercepat keberhasilan peningkatan SDM.

Selain itu, usia dini, khususnya pada usia 0-5 tahun atau di bawah lima tahun (Balita), juga merupakan kurun waktu yang sangat menentukan bagi pembentukan karakter dan kepribadian seorang anak.

Usia 0-5 tahun ini juga merupakan usia penting bagi pengembangan intelegensi permanen diri seorang anak. Oleh sebab itu, di negara-negara maju, pembangunan pendidikan untuk anak usia dini ini mendapat perhatian yang sangat serius serta menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Itu sebabnya, setiap orang tua dapat menjadikan anaknya seorang anak yang cerdas dan kreatif. Semua orang tua dapat melakukannya, jika para orag tua mau mengutamakan kebutuhan dan kepentingan sang anak.

Berkenaan dengan upaya untuk membentuk kecerdasan seorang anak, selain terpenuhinya kebutuhan fisik-biologis, terutama kebutuhan gizi yang baik sejak dalam kandungan serta kasih sayang yang dapat memberikan rasa aman, terlindungi, dihargai dan diperhatikan, maka hal lain yang harus dilakukan adalah dengan memberikan stimulasi sedini mungkin sejak dalam kandungan serta pada masa keemasan tumbuh kembang sang anak.

Adapun yang dimaksud dengan stimulasi dini adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir yang dilakukan setiap hari untuk merangsang semua sistem panca indera. Dan, sebagai bentuk pendidikan, stimulasi dimaksud sebaiknya diberikan sejak janin berusia 6 bulan dalam kandungan.

Kemudian, guna membentuk anak yang kreatif, orang tua harus dapat memberi contoh tanpa memaksa, akan tetapi memberi keberanian atau tantangan untuk anak berkreasi, memberikan penghargaan dan pujian atas keberhasilan dan perilaku yang baik. Memberikan koreksi dan bukan dalam bentuk ancaman atau hukuman bila anak melakukan kesalahan.

Terkait dengan pentingnya PAUD ini, baik itu yang dilakukan secara formal, non formal atau informal, pemerintah dan masyarakat perlu mengkaji, menelaah dan mencarikan jalan keluar yang terbaik, khususnya terhadap berbagai permasalahan yang menyebabkan PAUD, pada sebagian besar masyarakat kita belum mendapat perhatian yang serius.

Karena, dalam kenyataannya, dengan berbagai faktor penyebab, sebagian besar masyarakat, terutama orang tua belum begitu memahami akan potensi luar biasa yang dimiliki anak-anak pada usia yang sangat menentukan tumbuh kembang seorang anak tersebut.

Sebagai contoh, masih terbatasnya pengetahuan dan informasi yang dimiliki orangtua yang menyebabkan potensi yang dimiliki anak tidak dapat berkembang dengan baik sebagaimana mestinya.

Kesuksesan pendidikan dalam upaya mencerdaskan kehidupan berbangsa yang berbasis moral dan akhlak mulia, sangat tergantung pada penyelenggaraan PAUD. Semua ini menunjukan betapa pentingnya PAUD sebagai pendidikan yang berhubungan dengan moralitas.

Karena, dari berbagai penelitian pun terbukti bahwa usia dini (0-6 tahun) merupakan periode atau masa keemasan (the golden age) yang sangat menentukan tahap perkembangan anak selanjutnya. Disebutkan bahwa kecerdasan anak 50 persen dicapai pada usia 0-4 tahun, sebanyak 80 persen pada usia delapan tahun dan 100 persen pada usia 18 tahun.

Pada masa emas, seorang anak mampu menyerap ide dan ilmu atau pelajaran jauh lebih kuat daripada orang dewasa, sehingga memberikan pendidikan kepada anak di usia tersebut sangat penting untuk tumbuh kembangnya.

Penelitian itu juga menyebutkan, kecepatan pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari keseluruhan perkembangan otak anak selama hidupnya sehingga pada usia emas merupakan waktu yang sangat tepat untuk menggali segala potensi kecerdasan anak sebanyak-banyaknya.

Namun sayangnya, pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan anak usia dini masih terbilang rendah. Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknas, Ace Suryadi mengakui saat ini penyelenggaraan PAUD belum menjadi prioritas pemerintah sehingga penyelenggaran PAUD masih menjadi inisiatif swasta dan masyarakat .

Karena belum menjadi prioritas, lanjut Ace Suryadi maka masih banyak anak usia dini yang berada di pedesaan serta mereka yang berasal dari keluarga miskin tidak memiliki kesempatan memperoleh pendidikan yang layak sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar 9 tahun.

Oleh karena itu, Depdiknas tengah merintis program PAUD berbasis keluarga atau home schooling PAUD untuk memperluas akses pendidikan pra sekolah bagi anak usia 0-6 tahun khususnya bagi kelompok tidak mampu sebelum memasuki pendidikan dasar.

Konsep dasar dirintisnya PAUD berbasis keluarga adalah karena banyak orangtua yang belum memperoleh kesempatan untuk mengirimkan anaknya ke PAUD, seperti taman penitipan anak, Taman Kanak-kanak, Play Group dan sejenisnya karena keterbatasan ekonomi.

Diharapkan, dengan program PAUD berbasis keluarga ini akan membina orang tua dan keluarga untuk terlibat langsung mengembangkan fungsi jasmani dan rohani anak berkembang secara baik. Peningkatan akses dan mutu layanan PAUD ke berbagai daerah tanpa mengenal status dan latar belakang akan menentukan keberhasilan program peningkatan partisipasi masyarakat dalam mensukseskan PAUD di Indonesia.

Program PAUD berbasis keluarga ini juga harus mengemban misi membangun bangsa dengan hati nurani. Dimana setiap masyarakat ikut ambil bagian dalam mensosialisasikan pentingnya PAUD bagi anak usia dini kepada setiap keluarga, terutama dalam mempersiapkan mereka memasuki pendidikan dasar.

Lebih lanjut Ace mengatakan, program PAUD berbasis keluarga bertujuan untuk menanamkan konsep pendidikan bagi anak pra sekolah dengan cara-cara benar seperti tanpa kekerasan, tanpa ancaman, tanpa harus ditakut-takuti sehingga tanpa memandang status dan latar belakang keluarganya, maka anak-anak memiliki kesempatan untuk tumbuh kembang secara baik dan siap memasuki pendidikan lanjutan.

Banyaknya anak usia dini belum terlayani dengan baik. Hal ini memang merupakan satu tantangan besar bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia pada umumnya, karena mereka merupakan aset yang bernilai tinggi bagi bangsa. Nasib bangsa ini ditentukan di tangan mereka. Jika generasi sekarang sudah rusak, maka ke depan negara ini akan dipenuhi oleh generasi yang sudah rusak pula.

Oleh : James P. Pardede
sumber : http://japarde.multiply.com

Friday, March 25, 2011

KREATIVITAS ANAK USIA DINI

Usia dini adalah usia yang paling kritis atau paling menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang. Perolehan kesempatan untuk dapat mengoptimalkan tugas-tugas perkembangan pada usia dini sangat menentukan keberhasilan perkembangan anak selanjutnya.

Setiap orang pada dasarnya memiliki bakat kreatif tanpa kecuali walaupun setiap orang berbeda dalam macam bakat yang dimiliki serta derajat atau tingkat dimilikinya bakat tersebut. Satu hal yang penting adalah bahwa ditinjau dari segi pendidikan, bakat kreatif dapat ditingkatkan, dan karena itu perlu dipupuk sejak dini. Bila bakat kreatif tersebut tidak dipupuk maka bakat tersebut tidak akan berkembang, bahkan menjadi bakat terpendam, yang tidak dapat diwujudkan.

Untuk memahami kreativitas pada anak-anak, ada satu yang harus membedakan kreativitas dari kecerdasan dan bakat. Ward (1974) menyatakan tentang kreativitas anak-anak dapat dibedakan dari kemampuan kognitif. Studi-studi terakhir menunjukkan bahwa komponen-komponen dari potensi kreatif dapat dibedakan dari kecerdasan (Moran, 1983). Istilah ”gifted” sering digunakan untuk menyatakan anak yang memiliki kecerdasan tinggi. Wallach (1970) berpendapat bahwa ”kecerdasan dan kreativitas tidak terikat satu sama lain, dan anak yang sangat kreatif bisa saja kecerdasannya tidak tinggi”. Kreativitas tidak hanya di dalam musik, seni, atau penulisan, tetapi juga di dalam ilmu pengetahuan, ilmu kemasyarakatan dan bidang-bidang lain.


Untuk anak-anak, kreativitas difokuskan pada proses: pembuatan gagasan-gagasan. Penerimaan orang dewasa dari banyaknya gagasan-gagasan di dalam suasana yang tidak evaluatif akan membantu anak-anak menghasilkan lebih banyak gagasan-gagasan atau bergerak ke langkah yang berikutnya, evaluasi diri. Ketika anak-anak mengembangkan kemampuan untuk evaluasi diri, mutu isu-isu dan pembuatan produk-produk menjadi lebih penting. Penekanan pada usia ini adalah menjelajah kemampuan-kemampuan mereka untuk menghasilkan dan mengevaluasi hipotesis, dan meninjau kembali gagasan mereka yang didasarkan pada evaluasi. Evaluasi oleh yang lain dan ukuran-ukuran untuk produk-produk dengan sebenarnya penting hanya digunakan anak remaja atau orang dewasa yang lebih tua.

BAGAIMANA ORANG DEWASA MENDORONG KREATIVITAS?

