Monday, January 28, 2008

SELAMAT JALAN PAK HARTO

Inalillahi Wa inailaihi Rajiun
Tanggal 28 Januari tahun 2007
Kembali Indonesia kehilangan salah seorang putra terbaiknya
Purnawirawan Jenderal Suharto, mantan Presiden Kedua Republik Indonesia telah berpulang ke Rahmatullah
Kepulangan beliau di iringi dengan tangisan kesedihan, haru biru tetapi diiringi pula dengan meledaknya kembali cacian kritikan demo anti suharto dan sebagainya.
Sebagai seorang rakyat Indonesia aku merasa sangat kehilangan, sedih dan prihatin dengan meninggalnya sang jenderal besar.
Sebagai manusia biasa Aku merasa kehilangan dan sedih karna kehilangan sosok ketokohan sang jenderal ini, tetapi aku merasa prihatin karna ternyata masih banyak orang yang tinggal di negara Indonesia kita tercinta tidak tahu mengucap terima kasih
Saat itu aku berpikir, apakah sudah tidak adalagi rasa hormat oknum oknum calon intelektual tersebut terhadap mantan presidennya?
Tidak adakah sama sekali perbuatan baik yang dilakukan pak harto pada saat beliau memerintah?
Benarkah bahwa seluruh perbuatan Pak Harto adalah kejahatan?
Sehingga tidak ada waktu sedikitpun dari para pendemo anti Suharto untuk ikut berbela sungkawa meski sejenak?
Kasian sekali Indonesiaku tercinta, memiliki beberapa rakyat yang tidak tau berbela sungkawa.
Aku sempat berpikir, apakah mereka yang anti suharto itu bener bener orang yang bersih tanpa pernah melakukan kesalahan sama sekali, nabikah mereka, malaikatkah mereka, benarkah demo yang mereka lakukan demi kepentingan rakyat Indonesia, Bangsa Indonesia tercinta, ataukah hanya sekedar ikut gejolak arus, ikut ramai, tidak adakah yang menunggangi mereka dengan berbagai kepentingan?
Bukankah sebaik baik manusia itu masih ada juga khilafnya dan sejahat jahat manusia pernah juga ada baiknya?
Akhirnya kita hanya bisa berdoa semoga amal bakti sang jenderal besar dapat di terima di sisiNya, dan segala kesalahan dan khilafnya sebagai manusia dapat di maafkan

oleh : Dwi Sarmulyanto

Saturday, January 19, 2008

PEMENANG BUKANLAH SANG PETARUNG

Sikap untuk siap menang dan tidak siap kalah dalam setiap event ternyata kadang menimbulkan keuntungan bagi pihak lain yang tidak pernah ikut bertarung dalam even itu.
Seperti contoh yang terjadi pada pilkada di propinsi sulawesi selatan, setelah adanya laporan tentang penggelembungan suara yang dilakukan pasangan Cagub dan Cawagub "SAYANG" oleh pasangan Cagub dan Cawagub "ASMARA" maka muncul hasil keputusan MA untuk melakukan pilkada ulang.
Tetapi kembali timbul pro dan kontra terhadap keputusan lembaga tinggi negara tersebut, sehingga kembali memanaskan suasana kota makassar yang memang sudah panas (berarti kepercayaan terhadaop lembaga hukum tertinggi negara sudah berkurang).
Akhirnya kemarin tanggal 19 Januari tahun 2007 dilantiklah Gubernur Careteker dari pihak yang bukan petarung (bahkan mungkin sang careteker tersebut tidak pernah bermimpi untuk menjabat sebagai gubernur propinsi sulawesi selatan), meski itu sifatnya hanya sementara, kalau di ambil hikmahnya jelas bahwa sikap siap menang dan tidak siap kalah ternyata menimbulkan keuntungan pada pihak bukan petarung.
Akhirnya kembali timbul pertanyaan kapankah warga Indonesia menjadi orang yang siap menang dan siap kalah baik dalam sikap maupun perkataan.

oleh : Dwi Sarmulyanto

Friday, January 18, 2008

SIAP MENANG DAN SIAP KALAH

Dalam setiap event apapapun, selalu saja orang berkata siap untuk menang dan siap untuk kalah, sebelum event itu terjadi, apakah itu event antar RT, antar kampung ato bahkan event nasional.
Sangat sangat membanggakan kalau perkataan itu dapat pula di wujudkan sebagaimana mestinya.
Tetapi apa yang nampak di mass media baik elektronik maupun cetak, semuanya cuman sekedar bicara tanpa ujung dan pangkal dan tidak tau siapa yang harus bertanggung jawab atas perkataan itu.
Pertandingan sepak bola antar kampung berubah menjadi tawuran bila salah satu tim ada yang kalah, dengan alasan di curangi dan sebagainya.(lha kalau ada yang menang tentu ada yang kalah dong)
Berita yang masih hangat di media cetak saya baca suporter sebuah kesebelasan membakar gawang karna timnya kalah padahal ini even nasional.
Berita hangat hasil pilkada di sulsel ditolak karena salah satu pihak merasa di curangi, jelas yang merasa dicurangi adalah pihak yang kalah, akhirnya setelah melalui proses hukum harus ada pilkada ulang, nah timbul kerusuhan karna pihak pendukung dari pemenang tidak ingin mengulang dan ingin segera dilantik cagub maupun cawagub sesuai hasil pilkada (inikah ujud siap menang dan siap kalah) akhirnya masyarakat juga yang menjadi korban, karna akibat demo yang biasanya merusak fasilitas umum, membakar ban dijalan sehingga merusak aspal. Pada saat aspal itu diperbaiki otomatis pake uang rakyat bukan uang pejabat iya toh?
Dulu pernah juga terjadi para yang mulia wakil rakyat berkelahi di dalam gedung wakil rakyat, yang notabene dibangun juga dengan uang rakyat untuk tempat memperjuangkan kepentingan rakyat, jelas hal itu terjadi karna siap menang dan tidak siap kalah (lha wong wakil rakyatnya aja berkelahi, jelas rakyatnya juga seperti diajari juga dong)
Oleh karena itu para pejabat maupun rakyat jangan dong ikut berlomba kalau cuman siap menang tapi tidak siap kalah, karna kalau ada pemenang pasti ada yang kalah, begitu juga sebaliknya kalau kata itu bukan sekedar hiasan bibir, rasa-rasanya berkurang deh kerusuhan di negeri Indonesia kita tercinta ini