1. Menyediakan lingkungan yang mengizinkan anak untuk menjelajah dan bermain tanpa pengekangan-pengekangan yang tak pantas.
2. Menyesuaikan diri dengan gagasan-gagasan anak-anak.
3. Menerima gagasan-gagasan yang tidak biasa dari anak-anak, pemecahan masalah divergen anak-anak
4. Mengggunakan pemecahan masalah kreatif di semua bagian-bagian pelajaran. Gunakan masalah yang secara alami tentu saja terjadi di hidup setiap hari
5. Memberikan waktu untuk anak menjelajah semua berbagai kemungkinan, menggerakkan dari populer ke gagasan-gagasan lebih asli.
6. Menekankan proses dibanding produk.

BERMAIN DAN KREATIVITAS

Kreativitas anak usia dini adalah kreativitas alamiah yang dibawa dari sejak lahir. Kreativitas alami seorang anak usia dini terlihat dari rasa ingin tahunya yang besar. Hal ini terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada orang tuanya terhadap sesuatu yang dilihatnya. Adakalanya pertanyaan itu diulang-ulang dan tidak ada habis-habisnya. Selain itu anak juga senang mengutak-atik alat mainannya sehingga tidak awet dan cepat rusak hanya karena rasa ingin tahu terhadap proses kejadian.

Para ahli menegaskan bahwa kreativitas mencapai puncaknya di usia antara 4 sampai 4,5 tahun. Anak usia prasekolah memiliki imajinasi yang amat kaya sedangkan imajinasi merupakan dasar dari semua jenis kegiatan kreatif. Mereka memiliki “kreativitas alamiah” yang tampak dari perilaku seperti sering bertanya, tertarik untuk mencoba segala sesuatu, dan memiliki daya khayal yang kuat (Kak Seto, 2004:11).

Menurut Abdurrahman (2005:35), kreativitas anak adalah kemampuan untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran yang asli, tidak biasa, dan sangat fleksibel dalam merespon dan mengembangkan pemikiran dan aktivitas. Pada anak usia dini kreativitas akan terlihat jelas ketika anak bermain, di mana ia menciptakan berbagai bentuk karya, lukisan ataupun khayalan spontanitas dengan alat mainannya. Adapun ciri-ciri kreativitas alamiah meliputi: imajinatif, senang menjajaki lingkungan (exploring), banyak mengajukan pertanyaan, mempunyai rasa ingin tahu yang kuat, suka melakukan ”eksperimen”, terbuka untuk rangsangan-rangsangan baru, berminat untuk melakukan macam-macam hal, ingin mendapatkan pengalaman-pengalaman baru, dan tidak pernah merasa bosan (Majalah Nakita, 2003: 7 edisi Agustus 2003).

Bermain adalah awal dari perkembangan kreativitas, karena dalam kegiatan yang menyenangkan itu, anak dapat mengungkapkan gagasan-gagasan secara bebas dalam hubungan dengan lingkungannya. Oleh karena itu kegiatan tersebut dapat dijadikan dasar dalam mengembangkan kreativitas anak.

Guilford (dalam Hawadi, 2001:3) dengan analisis faktornya menemukan ada lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif: pertama, kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk memproduksi banyak gagasan. Kedua, keluwesan (flexibility) adalah kemampuan mengajukan bermacam-macam pendekatan atau jalan pemecahan masalah. Ketiga, keaslian (originality) adalah kemampuan untuk melahirkan gagasan-gagasan asli sebagai hasil pemikiran sendiri dan tidak klise. Keempat, penguraian (elaboration) adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terperinci. Kelima, perumusan kembali (redefinition) adalah kemampuan untuk mengkaji kembali suatu persoalan melalui cara dan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah lazim.

ALASAN PERLUNYA DIKEMBANGKAN KREATIVITAS PADA ANAK

Dr. Utami Munandar memberikan empat alasan perlunya dikembangkan kreativitas pada anak yaitu: Pertama, dengan berkreasi anak dapat mewujudkan dirinya dan ini merupakan kebutuhan pokok manusia. Kedua, kreativitas atau cara berpikir kreatif, dalam arti kemampuan untuk menemukan cara-cara baru memecahkan suatu permasalahan. Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak saja berguna tapi juga memberikan kepuasan pada individu. Hal ini terlihat jelas pada anak-anak yang bermain balok-balok atau permainan konstruktif lainnya. Mereka tanpa bosan menyusun bentuk-bentuk kombinasi baru dengan alat permainannya sehingga seringkali lupa terhadap hal-hal lain. Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas dan taraf hidupnya. Dengan kreativitas seseorang terdorong untuk membuat ide-ide, penemuan-penemuan atau teknologi baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREATIVITAS

Kreativitas seseorang berkembang dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (diri sendiri) dan eksternal (lingkungan). Faktor-faktor yang bersumber dari diri sendiri, seperti kondisi kesehatan fisik, tingkat kecerdesan (IQ), dan kesehatan mental. Sementara faktor lingkungan yang mendukung perkembangan kreativitas yaitu, (1) orang tua atau pendidik dapat menerima anak apa adanya, serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya dia baik dan mampu, (2) orang tua atau guru bersikap empati kepada anak, dalam arti mereka memahami pikiran, perasaan, dan perilaku anak, (3) orang tua atau pendidik memberi kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pendapatnya, (4) orang tua atau pendidik memupuk sikap dan minat anak dengan berbagai kegiatan yang positif, (5) orang tua atau pendidik menyediakan sarana prasarana pendidikan yang memungkinkan anak mengembangkan keterampilannya dalam membuat karya-karya yang produktif-inovatif.

Kreativitas membutuhkan EQ (kecerdasan emosional). Goleman seorang pakar EQ mengatakan, IQ menyumbang 20 persen saja dalam keberhasilan seseorang sementara 80 persen lainnya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan lainnya. Misalnya kesediaan untuk bekerja keras, disiplin, rasa percaya diri, dan termasuk di dalamnya EQ. Kesemuanya faktor penunjang kreativitas ini dapat dibina, dilatih, dan dikembangkan sejak anak berusia dini.

Antara kreativitas dan intelegensi terdapat perbedaan. Apabila kita mengacu kepada teori Guilford tentang Structure of Intelect (dalam Hawadi, 2001:19) maka intelegensi lebih menyangkut pada cara berpikir konvergen (memusat), sedangkan kreativitas lebih berkenaan dengan cara berpikir divergen (menyebar). Munandar menjelaskan bahwa berpikir konvergen adalah pemberian jawaban atau penarikan kesimpulan yang logis (penalaran) dari informasi yang digunakan dengan penekanan pada pencapaian jawaban tunggal yang paling tepat. Adapun berpikir divergen (yang juga disebut berpikir kreatif) adalah kemampuan memberikan bermacam-macam jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman, jumlah, dan kesesuaian.

Mengenai hubungan kreativitas dan intelegensi dapat diamati melalui hasil studi para ilmuwan psikologi. Torrance (1965) dalam temuan hasil penelitiannya menjelaskan bahwa anak-anak yang tinggi kreativitasnya memiliki taraf intelegensi (IQ) di bawah rata-rata IQ kelompok sebayanya. Dalam kaitannya dengan keberbakatan (giftedness), Torrance mengemukakan bahwa IQ tidak dapat dijadikan ukuran satu-satunya sebagai kriteria untuk mengidentifikasi anak-anak yang berbakat. Apabila yang digunakan untuk menetukan kriteria keberbakatan hanya IQ, diperkirakan 70% anak yang memiliki tingkat kreativitas tinggi akan tersingkir dari penyaringan.

PERAN ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK

Kreativitas merupakan kunci sukses dan keberhasilan dalam kehidupan. Orang yang tidak kreatif, kehidupannya statis dan sulit sekali meraih keberhasilan. Dengan keadaan zaman yang sudah mengglobal dan penuh dengan tantangan serta persaingan seperti sekarang ini membutuhkan orang-orang yang kreatif. Begitu bermaknanya kreativitas bagi kehidupan seseorang, maka pendidikan dan pengembangan kreativitas tidak bisa ditunda-tunda, harus dimulai sejak usia dini. Agar kreativitas anak dapat berkembang secara optimal, maka orang tua atau guru dapat melakukan strategi 4P yaitu ; Pribadi, Pendorong, Proses, dan Produk.

Pribadi, orang tua harus paham, tiap anak memiliki pribadi berbeda, tiap anak adalah unik. Karena itu kreativitas juga merupakan sesuatu yang unik. Pendorong, untuk mengembangkan kreativitas anak, orang tua harus dapat memberikan dorongan kepada anaknya agar dapat memunculkan motivasi dalam diri anak yaitu motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Proses, jika sarana dan prasana sudah tersedia, dorongan sudah ada, maka anakpun akan berproses dan berkreasi. Nah, proses inilah yang penting untuk anak ketika bermain. Ia akan merasa mampu dan senang bersibuk diri secara kreatif. Entah dengan melukis, menyusun balok-balok menjadi sebuah menara dan sebagainya. Hargailah kreasinya tanpa perlu berlebihan. Sebab, secara intuitif anak akan tahu, apakah penghargaan itu tulus atau sekadar basa-basi. Produk, setelah ketiga faktor di atas dipenuhi, maka anakpun akan menghasilkan produk kreatif. Produk kreatif anak usia dini dapat berupa lukisan, alat mainan, bentukan tanah liat. Peran orang tua di sini adalah memberikan penghargaan atas produk-produk yang dihasilkan anak dengan cara memberi pujian atau memajang hasil karya anak.

Kreativitas anak akan berkembang jika orang tua mempunyai kebiasaan-kebiasaan kreatif seperti teliti, cermat, disiplin, dan keteraturan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dicontoh oleh anak. Selain itu kreatif dalam berkarya seperti membuat alat permainan bersama-sama dengan anak, memanfaatkan bahan-bahan alami yang ada di lingkungan atau bahan bekas kemasan kebutuhan rumah tangga.

Peran orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam memfasilitasi perkembangan kreativitas anak, bukan memaksakan kehendak kepada anak. Karena kreativitas lebih bersifat personal dan privasi, ketimbang sosial dan massal, maka tumbuh kembangnya membutuhkan berbagai interaksi. Menumbuhkembangkan pola interaksi yang positif antara orang tua dengan anak di rumah melalui bermain dengan suasana yang menyenangkan merupakan sarana yang paling baik untuk merangsang dan mengembangkan kreativitas anak.


DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, J. 2005. Tahapan Mendidik Anak. Bandung: Irsyad Baitus Salam
Hawadi, R. 2001. Kreativitas. Jakarta:Grasindo
Moeslichatoen. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak. Jakarta: Rineka Cipta
Munandar, U. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta
Safaria, T. 2005. Creativity Quotient. Jogjakarta: Platinum
Seto. 2004. Bermain dan Kreativitas. Jakarta:Papas Sinar Sinanti
Supriadi, D. 1997. Kreativitas Kebudayaan dan Perkembangan IPTEK. Bandung: Alfabeta
Widayati, C. Sri, dkk. 2002. Reformasi Pendidikan Dasar. Jakarta: Grasindo

Oleh : Prima Dewi Gratia, M.Pd (Pamong Belajar BPPNFI Regional 1 Medan)
sumber : http://www.paudni.kemdiknas.go.id/bppnfi1/

Wednesday, March 23, 2011

MEMBANGUN INSAN CERDAS MELALUI PERCEPATAN PEMBERANTASAN BUTA AKSARA

Membaca merupakan kunci memasuki dunia pengetahuan yang maha luas. Membaca adalah jembatan untuk menguasai dan menerapkan ilmu pengetahuan ke dalam kehidupan sampai tercapai tatanan yang lebih baik dan sejahtera. Membaca juga merupakan proses awal dalam sebuah perubahan menuju masyarakat bangsa yang maju dan madani.

Dalam “EFA Global Monitoring Report, Literacy for Life (2006), UNESCO menyimpulkan terdapat korelasi yang kuat antara kemampuan membaca dengan investasi dan kinerja seseorang. Membaca (keaksaraan) akan mempermudah seseorang untuk memahami informasi terkait bidang kerja dan berbagai aspek lain menyangkut peningkatan kualitas hidup. Laporan tersebut menilai bahwa masalah buta aksara merupakan masalah yang dimiliki oleh sebagian besar negara-negara dunia yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Kebutaaksaraan sangat terkait dengan kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan serta ketidakberdayan suatu masyarakat. Hal ini sangat berkaitan dengan sejarah suatu bangsa dimana umumnya negara-negara miskin dan korban jajahan memiliki penduduk dengan tingkat buta aksara yang tinggi.

Namun demikian, buta aksara sesungguhnya tidak hanya ada di negara-negara berkembang dan berpenduduk besar tetapi juga di negara-negara maju termasuk Inggris dan Amerika Serikat. Bedanya, saat ini mereka sudah terbebas, sementara negara-negara bekas jajahan mereka masih menjadi penyandang buta aksara yang besar. Demikian pula dengan Amerika Serikat dimana tingkat buta aksara yang dialaminya dipengaruhi oleh dua masalah utama yaitu tingkat kelahiran dan komposisi etnis.

Laporan Antara tanggal 2 Mei 2008, menyebutkan bahwa pada tahun 1990, tiga orang ahli dengan berbagai spesialisasi yaitu Amartya Sen, Mahbud ul Haq serta Gustav Ranis mengembangkan suatu ukuran komperatif. Ukuran ini mengadopsi tiga hal utama yang diyakini paling mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia, yaitu umur harapan hidup (life expectancy), tingkat melek aksara (literacy), kombinasi tingkat siswa yang mendaftar di sekolah dasar, menengah dan tinggi (gross enrollment ratio), serta tingkat kesejahteraan (product domestic bruto). Ukuran itu dinamakan Human Development Index (HDI). Dan Indonesia ditempatkan pada posisi 108 dari 177 negara.

Sementara itu, tingginya tingkat buta aksara di Indonesia disebabkan oleh lima penyebab utama, yakni tingginya angka putus Sekolah Dasar (SD), beratnya kondisi geografis Indonesia, munculnya penyandang buta aksara baru, pengaruh faktor sosiologis masyarakat, serta kembalinya seseorang menjadi penderita buta aksara.

Pemberantasan buta aksara merupakan pekerjaan yang tidak mudah, namun juga tidak mustahil uuntuk dilakukan. Upaya pemberantasan buta aksara saat ini dilakukan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.

Pengalaman pemerintah Indonesia sejak tahun 1970-an menunjukkan tingkat pemberantasan buta aksara tidak terlalu stabil, namun dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Pada tahun 2006, penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang buta aksara menurun 8,07 persen atau 12.881.080 orang. Dari jumlah tersebut, 68,5 persennya adalah perempuan (Depdiknas, 2006). Penduduk Indonesia yang masih buta aksara umumnya berdomisili di pelosok pedesaan maupun di daerah-daerah terpencil. Pemerintah bertekad untuk menurunkannya hingga lima persen pada tahun 2009. Ini berarti pada tahun 2009 mendatang sekitar 7,5 juta pnduduk harus sudah melek aksara. Data BPS menunjukkan, setiap tahunnya pemerintah hanya mampu memberantas buta aksara antara 150.000-200.000 orang. Apabila tidak dilakukan suatu terobosan dalam pelaksanaan pemberantasan buta aksara, maka dibutuhkan sekitar 12,5 tahun untuk mencapai angka buta aksara 5 persen.

Dengan target penurunan angka buta aksara menjadi 7,7 juta orang pada akhir tahun 2009 berarti tingkat pemberantasan buta aksara selama periode tahun 2007-2009 harus mencapai 13,4 persen per tahun. Suatu angka yang tidak kecil dan menuntut kerja keras semua pihak, baik dari birokrasi, dalam hal ini Depdiknas dan Dinas Pendidikan di Provinsi, kabupaten/kota serta mitra dari LSM. Masalah pendanaan bukan lagi kendala setelah pemerintah berkomitmen mengalokasikan dana yang cukup besar bagi pemberantasan buta aksara (PBA), misalnya tahun 2007 dalam APBD setiap daerah disiapkan Rp. 247,4 miliar. Persoalan justeru muncul pada ketersediaan sumber daya manusia (SDM) pelaksana di lapangan.

Pemberantasan buta aksara di Indonesia memasuki babak baru. Seperti yang di kutip dari Antara News 2 Mei 2008, Ibu Negara RI Ani Bambang Yudhoyono, memimpikan pada suatu hari nanti semua rumah di Indonesia akan menjadi rumah pintar, dan setiap anak Indonesia menjadi pintar. "Indonesia menjadi negara paling makmur di dunia," kata Ibu Ani pada presentasi di Sidang UNESCO bertajuk "UNESCO Regional Conferences In Support of Global Literacy", yang berlangsung di Beijing, China, akhir Juli 2007. Dalam dialog dengan para ibu negara dari sembilan negara, yaitu Amerika Serikat, Australia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam, Ibu Ani memperkenalkan tiga program yang berasal dari buah pemikirannya sendiri, yaitu Mobil Pintar, Motor Pintar, dan Rumah Pintar. Ketiga program ini sebenarnya telah digagas sejak tahun 2005 bekerjasama dengan Universitas Negeri Jakarta dan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB). Pertimbangan yang paling mendasari gagasan ketiga program ini adalah sangat sulitnya masyarakat menjangkau perpustakaan. Dengan program Mobil dan Motor Pintar, masyarakat akan didatangi. Oleh karena itu, diharapkan program ini dapat meningkatkan minat baca masyarakat dan semakin mempercepat pemberantasan buta aksara.

Pendirian Taman Bacan Masyarakat (TBM) merupakan sarana yang cukup efektif dalam upaya pemberantasan buta aksara. Taman Bacaan Masyarakat merupakan bagian dari perpustakaan yang secara umum dapat memberikan pelayanan kebutuhan membaca di kalangan masyarakat. Pendirian TBM dapat mempercepat pemberantasan buta aksara, juga dapat menciptakan masyarakat gemar membaca (socity reading). Dengan semakin tinggi intensitas membaca seseorang, akan semakin banyak informasi dan pengetahuan yang diserap. Dampaknya memperkuat basis kecakapan hidup dan kompetensi yang dimiliki seseorang yang berujung pada meningkatnya kualitas kerja.

Selanjutnya kesuksesan pelaksanaan program pemberantasan buta aksara di berbagai pelosok tanah air diharapkan akan memperbaiki Human Developmen Indeks (HDI) yang saat ini berada di rating 108 dari 177 negara di dunia. Tapi di balik itu semua yang terpenting adalah lahirnya insan Indonesia yang cerdas, kreatif dan mandiri berkat membaca. Dan setelah itu tentu saja baru kita bisa dengan lantang mengatakan Bangkit Indnesia, Merdeka !

Oleh : Fauziah Rahmah Lubis (Pamong Belajar BPPNFI Regional 1 Medan)
sumber : www.bppnfi-reg-1.go.id

Monday, March 21, 2011

PAUD MEMBANGUN PILAR MORAL BANGSA

“Kecil teranjak-anjak besar terbawa-bawa”, demikian salah satu pepatah Bahasa Indonesia yang menekankan pentingnya mendidik anak sejak dini. Demikian juga dalam kehidupan suku Batak Toba ada istilah atau peribahasa yang mengatakan “ Salah mandasor sega luhutan” yang artinya jika kita salah mendidik anak maka kesalahan tersebut akan terus dibawa sampai dewasa yang akibatnya akan buruk bagi diri dan lingkungan anak. Anak adalah masa depan bangsa, generasi yang akan meneruskan kehidupan dan martabat bangsa. Bagaimana Bangsa Indonesia mempersiapkan generasinya untuk tetap berharkat, bermartabat dan maju dalam segala bidang?

Dalam kurun waktu antara tahun 2000 sampai sekarang, perkembangan teknologi amat pesat. Anak-anak semakin pintar, permainan-permainan canggih juga sangat banyak. Di mana-mana terdapat permainan yang sangat diminati anak-anak bahkan seolah-olah menjadi ”kebutuhan” yang amat penting seperti video game, playstation dan lain-lain. Tetapi sungguh disayangkan kemajuan teknologi ini sangat sedikit memberikan pengaruh positif bagi anak-anak. Dengan bermain video game atau games on live (dalam internet) anak-anak tumbuh menjadi individual, kompetitif dan lingkungan sosialnya yang terbatas. Tontonan televisi juga banyak memberikan pengaruh negatif bagi anak dimana film dan kartun yang banyak menonjolkan kekerasan serta sinetron yang kurang mendidik seperti cerita mistik dan cerita yang tidak masuk akal. Banyak kasus kriminal yang terjadi di Indonesia yang dilakukan anak-anak, remaja bahkan orang tua terhadap anak merupakan dampak negatif dari kemajuan teknologi. Bahkan, hampir semua guru mengatakan bahwa tahun-tahun belakangan ini adalah masa-masa yang paling sulit untuk mendidik siswa-siswa di sekolah.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yang akhir-akhir ini semakin santer terdengar adalah langkah pertama dan utama untuk menghindari kemungkinan permasalahan di atas terus berkelanjutan.

Melalui PAUD kita bisa membangun moral bangsa, sikap dan karakter dengan beberapa alasan yang sangat mendasar, antara lain :
Pertama, dasar pemikiran pentingnya PAUD adalah bahwa pembentukan karakter bangsa dan kehandalan sumber daya manusia ditentukan oleh perlakuan yang tepat kepada anak sedini mungkin, artinya pembelajaran diarahkan kepada pembentukan karakter agar anak bisa mandiri, bertanggung jawab, berani mengambil keputusan serta menghindari pendidikan yang sifatnya mengancam dan menakut-nakuti.
Kedua, tujuan PAUD adalah membentuk anak Indonesia yang berkualitas dimana anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal untuk memasuki pendidikan dasar serta fase kehidupan selanjutnya.
Ketiga, hasil yang diharapkan adalah anak mendapatkan rangsangan dan kesempatan yang besar untuk mengembangkan potensi dirinya dalam suasana penuh kasih sayang, aman, terpenuhi kebutuhan dasarnya dan kaya stimulasi.
Keempat, visi program PAUD terwujudnya anak usia dini yang sehat, cerdas, ceria, berbudi pekerti luhur serta memiliki kesiapan baik fisik maupun mental dalam memasuki pendidikan dan kehidupan selanjutnya.
Kelima, misi program PAUD mengupayakan layanan pendidikan bagi seluruh anak di Indonesia tanpa terkecuali dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya yaitu insan yang beriman, bertaqwa, disiplin, mandiri, inovatif, kreatif, memiliki kesetiakawanan sosial yang tinggi, berorientasi masa depan, serta mempunyai kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Keenam, pendidikan akan menghasilkan tiga perubahan yakni; pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik) dan sikap (afektif).

Bagaimana suatu bangsa akan kokoh bila moral masyarakatnya tidak lagi diperdulikan? Bagaimana suatu bangsa akan sejahtera bila anggota DPRnya adu jotos di kursi terhormat, bila pejabat atau pemerintah tidak lagi menganggap korupsi sebagai dosa? Tidak ada jalan lain untuk memperbaiki moral bangsa selain pendidikan yang baik dan benar serta berkelanjutan yang tentunya dimulai dari usia dini.

* Penulis: Eli Tohonan Tua Pane,S.Pd (Pamong Belajar BP-PNFI Reg.I
dan Anggota National Earlychild Specialist Team (NEST))

Sunday, March 20, 2011

Education for Sustainable Development (EfSD) : Peran Pendidikan Non Formal ?

Berbagai teori dan pendekatan pendidikan telah dirumuskan oleh pakar pendidikan dunia, beberapa sudah menjadi deklarasi dunia seperti yang telah diprakarsai oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), salah satunya adalah konsep pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan (Education for Sustainable Development - EfSD). Konsep EfSD telah lama dikemukakan di dunia Internasional (UNESCO) akan tetapi di Indonesia secara implisit belum dituangkan dalam pendidikan nasional, meskipun secara parsial terdapat dalam pendidikan lingkungan hidup, ekonomi dan sosial.

Ide tentang EfSD pertama kali dincetuskan oleh Prof. Dr. Hans J. A. Van Ginkel, mantan rektor United Nations (UN) University dan Staf Ahli Sekjen UN. EfSD lahir dilatarbelakangi kondisi dunia kontemporer yang menghadapi persoalan makin kompleks dan mengarah pada situasi chaos. Hal ini terlihat dari makin meningkatnya pertumbuhan populasi dunia melebihi kapasitas produktivitas natural bumi. Semakin cepatnya perkembangan komunikasi dan transportasi, melahirkan sejumlah masalah besar dalam hal globalisasi, perdagangan, lingkungan, pembangunan, dan kemiskinan. Melalui EfSD diharapkan terbangun kapasitas komunitas atau bangsa yang mampu membangun, mengembangkan, dan mengimplementasikan rencana kegiatan yang mengarah kepada sustainable development.

Konsep sustainable development adalah pola pemanfaatan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan tetap memelihara lingkungan, sehingga kebutuhan itu bukan hanya terpenuhi hari ini tetapi juga untuk generasi mendatang ”Sustainable development as development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs”. Pembangunan/pengembangan berkelanjutan adalah pembangunan/pengembangan yang mampu memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. EfSD adalah pendidikan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, yaitu pendidikan yang memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua orang terutama generasi mendatang untuk berkontribusi lebih baik bagi pengembangan berkelanjutan pada masa sekarang dan yang akan datang.

EfSD menekankan pada 3 pilar yaitu ekonomi, ekologi atau lingkungan, dan sosial. Ketiga aspek tersebut saling beririsan, tidak terpisah-pisah. Contohnya kesehatan dan kesejahteraan masyarakat tergantung pada lingkungan yang bersih sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti mendapatkan makanan dan sumber daya, air bersih, dan udara bersih. Berkelanjutan berarti berpikir tentang masa mendatang, di mana lingkungan, masyarakat dan ekonomi menjadi pertimbangan sehingga diperoleh keseimbangan dalam pengembangan dan upaya meningkatkan kualitas hidup.

Fungsi dan manfat EfSD; pertama, terbangun kapasitas komunitas/bangsa yang mampu membangun, mengembangkan, dan mengimplementasikan rencana kegiatan yang mengarah kepada sustainable development, yaitu kegiatan yang mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan ekosistem. Kedua, mendidik manusia agar sadar tentang individual responsibility yang harus dikontribusikan, menghormati hak-hak orang lain, alam dan diversitas, dapat menentukan pilihan/keputusan yang bertanggungjawab, dan mampu mengartikulasikan semua itu dalam tindakan nyata. Ketiga, menumbuhkan komitmen untuk berkontribusi dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik, dunia yang lebih aman dan nyaman, baik sekarang maupun di masa mendatang.

Tahun 2005 – 2014 ditetapkan sebagai dasawarsa EfSD. Tujuan akhir dasawarsa ini ialah bahwa pendidikan pembangunan berkelanjutan haruslah menjadi lebih daripada sekedar sebuah semboyan. Akan tetapi menghasilkan kenyataan konkret bagi kita semua, perorangan, organisasi, pemerintahan dalam segala keputusan dan tindakan kita, sehingga terpenuhilah janji adanya sebuah planet yang berkelanjutan dan dunia yang lebih aman bagi anak, cucu, dan keturunan kita. Hal ini berarti pendidikan harus mampu menanggapi masalah-masalah sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan hidup yang kita hadapi dalam abad ke-21.

Perlu dibedakan antara pendidikan tentang pengembangan berkelanjutan dan pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan. Kata pertama mempunyai makna pembelajaran untuk kesadaran atau pembahasan secara teoritis. Sedangkan kata yang kedua, pendidikan digunakan sebagai upaya, sebagai alat atau cara untuk mencapai sustainibilitas. Tentu saja yang dimaksud bukan hanya sekedar pembahasan secara teoritis. Masyarakat merupakan sasaran yang harus dijangkau EfSD, unsur masyarakat mulai dari anak anak, remaja, dewasa sampai orang tua, laki-laki, perempuan, kelompok dan golongan masyarakat apapun adalah tempat EfSD ditanamkan dan disemaikan. EfSD harus diakarkan di masyarakat lokal karena dampak pembangunan berkelanjutan dan pembangunan tidak berkelanjutan dirasakan langsung di tingkat lokal.

Lantas bagaimana peran Pendidikan Non Formal? Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan serta berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Tentu saja menerapkan EfSD pada masyarakat akan mendapat tantangan, oleh karena itu sistem pendidikan nonf ormal harus selalu berbenah diri mengikuti proses perkembangan pendidikan pada khususnya dan proses perkembangan serta pembangunan pada umumnya. Bagi lembaga pendidikan formal (PNF), EfSD hendaklah tidak dianggap sebagai tambahan satu mata ajar lagi dalam kurikulum. Pembangunan berkelanjutkan selayaknya dapat diintegrasikan dalam konteks semua program PNF.

EfSD mencakup konservasi dan preservasi tentang lingkungan dan hubungan sosial antarmanusia dan keberlangsungan manusia. Pendidikan non formal berperan mendidik manusia untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap dirinya dan lingkungannya.” Banyak masalah yang perlu dipikirkan, seperti penebangan hutan untuk kepentingan segelintir manusia, pertambangan liar, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di daerah terpencil dan banyaknya warga yang tidak mempunyai keterampilan akan membuat peluang mengimplementasikan pendidikan untuk pengembangan yang berkelanjutan semakin kecil. Akibatnya keterikatan kita terhadap energi semakin tinggi. Oleh sebab itu tidak ada alternatif lain, tenaga kerja kita harus terdidik karena itu merupakan kunci peningkatan ekonomi berbasis pengembangan berkelanjutan. Masyarakat yang tingkat pendidikannya lebih tinggi akan lebih banyak terlibat dalam pengambilan keputusan. Mereka akan mampu membaca data yang dilaporkan oleh masyarakat. Kualitas hidup, pendidikan juga sebagai upaya utama untuk meningkatkan kualitas hidup.

Pendidikan dapat meningkatkan perekonomian keluarga, meningkatkan kualitas kehidupan, menurunkan tingkat kematian dan meningkatkan kualitas pendidikan untuk generasi berikutnya, termasuk perekonomiannya, pendidikan yang baik berimplikasi pada individu dan bangsa. Pendidikan nonformal menjadi bagian penting dalam pemberdayaan masyarakat. PNF lebih mempunyai makna sebagai salah satu jalur pendidikan yang dapat dipilih oleh masyarakat, selain jalur pendidikan formal. Layanan pendidikan yang diberikan jauh lebih memberikan keterampilan, kecakapan dan multi makna yang mampu meningkatkan kesejahteraan hidup peserta didiknya. PNF dengan sifat pembelajaran yang luwes, fleksibel, berorientasi pada kebutuhan pasar/masyarakat dan bertumpu pada kecakapan hidup mempunyai kemampuan untuk menembus seluruh lapisan masyarakat. Ini sesuai dengan motto PNF, “menjangkau yang belum terlayani”.

Kecakapan hidup merupakan konsepsi yang bermaksud memberi kepada seseorang bekal pengetahuan, keterampilan dan kecakapan fungsional berupa kecakapan pribadi, sosial, akademik dan vokasional secara praktis, ditambah dengan peningkatan kemampuan kewirausahaan serta nilai professional. Pada akhirnya seseorang mampu bekerja dan/atau berusaha mandiri dengan memanfaatkan potensi dan peluang lingkungannya untuk meningkatkan mutu kehidupannya dan menjaga kelestarian lingkungannya. Pendidikan kecakapan hidup mempunyai spektrum luas baik subjek maupun objeknya. Adanya pembatasan kelompok sasaran peserta program untuk masyarakat miskin, buta aksara, tidak sekolah, putus sekolah dan antarjenjang pendidikan dan masyarakat marginal lain yang dilakukan untuk memfokuskan hasil dari peserta program yaitu, (1) memberikan keterampilan bekerja; (2) mendorong peserta berusaha mandiri akan memberi kemudahan bagi PTK PNF untuk mengimplementasikan EfSD. Dengan demikian tujuan akhir pendidikan kecakapan hidup yaitu untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraaan dan produktivitas hidup masyarakat marginal dapat tercapai dibarengi dengan harmoni sosial dan lingkungan masyarakat.

Ada beberapa metode yang dapat ditempuh dan dilaksanakan berkesinambungan dalam upaya penerapan konsep EfSD secara berulang-ulang yaitu melalui ceramah, diskusi, seminar, percontohan, keteladanan, spanduk, selebaran, brosur, dan iklan, termasuk yang ditayangkan di media televisi, dirilis di radio, dipasang di jalan-jalan, termasuk di internet seperti milis dan facebook. Kenyataan memang sebagai subsistem pendidikan nasional PNF dihadapkan pada dua tantangan besar pembangunan PNF. Pertama, bagaimana PNF mampu melaksanakan komitmen nasional untuk mengembangkan mutu pendidikan. Kedua, bagaimana PNF mampu berperan efektif membantu menyelesaikan masalah masyarakat lapisan bawah, yang memiliki keterbatasan akibat ekonomi, geologis, sosial dan demografis.

Pendekatan untuk mengintegrasikan aspek mutu dalam mengembangkan program PNF serta melibatkan seluruh stakeholder pendidikan merupakan strategi untuk menjawab tantangan tersebut dan sekaligus dapat mendukung konsep EfSD. Bagi PNF, program-program yang tidak mempertimbangkan mutu tidak akan efektif. PNF diharapkan dapat mengatasi persoalan tersebut, asalkan dilakukan dengan strategi yang efektif, melibatkan seluruh komponen pendidikan khususnya satuan-satuan pendidikan non formal yang meliputi, Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP), PKBM, Lembaga Pengembangan/Pemberdayaan Terpadu Masyarakat (LPTM), organisasi sosial, ormas, LSM dan organisasi perempuan membangun jaringan kerja dengan stakeholder pendidikan. Langkah utama yang harus dilakukan adalah menyiapkan pendidik dan tenaga kependidikan PNF sehingga memiliki kompetensi EfSD. Kegiatan yang ditempuh salah satunya kegiatan diklat yang berkaitan dengan pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan atau Education for Sustainable Development (EfSD) bagi PTK-PNF, yang fokus kepada kegiatan peningkatan kompetensi terhadap pemahaman global yaitu berkaitan dengan meningkatnya world interlinkages, seperti masalah globalisasi ekonomi, perdagangan, pembangunan, kemiskinan, lingkungan, dan cuaca. Dengan demikian PTK PNF dapat meningkatkan kompetensi dalam mendidik masyarakat agar lebih sadar akan tanggungjawab secara individu dan kelompok yang dikontribusikan dengan menghormati hak-hak orang lain, alam dan diversitas, serta menentukan pilihan yang bertanggungjawab dan mampu mengartikulasikan semua itu dalam tindakan nyata.

Oleh karena sasaran PNF sangat luas, yaitu mencakup segala lapisan masyarakat, tidak terbatas pada usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, anak yang belum pernah sekolah, putus sekolah, dan masyarakat yang pengetahuan dan keterampilannya sangat rendah (termarginalkan), maka diklat EfSD menjadi penting dilakukan kepada PTK PNF, karena hasil diklat akan terimplementasi langsung dengan perubuhan mindset masyarakat. Program diklat seyogianya dirancang untuk mendukung pengembangan berkelanjutan bagi PTK Nonformal. yaitu dengan mengubah pola hidup hemat untuk menjaga keseimbangan konsumsi dan produksi, melaksanakan implementasi teknologi baru yang ramah lingkungan dan pembentukan organisasi-organisasi sosial untuk bersama-sama mengkaji sebab-akibat serta mengatasi permasalahan perubahan global.

Pendidikan non formal ditutut dapat menerapkan konsep tersebut, oleh karena itu dibutuhkan kompetensi dari pendidik dan tenaga kependidikan non formal misalnya kompetensi Pendidik PAUD tentang kesadaran lingkungan pada anak usia dini, perilaku hidup bersih dan sehat, konsep belajar melalui bermain. Kompetensi Pamong Belajar tentang pemahaman konsep pendidikan lingkungan hidup berbasis EfSD (Ekologi, Manajemen Lingkungan, Pengelolaan Limbah, Pemanfaatan Sumber Daya Alam seperti Air dan Tanah). Kompetensi pamong belajar dan penilik tentang konsep pengembangan wawasan kebangsaan (HAM, Kewarganegaraan, Kesetaraan, Gender, Masa Depan Berkelanjutan, Kemitraan, Produksi dan Konsumsi Berkelanjutan, dan Pemerintahan). Kompetensi instruktur kursus tentang; kecakapan hidup (life skills) yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan, pengelolaan limbah, manajemen lingkungan, pembuatan kompos, handycraft, bengkel, otomotif, dan lain-lain.

Referensi

·http://www.unep.net/ United Nations Environment Network, UNEP.
·http://www.sustainabilitystreet.org.au/Sustainability Street:
·http://www.esdtoolkit.org/ Education for Sustainable Development Toolkit.
·http://www.nssd.net/: National Strategies for Sustainable Development.
·www.unesco.org/education/desd: Education for Sustainable Development, UNESCO.
·www.unescobkk.org/esd: ESD Asia-Pacific, UNESCO Bangkok.
·www.undp.org/fssd: Frameworks and Strategies for Sustainable Development
·www.ias.unu.edu/research/educationsd.cfm: Institute of Advanced Studies, UNU
·http://www.360ways.org/ 360 Ways Sustainable Development Voyage
·www.paris21.org/betterworld/home.htm: A Better World for All:
·www.un.org/esa/sustdev/agenda21.htm: Agenda 21
·www.comminit.com/ma2004/sld-9999.html: Communication for Sustainable Development
·www.worldbank.org/depweb: DEPweb Explore Sustainable Development.
·http://www.sdnp.undp.org/ Sustainable Development Networking Programme.
·www.unesco.org/education/tlsf/index.htm: Teaching and Learning for a Sustainable Future.
·http://www.atkisson.com/ Atkisson Sustainability Consulting.
·http://www.azam.org.my/AZAM development communication NGO, Sarawak
·Makalah, Prof. Dr. Retno S. Sudibyo, M.Sc.,Apt., Wakil Rektor Senior Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada,
·www.jugaguru.com: Pedoman EfSD melalui P4TK
·www.infokursus.net.: EfSD Desa Vokasi (paparan di Menado)

Oleh : Lenni Arta FS Sinaga (Pamong Belajar BPPNFI Regional 1 Medan)

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN BAHASA ANAK USIA DINI

Dalam berkomunikasi, bahasa merupakan alat yang penting bagi setiap orang. Melalui berbahasa seseorang atau anak akan dapat mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik dengan bahasa sehingga anak dapat membangun hubungan sehingga tidak mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak yang cerdas.

Bahasa dapat dimaknai sebagai suatu sistem tanda, baik lisan maupun tulisan dan merupakan sistem komunikasi antar manusia. Bahasa mencakup komunikasi non verbal dan komunikasi verbal serta dapat dipelajari secara teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki seseorang, demikian juga bahasa merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan bahasa agar dapat memahami dengan baik . Anak akan dapat mengembangkan kemampuannya dalam bidang pengucapan bunyi, menulis, membaca yang sangat mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih tinggi.


Implementasi Pengembangan Bahasa

Implementasi pengembangan bahasa pada anak tidak terlepas dari berbagai teori yang dikemukakan para ahli. Berbagai pendapat tersebut tentu saja tidak semuanya sama, namun perlu dipelajari agar pendidik dapat memahami apa saja yang mendasari dalam penerapan pengembangan bahasa pada anak usia dini. Pemahaman akan berbagai teori dalam pengembangan bahasa dapat mempengaruhi dal

am menerapkan metoda yang tepat bagi implementasi terhadap pengembangan bahasa anak itu sendiri sehingga diharapkan pendidik mampu mencari dan membuat bahan pengajaran yang sesuai dengan tingkat usia anak. Adapun beberapa teori yang dapat dijadikan rujukan dalam implementasi pembelajaran bahasa adalah:

1) Teori behaviorist oleh Skinner, mendefinisikan bahwa pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku yang dibentuk oleh lingkungan eksternalnya, artinya pengetahuan merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungannya melalui pengkondisian stimulus yang menimbulkan respon. Perubahan lingkungan pembelajaran dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak secara bertahap. Perilaku positif jika diperkuat cenderung untuk diulangi lagi karena pemberian penguatan secara berkala dan disesuaikan dengan kemampuan anak akan efektif untuk membentuk perilaku anak. Latihan yang diberikan kepada anak harus dalam bentuk pertanyaan (stimulus) dan jawaban (respon) yang dikenalkan anak melalui tahapan-tahapan, mulai dari yang sederhana sampai pada yang lebih rumit contoh: sistem pembelajaran drilling. Anak akan memberikan respon pada setiap pembelajaran dan dapat segera memberikan balikan. Di sini Pendidik perlu memberikan penguatan terhadap hasil kerja anak yang baik dengan pujian atau hadiah.

2) Teori Nativist oleh Chomsky, mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalam diri anak. Pada saat seorang anak lahir, dia telah memiliki seperangkan kemampuan berbahasa yang disebut ‘Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’. Meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada, hal ini karena anak memiliki sistem bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan Bahasa (Language Acquisition Devise/LAD). Teori ini berpengaruh pada pembelajaran bahasa dimana anak perlu mendapatkan model pembelajaran bahasa sejak dini. Anak akan belajar bahasa dengan cepat sebelum usia 10 tahun apalagi menyangkut bahasa kedua (second language). Lebih dari usia 10 tahun, anak akan kesulitan dalam mempelajari bahasa.

3) Teori Constructive oleh Piaget, Vigotsky dan Gardner, menyatakan bahwa perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain sehingga pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia tertentu, tetapi melalui interaksi sosial anak akan mengalami peningkatan kemampuan berpikir. Pengaruhnya dalam pembelajaran bahasa adalah anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan sementara anak melakukan kegiatan perlu didorong untuk sering berkomunikasi. Adanya anak yang lebih tua usianya atau orang dewasa yang mendampingi pembelajaran dan mengajak bercakap-cakap akan menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih tinggi atau melejitkan potensi kecerdasan bahasa yang sudah dimiliki anak. Oleh karena itu pendidik perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk meningkatkan pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas.

Permainan yang dapat mendukung terciptanya rangsangan pada anak dalam berbahasa antara lain alat peraga berupa gambar yang terdapat pada buku atau poster, mendengarkan lagu atau nyanyian, menonton film atau mendengarkan suara kaset, membaca cerita (story reading/story telling) ataupun mendongeng. Semua aktivitas yang dapat merangsang kemampuan anak dalam berbahasa dapat diciptakan sendiri oleh pendidik. Pendidik dapat berimprovisasi dan mengembangkan sendiri dengan cara menerapkannya kepada anak sesuai dengan kondisi dan lingkungannya. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak seperti:

1) Permainan ”Pilih Satu Benda”, dilakukan dengan membagi anak dalam beberapa kelompok. Tiap kelompok mendapatkan 10 macam benda. Anak kemudian diminta untuk memilih 5 dari 10 benda tersebut. Anak bisa memikirkan mana benda-benda yang lebih penting. Setelah beberapa saat, anak diminta untuk memilih 3 dari 5 benda tadi, akhirnya diminta memilih 1 benda saja. Kemudian setiap kelompok diminta berbicara untuk memberikan alasan mengapa mereka memilih benda tersebut. Tujuan permainan tersebut adalah melatih ketrampilan berbicara.

2) Permainan “Menebak Suara Binatang”, dilakukan dengan memberikan tulisan/gambar kepada setiap anak dan tidak boleh dibuka sebelum diperintahkan tutor. Kemudian setiap anak harus bersuara seperti binatang yang ada di dalam kertas yang diperolehnya (anak tidak boleh berbicara, hanya bersuara saja) dan mencari pasangan suara yang sama. ”Siapa yang tidak mendapatkan pasangan ? Tebak nama binatang itu !”. Tujuannya adalah membaca kata sederhana tentang nama binatang dan mengenali bunyi.

3) Permainan ”Moving family”, dilakukan dengan memposisikan anak-anak duduk dalam sebuah lingkaran lalu memberikan mereka potongan kertas bertuliskan ayah, ibu, kakak, adik. Kemudian pendidik menyebutkan tulisan itu, misalnya ”ayah”, maka anak yang membawa tulisan ayah dapat berdiri. Ketika pendidik mengucapkan ”ibu”, maka anak yang membawa tulisan ibu berdiri, dan ketika pendidik menyebutkan ”keluarga”, maka semua anak baik yang memegang tulisan ”ayah”, ”ibu”, ”anak” berdiri berdekatan. Tujuan permainan ini adalah mengenalkan tulisan untuk dibaca, mendengarkan bunyi.

4) Permainan ”Memancing Kata”: Anak memancing kartu kata. Kata yang didapat anak kemudian dituliskan dalam secarik kertas. Tujuan : mengenalkan anak pada huruf-huruf, melatih anak untuk menulis kata.

5) Permainan ”Menyeberang Sungai”: Dua anak diminta memegang ujung-ujung tali, kemudian menggerak-gerakkan tali itu di lantai. Sementara itu anak-anak lain bertanya,”Buaya, buaya, bolehkah aku menyeberang sungaimu ? Anak yang memegang tali bisa menjawab dengan mengajukan syarat tertentu bagi anak yang ingin menyeberang. Misalnya,” Ya boleh, jika kamu mengenakan kaos berwarna putih”. Maka anak yang berkaos putih dapat segera melompati tali yang digoyang-goyang. Demikian berulang-ulang dengan persyaratan yang diajukan oleh pemegang tali berbeda-beda. Tujuannya: mengembangkan kemampuan berbahasa anak.

6) Permainan ”Cerita Yang Diperagakan”: Pendidik dan anak menyusun suatu kesepakatan, bahwa pendidik akan membacakan cerita, dan jika menyebutkan kata-kata tertentu, maka anak telah sepakat untuk membentuk gerakannya.

Gua : mencari pasangan dan bergandengan berdua ditambah 1 anak lain di tengah

Naga : bergandengan tangan membentuk mulut naga

Api : semua peserta boleh berganti peran

Pohon : berdiri tegak tidak boleh bergerak seperti pohon.

Setelah itu pendidik mulai bercerita, dan setiap kata-kata ”naga”, ”gua”, ”api”, dan ”pohon” muncul, maka anak menunjukkan gerakan yang telah disepakati.

Tujuan : keterampilan mendengarkan, menambah kosa kata.

7) Permainan ”Menulis Dengan Badan”: Anak diminta membayangkan bahwa tubuhnya sebagai pensil, sehingga anak dapat menulis huruf menggunakan badannya. Anak bergerak sesuai bentuk huruf. Anak yang lain diminta menebak. Kegiatan ini dapat dikembangkan dengan kata dalam beberapa huruf, misalnya : madu, dsb. Tujuan : melatih menulis dan membaca huruf.

Contoh aktivitas permainan di atas dapat mengembangkan kemampuan berbahasa anak, pendidik perlu menyesuaikan kegiatan dengan perkembangan kemampuan anak dan dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan.

PERTANYAAN YANG SERING MUNCUL ...

”Saya ingin anak saya dapat membaca dan menulis secepat mungkin, bagaimana caranya?”

Dasar-dasar permulaan membaca dan menulis dimulai sejak lahir dan berkembang terus menerus sepanjang hidup. Di usia yang sangat dini anak-anak mulai belajar bahasa lisan saat mendengar anggota keluarganya berbicara, tertawa, bernyanyi dan ketika orang disekitarnya menanggapi semua celotehannya. Demikian pula ia mulai memahami bahasa tulisan ketika mendengar orang dewasa membacakan cerita untuknya serta melihat anggota keluarganya membaca majalah, surat kabar, dan buku-buku. Kegiatan-kegiatan ini dihadirkan dalam suasana yang hangat, penuh cinta kasih dan bebas tekanan sehingga kegiatan membaca dan menulis menjadi pengalaman yang menyenangkan.

Sangatlah penting untuk dipahami bahwa tujuan utama mengembangkan kemampuan membaca dan menulis kepada anak-anak adalah mengenalkan mereka pada kekuatan dan kesenangan membaca dan menulis. Kecintaan membaca dimulai saat orangtua memeluk anak dan membacakan cerita dengan ekspresif. Keakraban dalam bersama-sama menikmati buku dan cerita memperkuat ikatan emosional, membantu anak dalam mempelajari kata dan konsep baru, dan merangsang pertumbuhan otak anak. Semangat untuk menulis ditumbuhkan dengan memberikan kesempatan kepada anak menggambar dan mencoret-coret. Gambar dan coretan anak adalah tulisan pertamanya, lambat laun seiring dengan perkembangannya anak akan menulis huruf-huruf. Melalui bantuan dan dorongan dari orang-orang yang dekat di sekitarnya anak menapaki langkah besar menjadi seorang penulis.

Penutup

Perkembangan bahasa pada anak usia dini sangat penting karena dengan bahasa sebagai dasar kemampuan seorang anak akan dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan yang lain. Pendidik perlu menerapkan ide-ide yang dimilikinya untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak, memberikan contoh penggunaan bahasa dengan benar, menstimulasi perkembangan bahasa anak dengan berkomunikasi secara aktif. Anak terus perlu dilatih untuk berpikir dan menyelesaikan masalah melalui bahasa yang dimilikinya. Kegiatan nyata yang diperkuat dengan komunikasi akan terus meningkatkan kemampuan bahasa anak. Lebih daripada itu, anak harus ditempatkan di posisi yang terutama, sebagai pusat pembelajaran yang perlu dikembangkan potensinya. Anak belajar bahasa perlu menggunakan berbagai strategi misalnya dengan permainan-permainan yang bertujuan mengembangkan bahasa anak dan penggunaan media-media yang beragam yang mendukung pembelajaran bahasa. Anak akan mendapatkan pengalaman bermakna dalam meningkatkan kemampuan berbahasa dimana pembelajaran yang menyenangkan akan menjadi bagian dalam hidup anak.

Oleh : Eli Tohonan Tua Pane,S.Pd
sumber: www.bpplsp-reg-1.go.id

Friday, March 18, 2011

PROGRAM PARENTING PADA KELOMPOK BERMAIN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

A. LATAR BELAKANG

Masih banyak kenyataan yang terjadi di masyarakat adanya orangtua yang masih mempunyai pola pikir bahwa pendidikan itu sepenuhnya tanggungjawab pihak lembaga pendidikan saja. Seringkali orangtua menumpu harapan terlalu tinggi pada lembaga pendidikan, sehingga banyak orangtua yang berani membayar mahal biaya pendidikan anaknya. Di sisi lain, tidak sedikit orangtua yang menuntut lembaga pendidikan harus berbuat seperti yang dikehendaki dan kecewa jika hasil pendidikan di lembaga tersebut tidak sesuai dengan harapannya. Fenomena keliru ini harus segera diluruskan agar tanggungjawab tinggi muncul dalam keluarga sehingga keluarga, khususnya ibu dan ayah juga berperan sebagai pendidik di rumah.

Dalam Teori ekologi Bronfenbrenner (1979) menjelaskan mengenai perkembangan anak yang dipengaruhi oleh sistem interaksi yang kompleks dengan berbagai tingkatan lingkungan sekitarnya yang mencakup interaksi yang saling berhubungan antara di dalam dan di luar rumah, sekolah dan tetangga dari kehidupan anak setiap hari dalam kurun waktu yang sangat lama. Interaksi ini menjadi motor atau penggerak perkembangan anak yang merupakan pusat dari lingkaran, dikelilingi oleh berbagai sistem interaksi yang terdiri dari sistem mikro, sistem meso, sistem exo dan sistem makro. Sistem Mikro adalah lingkaran yang paling dekat dengan anak yang meliputi kegiatan dan pola interaksi langsung dari anak dengan lingkungan terdekatnya seperti interaksi dengan orangtua, kakak dan adik kandungnya, sekolah, serta teman sebaya. Hubungan dua arah yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup panjang dan intensif di lingkungan terdekat ini mempunyai dampak terbesar dan mendalam pada perkembangan anak.

Sistem Meso adalah lingkaran interaksi dan kesesuaian hubungan antar komponen dalam sistem mikro anak yang sangat mempengaruhi perkembangan anak seperti hubungan antara rumah dan sekolah. Orang tua yang tidak terdidik dan tidak menghargai pentingnya pendidikan dan hubungan dengan lembaga kelompok bermain/sekolah, dan yang tidak berbicara dengan bahasa yang digunakan di sekolah anak, akan menyebabkan anak mengalami banyak masalah dalam menerapkan pembiasaan di kelompok bermain dan juga dalam melejitkan potensi kecerdasan jamak anak usia dini. Sebaliknya bila hubungan antar komponen tersebut serasi dan kuat, menyebabkan anak memiliki kemampuan akademik yang baik. Prinsip utama dari sistem meso adalah semakin kuat dan saling mengisi interaksi antar komponen dalam sistem meso, semakin besar pengaruh dan hasilnya pada perkembangan anak.

Sistem Exo merupakan lingkaran dalam sistem sosial yang lebih besar dan tidak berperan secara langsung terhadap anak, dan anak juga tidak langsung berperan di dalamnya, tetapi interaksi komponen dalam sistem ini seperti dalam bentuk keputusan pada tataran lembaga yang mempunyai hubungan dengan anak, berpengaruh terhadap perkembangan anak. Keputusan-keputusan dari tempat kerja orang tua, komite sekolah, atau lembaga perencanaan adalah contoh dari sistem exo yang dapat mempengaruhi anak baik positif maupun negatif meskipun anak tidak langsung terlibat dalam lembaga-lembaga tersebut. Contoh lain adalah kekejaman orang dewasa yang terjadi di lingkungan tempat tinggal anak dapat berpengaruh pada kesulitan anak untuk tidur.

Sistem Makro merupakan lingkaran terluar dari lingkungan anak yang terdiri dari nilai-nilai budaya, hukum dan peraturan perundangan, adat kebiasaan, kebijakan sosial dan lain sebagainya. Seluruh komponen dari sistem ini juga berpengaruh terhadap perkembangan.

Untuk menjawab fenomena ini banyak cara yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan program parenting yaitu bentuk kegiatan informal yang dilakukan untuk menyelaraskan kegiatan-kegiatan pengasuhan dan pendidikan anak antara di kelompok bermain dan di rumah. Parenting ini ditujukan kepada para orangtua, pengasuh, dan anggota keluarga lain yang berperan secara langsung dalam proses perkembangan anak.

Kegiatan parenting (pertemuan orangtua) saat ini dirasakan sangat diperlukan mengingat pentingnya pendidikan sedini mungkin

Pengetahuan tentang pendidikan anak dapat ditempuh dengan berbagai kegiatan, misalnya kegiatan parenting baik yang dikelola oleh satuan pendidikan maupun pengelolaan secara mandiri. Dukungan pemerintah terhadap kegiatan program parenting ini sudah sangat jelas, dengan adanya: (1) Undang-undang No 20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang juga membahas tentang pendidikan informal. (2) Undang-undang No 23/2002, tentang Perlindungan Anak (3) Konvensi Anak Sedunia. Dengan demikian, kerjasama semua pihak, baik lembaga pendidikan, orang tua (keluarga) dan pemerintah sangat diperlukan untuk pencapaian tujuan pendidikan terutama pada anak usia dini, dapat dioptimalkan.

B. MANFAAT PARENTING

Kegiatan parenting akan menjadi suatu wadah yang dapat memberikan keuntungan pada semua pihak, baik kepada orang tua, kelompok bermain, maupun pemerintah. Ada beberapa manfaat dalam pelaksanaan parenting adalah : (1) terjalinnya mitra kerja lintas sektor, misalnya dari pengusaha-pengusaha yang berkaitan dengan produk yang berkaitan dengan kebutuhan tumbuh kembang anak, instansi pemerintah, penerbit buku, dan lain-lain, (2) terpenuhinya kebutuhan hak-hak anak, (3) berkembangnya rasa percaya diri orangtua dalam mendidik anak, (4) terjalinnya hubungan yang harmonis pada masing-masing anggota keluarga sesuai dengan tugasnya masing-masing, (5) terciptanya hubungan antar keluarga di lingkungan masyarakat sekitar lembaga pendidikan, dan (6) terjalinnya mitra kerja antar sesama anggota parenting.

C.LANGKAH-LANGKAH
Dalam melaksanakan parenting langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh kelompok bermain adalah : (1) adanya komitmen bersama antara pengelola dan orangtua pada saat mendaftarkan putra-putrinya di kelompok bermain, (2) menyiapkan penanggungjawab kegiatan parenting atau kepengurusan pada kelompok bermain, (3) mengidentifikasi kebutuhan informasi (isu-isu penting seputar pendidikan dan tumbuh kembang anak) yang ingin diketahui oleh orangtua, (4) menyusun program-program kegiatan yang akan dilakukan untuk kegiatan parenting, dan (5) menyusun jadual kegiatan sekaligus menentukan narasumber atau sponsor, misalnya, kegiatan dapat dilakukan seminggu sekali, sebulan sekali, atau memanfaatkan hari-hari libur nasional, tergantung kebutuhan.

D.BENTUK-BENTUK KEGIATAN PARENTING
Kegiatan parenting akan lebih bermakna jika kelompok bermain dapat menyusun suatu kegiatan parenting sehingga “kumpul-kumpul orangtua” mempunyai makna. Bentuk bentuk kegiatan parenting yang dapat dilakukan antara lain:
a.Think-thank, yaitu sumbang saran yaitu mengeluarkan pendapat dan diskusi tentang pembelajaran yang paling tepat bagi anak usia dini misalnya pembelajaran tematik, setiap anggota dapat menyampaikan gagasan-gagasan atau permasalahan-permasalahan yang ada sekaligus melakukan pembahasannya.
b.Arisan Bicara, yaitu setiap anggota, secara undian bergilir menjadi pembicara untuk menyampaikan gagasan sesuai topik yang telah ditentukan.
c.Seminar, mengundang narasumber dan sponsor.
d.Praktek ketrampilan, misalnya membuat alat permainan edukatif, memasak makanan bergizi untuk anak, dan sebagainya.
e.Outbond, yakni kegiatan di luar ruangan yang dilakukan secara bersama-sama oleh semua anggota keluarga, yang disisipkan kegiatan diskusi atau praktek permainan-permainan yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga secara bersama-sama.
f.Kunjungan Lapangan, yaitu kegiatan kunjungan ke tempat–tempat khusus yang bersifat mendidik, misalnya ke museum, perpustakaan umum, panti asuhan, panti jompo, ke kebun atau pertanian, dan sebagainya.

E. PENUTUP
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Pendidikan anak tidak dapat dilepaskan begitu saja terhadap lembaga pendidikan khusunya kelompok bermain. Orangtua perlu mengetahui dan menindaklanjuti kegiatan atau perlakuan yang diberikan oleh tenaga pendidik dalam menstimulus kecerdasan anak usia dini sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Daftar pustka
Gordon, T. (1993). Menjadi Orang Tua Efektif. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Hanafi Taufik (2009) Makalah STRATEGI NASIONAL Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif
Junaedi, Uken. (2005). Membangkitkan Sikap& Sifat Positif Anak, Bandung: Ikhtiar Publishing,
Saifullah,Ach. (2004). Melejitkan Potensi Kecerdasan Anak . Yogyakarta: Kata Hati.

oleh: Mefrida Harahap, M. Pd (Pamong Belajar BPPNFI Regional 1 Medan)
Sumber :www.bppnfi-reg-1.go.id

Monday, March 14, 2011

MODEL PENDIDIKAN KEAKSARAAN BERBAHASA IBU DENGAN PENDEKATAN MANGONDRASI NIFAHAO

Suatu kenyataan bahwa masyarakat buta aksara pada umumnya berada dalam kemiskinan. Efeknya bisa ditebak yakni keterbatasan dan ketertinggalan di berbagai sisi menjadi budaya yang tak terpisahkan dari berbagai bidang kehidupan mereka. Oleh karena itu kondisi masyarakat buta aksara ini harus terus menerus disiasati untuk memberantas keterbatasan dan ketertinggalan tersebut.

Adalah Nias sebagai salah satu kepulauan dari Republik Indonesia tercinta yang terletak di barat daya pulau Sumatera, merupakan bagian dari provinsi Sumatera Utara, memiliki topografi wilayah yang berbukit-bukit, dan dengan kondisi alam yang kurang bersahabat di kala badai. Nias adalah kepulauan yang jauh dari akses teknologi dan sedikit tertinggal dalam pembangunan dengan penduduknya yang menyebar, letaknya yang sedikit menepi dari pulau Sumetera mengakibatkan pulau ini kurang tersentuh pembangunan termasuk di bidang pendidikan. Dari data kependudukan tahun 2006 tercatat 40.000 warga Nias yang tidak dapat membaca, menulis dan berhitung. Dari jumlah tersebut hanya 40 %, yang dapat berbahasa Indonesia.

Tentu sangat ironis, apabila masyarakat Indonesia sudah berbicara mengenai komunikasi jarak jauh dengan teknologi 3G, sementara di pulau Nias masih ditemukan banyak masyarakat yang masih belum mampu membaca. Dan untuk mengatasi hal tersebut, banyak hal yang dapat dilakukan, antara lain dengan menggalakkan program pemberantasa buta aksara dengan pendekatan bahasa ibu di Nias. Kenapa harus bahasa ibu?

Menurut data UNESCO, terdapat 726 bahasa daerah di Indonesia. Jumlah penuturnyapun bervariasi, mulai dari yang berjumlah 100 orang (berada di Papua) sampai yang lebih dari 60 juta (penutur bahasa Jawa). Data lain yang dikeluarkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Pusat Bahasa) pada tahun 1980 menyebutkan bahwa terdapat sekitar 480 bahasa daerah di seluruh wilayah Nusantara. Pada umumnya bahasa pertama seorang anak Indonesia adalah bahasa daerahnya masing-masing. Sedangkan bahasa Indonesia adalah bahasa kedua karena baru dipelajari ketika masuk sekolah.

Bahasa ibu sebenarnya merupakan sebutan umum yang digunakan untuk penggunaan Bahasa Daerah. Alasan utama penggunaan bahasa ibu ini adalah lebih mudah, karena dalam proses pembelajaran bahasa ibu dipakai oleh tutor sebagai bahasa pengantar untuk menyampaikan pembelajaran kepada warga belajarnya. Untuk masyarakat Nias yang masih terbelakang dalam bidang pendidikan, belajar dalam empat target sekaligus, seperti membaca, menulis, berhitung dan berbahasa Indonesia adalah merupakan hal yang sulit, ditambah lagi mereka hanya menggunakan Bahasa Nias dalam komunikasinya, baik dalam upacara adat, ritual keagamaan, dan kesehariannya, maka pendekatan dengan Bahasa Ibu adalah solusi bagi mereka untuk dapat keluar dari masalah buta aksara.
Pentingnya bahasa Ibu sebagai pengantar pendidikan, dilandasi oleh tiga alasan. Pertama, secara psikologis, Bahasa Ibu sudah merupakan alat berpikir anak semenjak lahir. Kedua secara emosional, bahasa Ibu dipakai dalam komunikasi sehari-hari dengan lingkungannya. Ketiga secara pendidikan, bahasa Ibu seyogiyanya mempermudah pemerolehan ilmu pengetahuan.

Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Mangondrasi Nifaha’ö memungkinkan untuk menggali pengalaman warga belajar perorangan. Kata Mangondrasi berarti mengunjungi, dan nifaha’ö dapat diartikan warga yang dibelajarkan. Maka konsep terpenting dari model ini adalah tutor/nara sumber datang ke rumah warga belajarnya untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Pendekatan ini sangat sesuai untuk diterapkan dalam kondisi masyarakat yang penduduknya tinggal berjauhan sehingga akan menyulitkan bila dikumpulkan dalam satu tempat. Untuk target menjemput bola, maka akan lebih baik apabila tutor yang datang mengajar warga belajar. Diharapkan dengan adanya tutor, yang dikenal baik oleh masyarakat melakukan pendekatan kekeluargaan, proses belajar membaca, menulis dan berhitung dapat berjalan lancar.

Dalam proses pembelajaran program keaksaraan fungsional ada lima hal yang perlu diperhatikan :
1. Warga belajar akan termotivasi untuk belajar jika sesuai dengan pengalaman, minat dan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, pengalaman, minat dan kebutuhan merupakan titik awal dalam pengorganisasian aktivitas pembelajaran di kelompok belajar.
2. Orientasi belajar berhubungan erat dengan kehidupannya,oleh karena itu, unit yang tepat untuk pembelajaran program keaksaraan fungsional adalah situasi kehidupannya, bukan mata pelajaran.
3. Pengalaman adalah sumber yang paling kaya yang harus diakui keberadaannya bagi pembelajaran program keaksaraan fungsional, oleh karena itu metode utama dalam pembelajaran adalah menganalisa pengalaman warga belajar.
4. Setiap warga belajar mempunyai kebutuhan untuk mengarahkan diri, oleh karena itu Tutor tidak mentransfer pengetahuan kepada mereka, peran tutor dalam pembelajaran adalah meningkatkan proses saling memberi dan menerima kemudian mengevaluasi seberapa jauh mereka menguasai pengetahuan yang diberikan.
5. Perbedaan individual diantara warga belajar meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu, pola pembelajaran harus menghargai secara penuh adanya perbedaan gaya, waktu, tempat dan bentuk penyampaian materi belajar.
Berdasarkan kelima hal sebagaimana diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran untuk orang dewasa bergantung kepada keahlian tutor untuk menggali pengalaman warga belajar dan memasukkannya dalam proses pembelajaran.
Dengan adanya model pendidikan keaksaraan berbahasa Ibu dengan pendekatan mangondrasi nifaha’ö diharapkan dapat mengurangi angka buta huruf dan buta Bahasa Indonesia bagi masyarakat Nias. Seiring dengan itu, ketertinggalan dalam bidang pendidikan dapat dikejar serta pengetahuan baru yang diperoleh selama proses pembelajaran yang mengintegrasikan life skills (kecakapan hidup) dalam materi pembelajarannya dapat memberikan efek yang positif bagi kehidupan warga belajar guna mendukung upaya perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat Nias.

Oleh: Dita Manullang
Sumber :www.bpplsp-reg-1.go.id